[4] Unexpected Love; Namanya

61 12 0
                                    

Pagi yang cerah untuk memulai aktivitas yang diawali oleh pembelajaran jam pertama Matematika Wajib. Bukan saatnya untuk melanjutkan kantuk sambil memakan cemilan yang biasa dibawa sebelum bel berbunyi, melainkan mata bulat dan pikiran yang cerah untuk memulai proses rumus-rumus di papan tulis.

Sudah masuk hari kelima semenjak semester baru dimulai, tentu sejak itu belum pernah Sheila menemukan Radja hadir barang satu hari pun. Gadis itu tentu saja senang, karena hari sekolahnya terasa damai saja tanpa adanya murid nakal seperti Radja. Akan tetapi teman sebangkunya, Agita tidaklah orang yang seperti itu. Baru saja bel berbunyi Agit sudah menanyakan keberadaan Radja kepada Sheila.

"Shel, liat catatan lo, ya, nanti." Ucap Agit yang dibalas anggukan oleh Sheila.

"Radja gak ada keterangan dari awal masuk?" Tanya Bu Viona yang membuat semua murid langsung menoleh ke arahnya. "Beneran?"

"Iya, bu. Bang Radja belum masuk dari awal." Ucap si ketua kelas, Jerdy.

"Kemarin Bang Radja ada di Mang Waluh pas pulang sekolah, tapi emang gak absen, bu." Sahut lelaki pojok belakang yang memang tukang nongkrong juga di Mang Waluh.

"Anak ini gak pernah berubah, ya."

Bu Viona terlihat frustasi, guru itu menandatangani buku kehadiran sambil menggelengkan kepala beberapa kali. Situasi baru tenang sebentar sebelum pintu kelas yang tertutup terbuka dengan kasar oleh seseorang dari luar.

Orang itu terdiam sejenak saat melihat terdapat guru yang mengajar, membungkuk sebentar sebelum akhirnya memasuki kelas sepenuhnya. "Maaf, bu, saya terlambat." Radja melanjutkan langkahnya menuju meja paling belakang dan pojok.

"Radja," panggil Bu Viona tepat sebelum Radja duduk. "Make up di mana kamu?"

Seluruh mata langsung fokus pada objek yang saat ini memang berpenampilan berantakan. Bukan cara berpakaian melainkan wajah dan rambutnya yang berantakan. Terdapat lebam ujung bibir kiri dan luka di samping alis kanan. Dapat disimpulkan bahwa lelaki itu baru saja berkelahi, entah dengan siapa.

"Di gang belakang, bu. Cosplay dikit gapapa, kan?"

Oskar yang merupakan teman tongkrongan Radja menyeletuk, "cosplay apaan begitu?"

Namun seketika Oskar merasa ciut saat mendapatkan tatapan sinis dari Radja.

"Sudah, sudah, berdiri di sini saja kamu, Ja."

Radja berjalan ke depan dengan lunglai, dari ekor matanya dapat melihat Sheila yang tengah sibuk dengan buku latihan dan perhitungannya. Secara tak sadar Radja menarik ujung bibirnya.

Kegiatan belajar berjalan lancar sampai bel istirahat berbunyi. Baru saja Bu Viona meninggalkan kelas, seorang dari kelas lain berteriak, "Jerdy! Ke ruang guru."

"Ngapain?"

Orang itu mengedikkan bahunya. "Gak tahu gue dikasih tahu Bu Anya buat manggil lo."

Bu Anya merupakan wali kelas mereka saat ini. Mendengar bahwa nama walinya disebutkan, Jerdy langsung bergegas menuju ruang guru seperti yang disarankan temannya itu.

"Shel," panggil Agit pelan, sambil tangannya menulis kembali catatan materi milik Sheila di bukunya. "Bang Radja habis berantem gak, sih?" Mata Agit melirik ke arah belakang di mana Radja sedang berbicara seru dengan temannya yang lain. "Masa make up begitu."

Sheila mendengkus. "Ya terus kalau dia berantem gue harus apa, Git?"

Agita menjawab dengan satu gelengan kepala. "Gak ke kantin?"

Gantian Sheila yang menggeleng. Gadis itu masih sibuk dengan tugas yang diberikan Bu Viona, padahal diberikan tenggat waktu sampai istirahat kedua. "Gue bawa bekal."

"Yaudah, gue ke kantin dulu, ya, laper, nih."

"Sama siapa?" Sheila mendongak.

