| PART 8 | BERADA DI KAMAR ORANG NO.2

1.4K 177 6
                                    

Siang telah berganti malam, matahari telah bersembunyi karna ingin memberikan kesempatan pada bulan untuk bersinar.

Di sebuah ruangan tepatnya ruang tamu duduk tujuh pria dengan warna rambut beragam sedang mendiskusikan rencana yang mereka buat tadi pagi dan akan di laksanakan malam ini.

"Aku tidak mau tau para penghianat itu harus ada di hadapanku hidup-hidup" ucap Mikey menyelesaikan diskusinya.

"Sanzu? Bagaimana dengannya?" Ucap Kokonai setelah menyimak panjang lebar tentang rencana malam ini.

"Biarkan dia istrahat." Sahut Izana.

"Lalu gadis itu?" Satu pertanyaan dari Ran membuat keadaan hening mendadak.

"Intinya lakukan semua rencana itu dengan baik, aku tak mau para tikus itu melarikan diri lagi."

Mikey seakan tak mempedulikan soal pertanyaan Ran tadi dan memilih kembali ke kamarnya, mengunci dirinya sendiri.

"Seharusnya kau tak bertanya tentang gadis itu disini" ucap Kokonai melangkah pergi meninggalkan uang-uang yang ia hitung berserakan di atas meja. Toh, mereka kan kaya.

"Aku mau masak makan malam" ujar kakuchou bangkit dari duduknya dan melangkah ke dapur.

"Rokokku habis" ucap Shinichiro yang juga melangkahkan kakinya pergi.

Seluruh anggota kembali ke tempatnya masing-masing tersisa Ran dan Rindou yang saling diam-diam-an.

"Rin, jenguk Sanzu yuk" ajak Ran yang otaknya tumben memikirkan partnernya itu.

Rindou melirik sebentar. "ayo"

Kedua pergi melangkah menuju kamar Sanzu yang ada di lantai dua kamar no.2 dengan pintu berwarna maron.

Saat dibuka keduanya mematung melihat pemandangan di depannya itu. Gadis yang tadinya berteriak bak orang gila kini duduk di samping ranjang sembari menidurkan kepalanya di atas tubuh Sanzu.

Kakak adik itu saling memandang satu sama lain. "Panggil Mikey ke sini" ucap Ran.

"Untuk apa memanggilnya?"

"Panggil saja. Ah, tidak, panggil semuanya ke sini, itu lebih baik."

Rindou mengangguk saja dan pergi memanggil semua anggota untuk melihat pemandangan ini.

•••🍁•••

Dengan kamar yang sama dan suasana yang sama hanya saja langit telah berubah menjadi malam. (Name) terbangun dan kembali mendapati dirinya ada di kamar yang sama seperti tadi pagi.

Matanya menelisik seluruh sudut kamar.

"Apa... Traumaku kambuh lagi?" Monolognya saat mengingat kejadian tadi pagi yang dimana rasa trauma di dalam dirinya kembali bangkit.

Tak lama setelah itu wajah (name) seakan terkejut bercampur panik, matanya mencari sosok seseorang di kamar ini tapi tetap saja tak ada siapapun disini selain dia.

"Aku harus mencarinya"

(Name) menyibakkan selimutnya, kakinya melangkah keluar, dia tak peduli akan bajunya yang sudah berganti pikirannya saat ini hanya tertuju pada pria tadi pagi yang dipukul oleh pria lain.

Untung saja saat (name) di seret masuk ruang kurung ia sempat melihat kemana pria yang di pukul di bawa.

Tubuhnya berhenti pada pintu berwarna maron ada ukiran nama di sana bertuliskan Sanzu Haruchiyo.

Tangannya dengan gemetar membuka pintu itu dan nampaklah sosok pria bersurai pink sedang terbaring di atas ranjang dengan perban di kepalanya.

Seketika otaknya memperlihatkan keadaan ibunya yang sama persis seperti yang di alami pria itu, tanpa ragu (name) masuk tak lupa menutup pintu.

Dia duduk di samping ranjang melihat dengan teliti wajah yang berhiaskan luka.

Tapi yang paling menarik atensinya adalah bekas luka di kedua bibir pria itu, tangannya terulur mengusap lembut sudut bibir dengan luka.

