4 : Lebih Baik Break

10.8K 1.6K 40
                                    

Udah lama banget yaa ngga update. Semoga ngga lupa ceritanyaa yaa huhu

4 : Lebih Baik Break

Arsya pacaran dengan Miwa nyaris sepuluh tahun. Dan, sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar. Mereka tumbuh bersama, melakukan hal-hal untuk pertama kali bersama. Arsya dengan segala keterbatasan waktunya bertemu Miwa yang yang terlalu menikmati kehidupan dewasa muda yang mengharuskannya mandiri. Banyak hal-hal yang terjadi diantara mereka dan segalanya begitu bermakna. Tidak mudah menepis perjalanan kebersamaan mereka begitu saja.

"Aku bener-bener merasa keluarga kamu nggak menghargai Ayah dan Ibu, Sya," Miwa kembali membuka suara. Keduanya kini berada di taman belakang gedung perkantoran Arsya, CBN TV. Setelah emosi dan kekecewaannya mereda, Miwa memutuskan untuk menemui Arsya dan membicarakan segalanya.

Arsya hanya menarik napas panjang, tak menyangka bahwa pilihan Miwa akan begitu kuat begini, mengalahkan keinginannya untuk bersama.

"Aku udah nggak tahu lagi harus gimana dihadapan Ayah dan Ibu," Miwa mengalihkan pandangan. Sungguh, untuk masalah kepastian hubungannya dengan Arsya ... Miwa merasa sudah gagal menjadi anak. Bagaimanapun, keputusan sepihak yang dilakukan keluarga Arsya sudah mulai melukai harga diri keluarganya.

"Aku minta maaf atas keputusan sepihak Papa. Tapi, Miw, perasaanku nggak berubah sama sekali."

Jika biasanya Miwa tanpa ragu mengangguk karena memang rasa sayang Arsya sebesar itu padanya, kali ini dia memilih menggeleng. "Aku nggak bisa lihat apapun lagi dalam hubungan ini."

Arsya tersenyum pias, merasakan kekecewaan yang sama mulai muncul sama besarnya di dalam hatinya. Meski mencoba mengerti bahwa ini hanya emosi sesaat Miwa atau ledakan kekecewaan Miwa dari dua tahun lalu. Ia begitu paham, mungkin inilah bom dalam hubungan mereka. Dia ingin membela diri, mengatakan bahwa Miw atak seharusnya melempar segala kesalahan padanya saat ini. Dia ingin meminta Miwa untuk bersabar. Namun, semuanya terasa tak lagi berarti.

Ditatapnya gadis di sampingnya itu dengan nanar. Miwa tak terbiasa menangis, tapi kali ini gadis yang dia akui begitu dia sayangi berlinang air mata. Sekalipun sudah tertangkap oleh mata Arsya, Miwa tetap menahan diri untuk tak menangis.

"Aku capek."

Hanya dua kata yang berhasil membuat segalanya menjadi lebih rumit. Memusingkan. Menghentak-hentak pertahanan Arsya yang tadinya ingin merayu Miwa lagi untuk mempertimbangkan keputusannya. Laki-laki itu tak lagi berani menatap Miwa ketika isak tangis gadis itu mulai terdengar.

"Aku capek banget, Sya. Kita putus aja. Please. Ini udah nggak benar."

Miwa tak pernah memohon kepadanya. Selama ini Arsya selalu memenuhi apapun kebutuhan Miwa tanpa dia minta. Ini pertama kalinya dia begitu sakit mendengar suara Miwa.

Dikepalnya tangannya kuat-kuat.

Kemudian, ia sudah tak tahan lagi. Bergerak mendekat, dibawanya tubuh Miwa untuk dipeluknya karena tangis Miwa tak kunjung reda. Mereka tak lagi malu pada orang-orang yang berlalu lalang. Gadis itu tak balas pelukannya, hanya sibuk dengan tangisannya.

"Maaf."

Miwa menggeleng cepat. Dia tak bisa lagi memaafkan Arsya. Menurutnya, ini sudah mulai keterlaluan. Dia tak lagi merasa berharga dan mempertanyakan harga dirinya sepanjang waktu. Kepalanya penuh dengan asumsi kenapa keluarga Arsya tak kunjung menerimanya dengan tangan terbuka. Mereka seolah diuji-uji, agar mereka lelah kemudian berpisah.

Dia tak akan ragu lagi untuk memberikan apa yang keluarga itu minta. Miwa telah mundur karena tahu betul, Arsya tak akan mundur.

"Aku boleh nggak dihargain sama keluarga kamu, Sya. Tapi jangan Ayah dan Ibu. Mereka nggak salah apa-apa."

We Have To Break Up | ✓Where stories live. Discover now