"Bang Dirga ... kemana?"

Daniel menoleh, memastikan bisikan pelan tersebut memang datang dari mulut Qila, "Gak tahu nomornya gak bisa dihubungin."

"Gak usah dipikirin." Saka menutup mata Qila dengan telapak tangannya, lalu tak lama mengelus kening gadis itu agar cepat terlelap.

"Marah sama aku?" tanya Qila lagi.

Daniel mendengkus, "Yang harusnya marah itu elo bukan dia."

Sengaja menegaskan dan mengingatkan pada Qila perkara janji yang Dirga ingkari beberapa waktu lalu. Jika tidak ditahan Saka, mungkin Daniel akan meninju wajah Dirga dan mendatangi apartemennya saat itu juga.

Semua tidak tahu bagaimana cara berpikir Dirga saat ini. Dulu, diantara orang rumah yang memilih tak acuh pada Qila hanya Dirga yang masih menunjukkan rasa peduli, terkadang Dirga juga lah yang membela Qila saat dimarahi Akbar.

... Kenapa rasanya Dirga semakin jauh dari Qila?

Pegal di pundaknya membuat Qila mengeluh pelan. Saka menggeser tubuhnya agar lebih berdempet dengan pintu mobil, begitupun Daniel.

"Sini." Saka menepuk pahanya, membaringkan kepala Qila agar lebih bisa nyaman tidur.

Daniel tahu sejak semalam Qila tidak bisa tidur, lampu kamarnya menyala dan baru padam pukul 5 pagi tadi. Lagipula siapa yang bisa terlelap tidur semalam? Semua dilanda cemas, ah, mungkin ada satu orang.

Akbar melirik pada spion tengah mobil, memperhatikan dan mendengarkan percakapan putra-putrinya tanpa berusaha masuk ke dalamnya. Sudahlah, Akbar tidak ingin membuat suasana menjadi buruk karena sikap 'sok asik' miliknya.

Daniel melepas jaket yang dikenakannya dan menyampirkan pada tubuh Qila, ia lalu melihat Saka sedang mengamati wajah Qila.

"Kenapa?"

Saka menggeleng, ia sudah berjanji untuk tidak mengungkit perihal luka di punggung Qila, saat ini mungkin masih bisa Saka tahan, ia akan percaya bahwa Qila sudah tidak lagi menyakiti tubuhnya.

"Lo gak masalah bolos basket hari ini?"

"Hm." Saka bergumam. "Lo gak ikut pengayaan?"

"Kalau jadwal pengayaan gue bentrok sama kemo gue bisa minta jadwal pengganti ke guru piket."

Lalu setelah itu hening.

Semua kembali sibuk dengan urusan masing-masing. Bergelung dengan pemikiran jahat dan kemungkinan terburuk yang akan mereka hadapi setelah ini.

"Qila pasti sembuh." Akbar memecah lamunan Daniel dan Saka yang tersentak dibelakang. "Meskipun terlambat tapi ayah akan selalu berusaha untuk mencari pengobatan terbaik buat Qila."

***

Qila merasa dunianya seolah berputar cepat. Perutnya seakan terkocok dan minta untuk segera dikeluarkan. Tapi karena matanya terlalu berat untuk dibuka ia memilih untuk kembali tidur dengan peluh dingin yang mulai melingkupi wajahnya.

Dokter Arini masuk ke dalam ruang inap Qila, ia tersenyum menenangkan dan menatap satu persatu orang yang ada di ruangan.

"Qila nya dibiarkan istirahat dulu ya, jangan dibangunkan karena obat kemoterapi memerlukan waktu kurang lebih 48 jam di dalam tubuh agar bisa bereaksi," ujar Dokter Arini.

"Ada hal lain yang perlu diperhatikan, dok?"

"Mungkin saat ini itu saja ya, nanti akan wajar kalau Qila merasa mual dan pusing, karena biasanya pasien akan muntah sebagai respon tubuh. Lalu tolong diperhatikan untuk tidak melakukan kontak langsung apalagi ketika kamar mandi habis digunakan Qila ya, obat kemo biasanya dikeluarkan melalui cairan tubuh, cuci tangan dengan baik setelah menggunakan toilet."

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now