Matanya berkaca-kaca, mati-matian ia menahan tangis. Sungguh, dia paling rapuh saat melihat seseorang terkulai tak sadarkan diri hanya karna dia, itu mengingatkan akan kakaknya yang juga menyelamatkannya dari siksaan Haru dengan nyawanya sebagai gantinya.

"Hiks... Maaf..." Lirihnya menundukkan kepala.

"Seharusnya aku tak ada disini, seharusnya aku langsung pergi saja..maaf"

Tanpa sadar air mata kembali membasahi pipinya, matanya mulai sayu, ngantuk menjalar ke seluruh tubuhnya.

(Name) membaringkan kepalanya di atas tubuh Sanzu dengan posisi masih terduduk. Tanpa ia sadari Sanzu mendengarnya, Sanzu sadar sedari tadi.

Kelopak mata itu terbuka menampakkan manik zambrud alami. Bulu matanya yang lentik, garis rahang yang tegas walau terdapat memar di wajahnya itu tak mengurangi ketampanan seorang Sanzu Haruchiyo.

"Gadis bodoh. Aku yang seharusnya minta maaf" ucapnya pelan karna menyadari gadis di sampingnya sudah tertidur.

Tak lama pintu kembali terbuka Sanzu cepat-cepat menutup matanya lagi.

•••🍁•••

"Aniki, semuanya sudah ku panggil" ucap Rindou berjalan mendekati Ran dengan anggota Bonten di belakangnya, terkecuali Mikey.

"Kenapa kau memanggil kami?" Tanya Kokonai bingung.

"Dari pada aku menjelaskan lebih baik kalian lihat sendiri" ucap Ran menyingkir dari ambang pintu memberi kesempatan pada yang lain untuk melihat apa yang ia lihat.

Semuanya mendekat ke ambang pintu. Sama seperti adik kakak tadi, wajah mereka nampak terkejut melihat gadis itu.

Mereka semua saling memandang tanpa berbicara.

"Biarkan saja. Ayo, ada misi yang harus kita selesaikan" ucap Shinichiro berjalan pergi.

"Apa Sanzu kita tinggalkan?" Pertanyaan bodoh keluar dari mulut Kokonai.

"Tidak. Sanzu kita lempar, ya kita tinggal lah, tidak mungkin kita akan membawanya dalam keadaan tak sadarkan diri. Bodoh" cerca Ran di depan wajah Kokonai.

"Bicara biasa saja air liurmu mengenai wajahku." Rutul Kokonai mengusap wajahnya.

"Cepatlah, Mikey sudah menunggu di mobil" lerai Izana yang berjalan di tengah-tengah Ran dan Rindou.

Semua anggota Bonten keluar mendapati 2 mobil BMW terparkir di depan gerbang mansion mereka.

Pintu mobil dibuka memperlihatkan pria dengan Surai putih seputih salju sedang duduk memakan Taiyakinya, entah berapa lama ia menunggu.

"Kau sudah menunggu lama?" Tanya Shinichiro duduk di jok depan sebagai pengendara.

"Menurutmu?"

Shinichiro diam. Saudaranya ini sedang dalam mood tak baik, akan lebih baik tidak di ganggu.

Dua mobil BMW itu segera keluar menjauhi pekarangan mansion. Angin malam semakin berhembus kencang, langit berbintang perlahan ditutupi oleh awan gelap menandakan akan turun hujan.

•••🍁•••

Malam semakin larut kini pukul 23.50, 10 menit lagi akan tengah malam. (Name) membuka matanya, tubuhnya serasa tidur di atas sesuatu yang empuk.

Tubuhnya bangun dan mengubah posisinya menjadi duduk, kepalanya menoleh ke arah samping dan tak mendapati siapapun di sampingnya.

Dan disitulah ia tersadar bahwa kamar ini bukanlah kamarnya melainkan kamar dari pria yang ia kunjungi tadi. Lalu kemana pria itu pergi?

"Dimana pria itu? Dia kan belum sembuh total"

(Name) segera turun dari ranjang keluar tapi langkahnya terhenti saat mendengar suara gemericik air dari dalam kamar mandi.

"Apa dia mandi?" Monolog (name).

Mungkin terlalu fokus akan pikirannya gadis itu sampai tak sadar Sanzu sudah keluar dari kamar mandi dan hanya memakai handuk kecil untuk menutupi area privasinya.

"Kau sudah bangun?"

___ B O N T E N X R E A D E R S ___

The Beautiful Girl Belongs to Bonten|| Bonten x Readers ( HIATUS )Where stories live. Discover now