09. JALAN-JALAN

66 4 0
                                    

Happy reading

***

"Udah selesai syutingnya?" tanya Erlangga ketika Angelica menghampirinya. Gadis itu sudah berganti pakaian menjadi pakaian santai.

"Udah. Besok baru sampe tengah malem," jawab Angelica, duduk di sebelah Erlangga dan meminum air milik Erlangga.

Erlangga memperhatikan Angelica hingga gadis itu selesai minum. "Jalan-jalan, yuk," ajaknya dengan nada yang lembut.

"Boleh." Angelica mengangguk. "Mau jalan-jalan ke mana?"

Erlangga nampak seperti berpikir. Namun setelahnya dia mengedikkan bahu, yang membuat Angelica menabok lengan kekasihnya. Kalau tidak tahu kenapa harus berpura-pura berpikir?

"Aku ngikut kamu aja deh, Babe. Aku gak tahu tempat yang bagus," balas Erlangga disertai dengan cengiran khasnya.

Angelica memutar bola mata malas. Kebiasaan buruk Erlangga adalah mengajak tapi tak tahu tempat yang mau ia kunjungi bersama orang yang diajaknya.

Walau begitu, Angelica tetap saja menyayangi lelaki ini.

"Aku lagi pengin mi ayam. Tahu mi ayam yang pernah kita makan di dekat pertigaan sekolah gak? Inget pasti," tebak Angelica. Erlangga mengingat-ingat sebentar, lalu mengangguk.

"Eh, tapi kamu gak takut, Babe?"

"Takut kenapa?"

"Emm, kamu kan lagi digosipin, takutnya kalo makan di jalanan gitu--"

"Gak masalah kali. Lagian aku ke sana mau makan, bukan buat interview. Kalo ada yang gitu, nanti aku laporin karena merusak kenyamanan aku makan. See? Gak apa-apa, 'kan?" tanya Angelica. Masa iya sudah diajak untuk jalan-jalan tapi hanya ke tukang mi ayam Erlangga tidak mau.

"Gak apa-apa, sih. Nanti aku jaga kamu deh," balas Erlangga.

Angelica tersenyum mengejek. "Emang harusnya gitu, 'kan?"

Erlangga hanya menggeleng kecil dan mengusap kepala Angelica pelan. Setelahnya mereka bangkit untuk menuju tempat mi ayam yang pernah dikunjungi beberapa tahun lalu.

***

Benar kata Angelica. Tak ada yang mendekatinya, apalagi wartawan karena gosip Angelica tak semengerikan tahun di mana dirinya lumpuh.

Angelica mencari tempat duduk sedangkan Erlangga memesan mi ayamnya. Setelah selesai memesan, lelaki itu duduk di hadapan Angelica dan membuka maskernya.

"Lumayan rame. Tapi mereka gak kenal kamu apa gimana kok pada diem, ya?" tanya Erlangga merasa heran.

"Ya, gak semua orang yang ketemu sama aku harus foto juga kali. Kebanyakan dari mereka menjaga privasi. Kalaupun ketemu dan minta foto, paling setelah makan dan itu pun mintanya baik-baik. Kalau gak, ada aja anak muda yang iseng videoin terus upload di sosial media. Aku sih bodo amat, ya, karena makan di mana aja."

Penjelasan panjang lebar dari Angelica membuat Erlangga terdiam. Pacarnya itu memang selalu bisa membuatnya terkagum.

Walaupun bisa dibilang Angelica tengah naik daun, tetapi dia tetap bisa hidup sederhana dan tak pernah menanggapi apa kata orang.

Bukannya tak peduli, tetapi Angelica lebih menghargai usahanya sampai detik ini daripada menanggapi mereka yang hanya bisa berbicara tanpa tahu kebenarannya. Hidup Angelica, dia yang menjalani. Mau bahagia atau tidak, biarkan itu menjadi urusannya.

Kalau mau ikut campur ya silakan, Angelica sama sekali tidak melarang. Namun jika sudah keterlaluan, Angelica bisa saja bersikap tegas.

"Ini mi ayamnya, Mbak, Mas," ucap penjual mi ayam itu yang baru saja mengantarkan pesanan Angelica dan Erlangga.

"Terima kasih, Pak."

Mereka pun mulai memakan mi ayam itu setelah memastikan si penjual kembali ke tempatnya dan sudah mengambil sendok serta garpu.

Makan mi ayam malam-malam begini, apalagi dengan langsung makan di tempatnya, itu terasa jauh lebih enak menurut Angelica.

