14 | Kamu Mencintaiku

Start from the beginning
                                    

Bara lagi-lagi menutup mulutnya. Sama sekali tidak menyahut ucapan Aufar selain mencernanya dengan kepahitan kopi hitam yang entah mengapa terasa nikmat di lidahnya.

Jujur Bara sudah merasa frustasi dengan teka-teki yang dibuat istrinya sendiri. Ia penasaran, jiwa prianya merasa ingin bersikap egois karena bagaimanapun sebagai suami ia berhak tau apa yang terjadi.

Dan malam ini Aufar berhasil mengubah pikirannya.

"Jadi, yang mesti lo lakuin sebagai suami ya jadi tempat yang nyaman buat istri lo," Ucap Aufar. "Nanti lama-lama Nay bakal cerita sendiri ke lo kok."

Bara mengangguk, "Paham, Bang, makasih banyak ya nasihatnya."

"Aman, kalo butuh masukan bilang aja, gua udah nggak anggep lo musuh kok," Ujar Aufar, "Gue ngomong karena peduli sama keluarga kalian, dan sebagai Abang, gue juga mau liat adek gue bahagia, Bar."

[ B A Y I D O S E N K U 2 ]

Setelah wejangan Aufar dicerna Bara, pria itu kini lebih bisa berpikir tenang dan rasional. Tangannya mengusap handuk ke wajah sebelum menggantungkan benda tersebut ke gantungan agar lekas kering.

Dilihatnya Naqiya sudah memejamkan mata di sebelah bayi gembul, Gaza. Ibu dan anak itu tampak serasi di malam seperti ini.

"Mas?" Suara serak Naqiya terdengar, wanita itu bergerak duduk dan menghampiri Bara yang masih berdiri. "Dari mana?"

"Tadi ngobrol sama Bang Aufar, Sayang," Jawab Bara pelan sembari matanya menatap dalam ke netra bening Naqiya di remangnya lampu malam. "Kamu kok bangun?"

Di jarak sedekat ini, Bara tak menyentuhnya. Pria itu hanya berdiri dan menatap matanya. Sedikit aneh karena biasanya Bara akan menyentuh tangannya atau lainnya.

Naqiya menggeleng, "Aku nungguin Mas Bara, udah malem kok belum masuk kamar." Jelasnya.

Bara tersenyum hangat sebelum menggeleng, "Ndak papa kok, ngobrol-ngobrol ala bapak-bapak aja tadi."

"Beneran nggak berantem 'kan?" Tanya Naqiya yang khawatir. Tanpa sadar dirinya sendiri yang melangkah mendekat dan menyentuh wajah Bara. Menilik kemungkinan ada luka di sana.

Sentuhan Naqiya membuat Bara meliriknya. Tangannya yang hangat bertemu dengan kulit wajah Bara yang terasa dingin, membuatnya semakin merasa nyaman dengan wanita itu.

Bara menyentuh pergelangan tangan istrinya dan menahan tangan itu agar tetap merengkuh pipinya. Ia menyandarkan kepalanya di telapak kiri Naqiya sebelum memejamkan mata sekilas.

"Mas dingin," Ujar Naqiya pelan hampir berbisik. "Mas nggak sakit 'kan?" Tanyanya yang tanpa sadar merasa khawatir.

Bara masih memejamkan mata dan menggeleng, "Kesenengan pipi Mas dipegang bidadari."

Naqiya membuang tatapannya dan mendengus. Bara suka menggodanya kalau berdua seperti ini. "Lebay 'kan Mas, kalo sakit bilang ya? Jangan sampe nggak papa nggak papa terus masuk UGD," Protes Naqiya.

"Mas," Panggil Naqiya saat tak kunjung mendapat jawaban Bara. Pria itu berdehem menjawab panggilan istrinya barusan. "Lepas tangan aku dong, ayo tidur."

Benar saja, Bara membuka kelopak matanya dan menurunkan tangan Naqiya. Sebelum melepasnya, pria itu mengecup lembut punggung tangan istrinya seperti sang raja yang tunduk pada permaisurinya.

"Yang Mulia Ratu," Panggil Bara berbisik sebelum melangkah mendekat. "Boleh hamba melepaskan ikatan di gulungan rambutmu?"

Bara berkata sembari berlutut, seakan ia hidup di zaman kekaisaran. Tentu saja perlakuan sederhana itu membuat Naqiya malu dan akhirnya kesulitan menahan tawanya.

Bayi Dosenku 2Where stories live. Discover now