Niskala

1 2 0
                                    

Mungkin, tujuh tahun itu adalah kurun waktu yang lama untuk sekedar duduk lesehan di teras depan sembari mengurai rambut dan bersenandung kecil. Orang-orang mungkin akan berpikir hanya makhluk gila saja yang sudi melakukan hal tidak berguna seperti itu selama bertahun-tahun. Namun, Kila sadar betul bahwa dia tidak sama dengan orang-orang pada umumnya. Jadi, setelah tahun kedua Kila mulai terbiasa melihat orang-orang menatap malas ke arah tempatnya duduk sembari bergidik dan menggeleng-gelengkan kepala.

Tahun pertama, semua masih normal-normal saja. Namun, Kila agak kesepian. Jadi ketika ada yang lewat di depan teras rumahnya, Kila mencoba untuk beramah-tamah dan mencoba sekedar berbasa-basi dengan menyapa. Akan tetapi, ternyata berhubungan dengan ciptaan Tuhan yang lain itu sama sekali masih bukan bakat yang Kila punya.

Orang-orang malah mengabaikan sapaannya dan menatapnya dengan penuh kejengkelan sembari meludah ke sembarang sudut tanpa perasaan. Padahal, Kila punya hati juga. Ternyata memang agaknya Kila tidak dilahirkan untuk menjadi makhluk sosial. Jadi, setelah tahun pertama berlalu, Kila tidak gencar-gencar amat untuk mengakrabkan diri dengan tetangganya atau mencoba membuat teman baru. Malahan setelah tahun kedua, tetangga Kila yang tinggal bersisian di samping rumahnya tiba-tiba angkat kaki semua.

Kata Biu, makhluk aneh yang menghuni pohon rambutan besar di depan rumahnya, semua tetangga mereka pergi itu karena Kila, membuat Kila geram setengah mati setiap Biu mengatakannya. Seharusnya, pohon rambutan tua yang membuat halaman rumah kotor itu Kila tebang saja sejak lama. Biar si mulut lemas Biu tidak terus bertengger di sana dengan kakinya yang dililit ke atas pohon. Mulut Biu bahkan mulai mengeluarkan asap hijau dengan aroma busuk setiap kali berbicara. Ulat-ulat dari kepalanya yang terbelah berjatuhan memenuhi tanah dan rambut acak-acakannya yang tampak seperti ijuk tebal itu juga mengganggu pandangan mata.

Kila pikir, akan selamanya dia seperti ini. Hingga, siang itu seorang laki-laki yang tampak berada di usia awal dua puluhan datang dengan koper besar yang diseret kasar. Dia menatap malas pada Kila yang mengerutkan kening kebingungan di sudut teras.

"Mari kita hidup rukun. Aku tidak akan mengganggumu, dan kuharap kamu juga tidak menggangguku. FYI, rumah ini sudah kubeli, jadi jangan bertingkah jika tidak ingin kupanggilkan ustad ternama," katanya dengan nada menjengkelkan yang membuat Kila kesal sekaligus bergidik ngeri juga.

Entah dari mana datangnya manusia tidak sopan ini hingga dengan seenak hatinya saja bicara seperti itu pada Kila. Kila baru saja hendak menyalak garang ketika laki-laki dengan wajah kusam tak terawatnya itu membalikkan tubuh sembari mengacungkan telunjuknya pada Kila, "Dan aku manusia yang tidak punya hati. Jadi tolong jangan membuat ulah karna aku membiarkan kalian tinggal dengan gratis di rumahku sekarang. Aku tidak hanya akan memanggilkan ustad, tapi kupastikan kalian benar-benar enyah dari dunia ini jika berulah."

Kila menelan kalimatnya sesegera mungkin sembari meneguk saliva. Laki-laki itu tampak tidak main-main dengan ancamannya. Jadi, Kila akan cari aman saja.

AsiaWhere stories live. Discover now