Gawat Alyra bisa gila  kalau sebenernya ia terlalu takut Axello akan membencinya selamanya yang belum sempat merasakan dibalas cintanya oleh pujaan sang hati hingga sekarang. Alyra tidak mengharapkan hal itu terjadi lagi. Ia ingin sekali berdamai dengan Axello dengan sepenuh hatinya untuk menjalin hubungan yang baru mengawalinya dengan baik tanpa ada masalah yang lain ikut campur dengannya.

Mulai sekarang Alyra tidak akan membiarkan Bima menjadi
penghalang antara dirinya dengan Axello. Sudah cukup Alyra melewati banyak hal dari mantan palsunya yang dicintainya menyamar sebagai Axello lumayan agak mirip ternyata si Marchello berkhianat padanya. Sampai sekarang pun Alyra tidak bisa melupakan kejadian hal itu. Antara Alyra sudah move dari Marchello atau masih tidak bisa menerima jika sebenarnya Axello tidak pernah mencintainya hanya karena wajah mereka berdua sama.

Sialan! Alyra tidak bisa dirinya dipermainkan seperti ini. Marchello yang menipu perasaannya lalu Axello mengacuhkannya begitu saja, dan parahnya mereka berdua kebetulan juga bersepupu. Alyra sungguh tak akan menyangkanya dengan hal itu. Akan tetapi Alyra tetap tak bisa menerimanya. Baginya terlalu kejam sampai Alyra bingung harus bagaimana melupakannya.

Sedari tadi yang Alyra hanya menatap buku kosong sambil mengingatnya dengan berulang kali ketika Axello menjadi guru privatnya sembari memberitahukan penjelasan di buku padanya saat pulang sekolah bersama lalu Marchello yang menunggunya di gerbang, membuat Alyra seakan mengalami reka ulang dengan moment indah itu sesaat di dalam otaknya, hingga semuanya berakhir dalam sekejap mata ketika kenyataan menyadarkan Alyra untuk terbangun dari mimpinya.

Sikap dingin Axello yang acuh itu saat waktu disekolah kemarin membuatnya terus kepikiran. Apa gue salah ya? Kayaknya iya gara-gara Bima tadi sih! Gue mana tahu kalau dia akan seperti itu. Decak batin Alyra membentur kepalanya di meja sebentar, demi menghilang ingatannya yang merasa sangat bersalah. Lalu ia mencoba mengalihkannya dengan fokus belajar namun tetap saja sia-sia semakin Alyra stress menghadapi persoalan-persoalan masalahnya yang kian menumpuk.

Jujur selama ini Alyra juga sadar dia mungkin telah melakukan banyak kesalahan. Dimulai dari Axello yang terganggu oleh kehadirannya yang muncul begitu saja, lalu membuat kesalahan pahaman yang cukup besar dan mengunduh Axello telah memanfaat dirinya padahal Axello tak melakukan apapun tapi Alyra terlanjur berkata seperti itu menyinggung perasaan lelaki itu. Jadi wajar saja kemungkinan kecil Axello sulit menerimanya kembali sebagai nama pertemanan demi merajut hubungan yang lebih baik. Rasanya hal itu cukup sulit jika cowok itu mau mengiyakan dengan mudahnya begitu saja.

Tak lama kemudian Ale yang datang menghampirinya tadi berjalan kemari sambil mengomelinya membuat kepala Alyra bertambah pusing ketika cowok itu mengatakan sesuatu yang membuatnya semakin malas.

Dengan memberikan ejekannya pada cewek itu Ale tak segan untuk berkata pedas mencibirnya tentu saja Alyra yang ingin malas menanggapi jadi ikutan terpancing dan tidak terima jika dirinya dikatakan lebih dungu. Padahal Alyra juga sempat belajar tadi, tapi Ale masih saja menghinanya tanpa alasan yang jelas karena kesal padanya.

"Sudah cukup Ale! Kamu sungguh keterlaluan pada Alyra! Dia itu lagi belajar tahu bukan butuh ceramahan mu! Jangan ganggu dia!!" ucap om Hisza, ayahnya Ale yang salah paham mengira Ale telah bertindak keras pada Alyra hanya karena melihat tangan Ale menarik telinga cewek itu seolah menjewernya.

"Iya om! Ale kejam banget sama aku. Masa aku disakitin terus sih kayak gini. Kupingku hampir putus nih om dengarin mulutnya dia berisik banget!!" sahut Alyra membenarkannya dengan wajah tersakiti.