"Keenar." Tepat setelah menyebut nama itu, seorang perempuan dengan rambut yang dijepit setengah masuk ke dalam kelasnya. Agit melambaikan tangan girang.

"Hai, Shel." Sapa Keenar.

"Keen." Sheila tersenyum. Kemudian tinggallah dia seorang diri yang masih berkutat dengan angka-angka.

Di sudut pandang lain, di pojok kanan tepat di sebelah tembok, sepasang mata tengah menatap ke arahnya dengan punggung yang menyender dan kedua kaki diangkat ke kursi.

"Gimana bisa begitu muka lu, bang?" Tanya Oskar.

Radja mengerjapkan matanya sebelum akhirnya fokus pada obrolan Oskar. "Kemarin ada lah masalah sama anak seberang."

"Siapa? Anak Garuda Satu? Bang Nizam?"

Radja mengangguk. "Bukan, ada masalah dikit."

"Bener, nih? Lu kalo ada masalah sama Garuda Satu bilang kita-kita, Bang." Ucap Oskar sambil menunjuk dirinya serta beberapa siswa yang duduk di depan mereka.

"Mau apa emangnya? Berantem? Balas dendam?" Begitu Radja mulai menyindirnya, Oskar hanya tersenyum menunjukkan deretan giginya.

Tak lama Jerdy datang memasuki kelas dengan selembar kertas di tangannya. Lelaki itu menghampiri Sheila dan memberikan penjelasan sedikit mengenai kertas yang digenggamnya itu.

"Bu Anya ngadain tutor untuk beberapa murid yang kurang bisa mengikuti kegiatan belajar. Bu Anya kasih beberapa nama untuk bisa bantu nama yang kurang ini." Sheila mengangguk-angguk mengerti. "Nama lo disaranin untuk nutor Bang Radja, Shel."

Runtuh sudah, pulpen yang dipegangnya terlepas dan menggelinding di atas meja hingga terjatuh ke lantai yang menyebabkan bunyi di ruang kelas. Bola matanya bergetar sesaat, napasnya patah-patah sehingga Sheila merasakan oksigen tidak masuk ke tubuhnya.

"Lo okay, Shel?"

Sheila mengangguk.

Tuk.

Pulpennya yang jatuh diletakkan oleh seseorang dari samping. Jerdy yang melihat pelaku pun tersenyum menyambut.

"Apa, nih?"

Radja mengambil serampangan kertas di hadapan Sheila. Membaca keseluruhan isinya dan mengangguk mengerti. "Tutor?"

"Iya, Bang. Itu nama yang bakal jadi tutor dan yang bakal ditutor."

"Ini ada nama gue, gue yang nutor atau gue yang ditutor?" Tanya Radja dengan alis mengangkat menatap Sheila.

"Lo yang ditutor." Jerdy sedikit tertawa saat menjawabnya.

Radja menoleh ke arah Sheila yang masih diam mematung. "Lo gak keberatan, kan, Shel?" Bukannya menjawab Sheila malah tidak sadar mengangkat tangannya untuk memegang kepalanya, seperi orang sedang pusing berat. "Kalo keberatan gue bisa minta Bu Anya untuk ganti."

Kalau saja Jerdy tidak menyenggolnya, mungkin Sheila masih tetap mengabaikan pertanyaan Radja. Namun setelah disenggol untuk sadar, Sheila mendongak sambil menggeleng ragu.

Radja tersenyum, senyum yang mengandung makna tersirat. "Oke. Mohon bantuannya, Nona Sheila." Tutup Radja sambil melenggang pergi keluar kelas.

Sheila benar-benar putus asa. Dia tidak bisa mencerna semua yang terjadi. Bagaimana bisa wali kelasnya itu membiarkan orang seperti Radja masuk ke dalam hidupnya? Bagaimana kalau Radja malah merusak nilai-nilai yang telah dia pertahankan?

"Shel, khusus buat lo sama Bang Radja. Kalau Bang Radja bisa ngikutin kegiatan belajar sampai semester akhir nanti dan bisa ngikutin ujian kelulusan, Bu Anya bilang kalau nilai lo bakal ditambahin dan Bu Anya akan bantu lo dapat beasiswa ke PTN yang lo minat." Jelas Jerdy sedikit berbisik. "Bu Anya, sih, gak berharap Bang Radja bisa dapat nilai di atas KKM. Dia cuma mau kehadiran Bang Radja lengkap dan ikut ujian." Tambah Jerdy.

Habis gue.

-[...]

Unexpected Love | Lee JooyeonOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz