Angga masih di ranjang, disuapi bubur yang Shena beli di pasar pagi-pagi sekali. "Maaf. Bilang sama Mama dan Azka, aku minta maaf."

"Nggak masalah. Mereka udah nganggep kamu keluarga." Detik setelahnya, Angga kembali bungkam. Hal ini menyadarkan Shena bahwa Angga kini lebih sensitif. Ia tidak bisa menyebut kata 'keluarga' dengan enteng. Karena itulah sumber masalah Angga selama ini.

"Aku nggak punya keluarga sekarang, Shen."

"Ada aku, Mama, Papa, sama Azka."

Angga tersenyum, kembali bersuara. "Maaf aku ngecewain. Terimakasih ya."

Dengan tulus, Shena meletakkan mangkok berisi bubur itu dan menghambur ke dalam dekapan Angga. Rasanya tidak berbeda, masih hangat. "Nggak perlu. Semuanya sudah terjadi, kita bisa apa? Yang penting, dari diri kamu sendiri harus ada keinginan buat bangkit. Buat nggak menyerah, nggak putus asa. Tunjukin siapa Erlangga Nicholas Saputra yang sebenarnya."

Butuh waktu satu tahun untuk mengembalikan Angga yang ceria. Selama itu pula, Shena turut serta menemani sesi konsultasi Angga dengan psikiater bernama Endang Vikolista. Semuanya yang telah mereka usahakan ternyata tak pernah mengkhianati hasil. Semua lelah akhirnya terbayarkan. Shena sangat lega, karena Angga berhasil keluar dari lubang hitam yang dulu dengan perlahan menggeorogoti tubuh dan mentalnya.

Sebuah perjalanan yang tak mudah. Angga dan Shena, dalam proses menyembuhkan diri, banyak mengalami rintangan. Ada berbagai pertikaian kecil hingga yang paling besar. Namun, semuanya bisa diatasi dengan pikiran saling terbuka dan memaafkan.

"Kuliah kamu gimana?" Angga tengah duduk di salah satu kursi cokelat dengan pakaian santainya, mengenakan topi dan masker agar tak banyak orang mengenalinya. Karena ia belum memutuskan untuk kembali ke dunia entertain. Meski, rencana itu sudah ada beberapa minggu yang lalu. Mereka tengah berada di salah taman bermain di Jakarta. Mereka telah memainkan hampir delapan puluh lima persen wahana yang ada di sini. Saatnya mengisi perut dengan makanan sembari berbincang pelan.

Shena, yang duduk di hadapan Angga mengenakan kaos biru yang dipadukan dengan celana santai hitam bergaris putih. Ia melirik Angga sambil tersenyum kecil. "Hampir selesai. Mungkin Januari tahun depan sudah sidang dan wisuda."

Mendengar kata itu lantas membuat netra Angga berbinar. "Oh ya? Selamat, Shena. Aku selalu percaya kamu pasti bisa."

"Apasih, haha, biasa aja. Kamu gimana?"

"Yaah," Angga kemudian menyandarkan punggungnya dan menatap pemandangan di luar kafe kecil dekat dengan wahana kolam renang. "Aku mulai bisa nerima semuanya. Nggak lagi benci atau marah sama dunia."

Shena tersenyum tulus. "Bagus! Aku seneng banget dengernya. Oh ya, rumah lama kamu, udah ditempatin sama Evan?"

Angga mengangguk, "Besok. Evan bakalan dateng ke Jakarta besok siang. Aku mau jemput dia di bandara, kalau kamu ada waktu, ikut ya?" pertanyaan itu segera dibalas anggukan cepat oleh Shena. Rumah Angga yang dulu menyimpan semua kenangan, kini kembali kosong. Tidak ada apa-apa. Sofia telah pergi, entah ke mana, yang jelas Angga belum mau menemuinya meski ia sudah memaafkannya. Sebagai gantinya, Evan Pradipta dengan senang hati akan menempati rumah yang diberika Angga dengan cuma-cuma. Evan juga mendapat pekerjaan tetap, sebagai asisten Angga nanti ketika ia sudah kembali dalam dunia glamornya.

"Mau. Besok kita ajak Evan ke kafe biasa, atau keliling Jakarta."

"Siap, Princess."

Mereka kembali fokus menyesap minuman rasa cokelat dan strawberry itu hingga tandas, tak bersisa. "Ayo! Ke wahana mana lagi, kita?" ujar Shena, kembali bersemangat seusai mengisi ulang energi.

"Shen, makasih, makasih, makasih, makasih banyak."

"Angga!"

"Thank you. Tanpa kamu mungkin aku sudah mati dan jadi mayat."

Segera, ia menggenggam tangan Angga dan berkata, "Aku hanya pemberi motivasi. Orang yang berhasil nyembuhin diri kamu ya itu kamu sendiri, Angga. Niat kamu besar, tekad kamu kuat. Pantang menyerah. Aku suka, dan aku bangga sama kamu."

"Dan semua ini juga terjadi karena ada kamu di samping aku."

"I know. Ya udah yuk, kita ke wahana komedi putar mau nggak?"

Setelah memeluk Shena dan mendaratkan ciuman di keningnya dengan singkat, Angga menggeleng. "Nggak!"

"Dih! Ya udah ke rumah hantu aja!"

"Makin ogah!"

***

[Picts from Pin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Picts from Pin. All rights reserved]

Double update today!
Happy Weekend!
🤍

I Am PlutoWhere stories live. Discover now