Namun, ketika mereka tengah memakan mi ayam, tiba-tiba saja seseorang datang dan menyapa keduanya, "Hai, Ngel? Ngga? Gue boleh gabung?"

Seketika Angelica mendongak, begitu juga dengan Erlangga. Dia Gianti Puja Lestari, gadis yang sudah lama bersahabat dengan Erlangga, dan pernah bersama dalam artian berhubungan lebih ketika keduanya mengkhianati Angelica.

Namun sudah lama tak melihat gadis itu, membuat Angelica tertegun. "Hai, Gi. Lo ngapain di sini?" tanya Angelica.

Gia terkekeh, "Beli mi ayam, lah. Ngapain lagi?" Senyuman Gia mengembang. "Tapi tadi gue lihat ada lo sama Langga, jadi gue minta gabung. Boleh?"

"Oh, boleh. Duduk aja di samping Langga," kata Angelica yang langsung dilaksanakan oleh Gia.

Tanpa kata, Gia duduk di sebelah Erlangga yang terdiam. Sudah lama sahabatnya itu menghilang, mengapa tiba-tiba datang?

"Kalian makan berduaan, emang gak ada yang marah?" tanya Gia pada Angelica dan Erlangga.

Seketika Angelica tersedak. Dia pun segera mengambil minumnya, lalu meneguknya hingga dirasa membaik.

"Marah? Siapa?" tanya Angelica pura-pura polos. Padahal ia tahu siapa yang Gia maksud.

"Laskar. Terakhir yang gue tahu, lo jadian sama Laskar."

"Mereka udah putus," celetuk Erlangga santai, membuat Angelica menaikkan kedua alisnya. "Dan gue balikan sama Angel."

Gia membulatkan mulutnya mengerti. Dia menatap Angelica dan Erlangga secara bergantian. Lalu berkata, "Gak usah pada tegang gitu kali. Gue gak akan ngebahas gosip yang katanya Angel mendua, kok. Tapi kalo emang bener sih gak masalah buat gue. Iya, 'kan?" sindir Gia yang merasa sudah tahu.

"Lo dari mana aja baru muncul sekarang? Setiap gue ke rumah lo, kata mama lo, lo gak ada," tanya Erlangga tiba-tiba, menoleh ke arah Gia bermaksud mengalihkan pembicaraan.

Namun, tanpa Erlangga sadari ucapannya itu diartikan lain oleh Angelica, seakan Erlangga sudah mencari Gia ke mana-mana.

"Gue? Gue sibuk ngurusin butik Mama yang ada di sini, sih. Keluar pun jarang. Kalau urusan ketemu lo, gue belum siap aja. Terakhir kita putus hubungan persahabatan gara-gara gue yang ngerasa dikhianatin sama lo. Harusnya gue biasa aja. Kan gue cuma sahabat lo dari dulu," sindir Gia lagi dan tepat sekali mengenai Erlangga, membuat lelaki itu menghela napasnya.

Erlangga menatap jelas manik Gia. Manik yang sudah lama tak dilihat dalam jangkauannya.

"Soal itu, kan gue udah pernah minta maaf. Lo juga udah maafin. Tapi, gue minta maaf lagi sama lo. Ya? Please, kasih gue kesempatan buat jadi sahabat lo lagi," ucap Erlangga yang sama sekali tak mempedulikan Angelica. Lelaki itu meraih tangan Gia dan menggenggamnya.

Gia menatap Angelica dengan tatapan seolah mengejek. Erlangga-nya tetaplah milik Gia, kira-kira seperti itu penggambaran raut yang Gia tunjukkan.

"Kita tetap sahabatan, kok. Mulai sekarang lo boleh main ke rumah gue."

"Serius?"

"Hm. Sekalian ajak Angel juga," balas Gia yang tersenyum ke arah Angelica.

Erlangga pun terlihat senang bukan main. Lalu, Erlangga bertanya, "Lo ke sini naik apa?"

"Naik ojek sih tadi."

"Kalo gitu pulang bareng gue sama Angel, oke?" Erlangga mengalihkan pandangannya ke arah Angelica. "Gapapa kalo kita pulang bareng Gia, 'kan, Babe?"

Angelica hanya tersenyum kecil. "Gapapa, kok."

[To be continue]

Jangan lupa tinggalkan jejak.

Semoga suka sama cerita ini.

PRIMADONA 2 : KARMA KEDUANơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