"Gak Pah! Jangan percaya sama dia! Ale gak maksud gitu. Dia sendiri tadi jewerin--." sergah Ale sembari lantas menyembunyikan tangannya tadi dengan cepat. Namun Hisza yang sudah salah sempat melihat Ale melakukannya membuat dia tak percaya begitu saja. Sedang Alyra menampilkan cengiran kecilnya dengan senyum aneh.

Mata tajam Hisza kemudian beralih beberapa detik terfokus ke arah dahi Alyra yang juga terlihat memerah. Membuatnya semakin yakin bahwa Ale lah pelakunya. Meski Ale tak tahu apa-apa dia telah berbuat sesuatu pada gadis itu.

"Ale kamu itu benar-benar ya!? Mau sampai kapan kamu gak pernah bisa akur sama Alyra? Ini lihat kamu kan yang udah nyakitin dia sampai kepalanya juga ikutan benjol begini? Papa yakin pasti kamu orangnya!!" tuding Hisza. Ale terkejut saat mendengarkannya.

"Gak lah! Orang Ale gak macam-macam, ngapain juga sampai harus pegang dia aja najis banget buat Ale!!" jawab Ale mendecih tak terima jika dirinya terus dituduh oleh Ayahnya sendiri tanpa bukti kesalahan yang nyata.

Hisza berdecak begitu mendengar perkataan tajam anaknya sendiri. Alyra memanyunkan bibirnya sebentar ketika Ale memelototinya sadis sambil berkata sinis begitu tadi. Mungkin entah Ale agak trauma bersentuhan dengan soal wanita lain karena Hisza dulu pernah membawanya namun Ale terlanjur membencinya, saat wanita itu mencoba berkenalan sempat memaksanya berpegangan.

"Mulai sekarang Alyra harus satu kelas sama kamu! Biar kamu gak repot lagi bolak balik pindah ke kelasnya dia,," Ale pun melotot terkejut saat mendengar penuturan sang ayah yang seenaknya ingin memerintahkan dirinya hanya demi cewek itu yang kini hampir berjingkrak kegirangan melihat Ale mulai kesulitan berhadapan dengan ayahnya sendiri.

"Tapi Pah itu bukan urusannya A---?!"

"Pilih mana yang kamu turun kelas dari unggulan ke kelas bawah atau harus mau satu kelas sama Alyra gimana?" Hisza tak memberikan Ale sebuah pilihan lain untuk menentangnya. Mau tidak mau Ale harus terpaksa menurutinya agar cepat selesai.

"Serah Yah males aku kalau disuruh mikirinnya!!" dengus Ale pelan. Alyra menyengir lebar diam-diam sambil mulai membayangkan kalau dia akan sekelas dengan yang lain temannya Ale si cowok gondrong lebih tepatnya.

"Lagi pula kan ada aja teman-teman mu yang lain lebih pintar berguna daripada kamu dia pasti bisa mau ngajarin Alyra juga, terus belajar bersama tanpa Alyra harus sama kamu lagi setiap waktu sibuknya main protes Mulu bosan Papa lihatnya gak ada hasilnya ini Alyra gara-gara kamu!!" tunjuk Hisza tajam. Ale sedikit terkesiap lalu memutar bola matanya jengah memang ayahnya itu kadang terlalu berlebihan dalam membandingkan dirinya dengan orang lain. Tapi Ale sudah biasa karena sedari dulu Alyra lah yang sering diperhatikan bukannya Ale adalah anak kandungnya mungkin ini juga kesalahan Mamanya sendiri membuat Ayah jadi sedikit tak suka padanya. Meski begitu Hisza tetap mengakuinya sayang sebagai anak kandungnya sendiri.

"Makasih ya Pih! Akhirnya Alyra bisa satu kelas sama Ale. Kita bisa sebangku juga kan?" tanyanya lebih tepatnya berbicara pada Hisza. Ale benar-benar mendengus jengkel begitu dirinya harus terlibat dengan cewek itu.

"Bisa dong sayang. Semuanya apapun akan Papih urus untuk kamu biar kamu enggak sedih lagi Papih ikut senang kalau kamu suka,," senyum Hisza sambil membalasnya ketika Alyra memeluknya dengan senang.

"Halah bilang aja maunya sebangku sama Axello bukan gue cih!!" gumam Ale kesal saat mengingat dia juga semeja dengan cowok gondrong itu. Tapi, Alyra mulai memikirkannya dengan niatan rencana lain seakan ingin mengusirnya dari tempat duduk bangkunya dengan temannya itu saat nanti mereka bertemu di sekolah dalam kelas yang sama

TBC....

Semoga suka dan terhibur....

Harap maklum typos bertebaran......!!!!

VOTE KOMENT YAA!!





Mylovelly Where stories live. Discover now