Bagian 13 : Tidak Adil

Mulai dari awal
                                    

Karto terperangah. Apa yang sudah terjadi pada kedua orang tuanya?

"Sekarang kau tidak bisa menolak atau menghindar lagi. Kami tetap akan menikahkan kau dengan Carla itu."

"Apa?" Karto mulai protes. "Tapi mengapa aku tidak—"

"DIAM KAU ANAK NAKAL!"

Seketika keadaan berubah tegang. Ayahnya mengangkat satu tangannya hampir menampar muka Karto hingga ibunya juga nyaris memekik.

Karto perlahan mundur, gemetar. Ada apa ini? Mengapa ayahnya malah memarahi dirinya? Apa yang salah dengannya?

"Kau tidak mau melihat ayah ibumu senang?" desis ayahnya kemudian, menurunkan tangannya. "Ini kesempatan besar untuk... ah, kau tidak akan mengerti. Kalau kau membatalkan perjodohan dengan Carla, kau tidak akan pernah bisa mendapatkan keinginanmu lagi."

Setelah itu ayahnya pergi dari tempat itu, disusul ibunya yang mendesah berat dan sempat menatap Karto dengan geram. Kini Karto sendirian di kamar, tubuh masih gemetaran. Ia menelan ludah, berusaha tenang dan melupakan semua yang terjadi.

Baru kali ini ayah marah besar padanya. Semasa hidupnya dirinya sering dimarahi, karena kebanyakan ia melakukan kesalahan yang sebenarnya dibilang wajar untuk anak kecil. Dan semua kemarahan yang ia terima sebagian besar berasal dari ibunya. Ayahnya jarang marah, kalaupun marah hanya untuk perkara yang cukup serius. Seperti saat ia salah tempat untuk mengantar buah kelapa, atau ia kena tipu dari seseorang yang semata-mata punya persaingan bisnis dengan ayahnya. Namun yang satu ini terbilang tidak wajar. Ibunya marah, namun tak disangka ayahnya turut memarahinya. Dan itu karena berurusan dengan keluarga lain yang tidak ia duga selama ini.

Karto sadar ia sudah masuk masa dewasa. Maka itu ia harus menghadapi momen yang akan dirasakan oleh orang dewasa saja. Seperti pernikahan, dimana merupakan momen mempertemukan pasangan hidup. Masalahnya ia sendiri tidak merasa membutuhkan pasangan hidup. Ia belum layak menjadi orang dewasa. Ia bahkan terlalu bodoh untuk melakukan hal yang berhubungan dengan kedewasaan. Ia sangat ingin kembali menjadi anak kecil, menjadi orang yang hanya bergantung pada orang lain.

Setelah apa yang terjadi barusan, ia takut, tidak siap bertemu orang lain di sekolah besok. Entah apa yang akan terjadi.

|---po.oq---|

Bagaimanapun, Karto tidak bisa menghentikan waktu maupun memutar balik waktu. Kalau hari esok telah tiba, ia tidak bisa mundur lagi ke hari kemarin.

Ia sampai di sekolah dengan sepeda tua miliknya. Dan baru masuk gerbang, gadis yang kini tidak disukainya muncul menghadang dirinya.

"Ya ampun, kamu hampir aja telat padahal tinggal tiga menit lagi bel masuk."

Dan gaya bicara gadis itu langsung berubah dari biasanya.

"Ayo jangan diam, taruh sepeda kamu di tempat parkir. Nanti kita berdua jalan bareng-bareng, ya?"

Apa? Jalan berdua bersama Carla. Karto merasa ingin pergi jauh dari orang itu.

Ia memarkirkan sepeda di tempat parkir yang hampir semuanya diisi oleh berbagai macam motor. Setidaknya bukan hanya dirinya yang berangkat sekolah naik sepeda. Pun Carla juga mengikutinya dari belakang meskipun jalan kaki. Setelah keluar dari tempat parkir, tau-tau Carla langsung merangkul tangannya layaknya pasangan kekasih.

"Ayo kita masuk kelas. Teman-teman pada tungguin nih," ucap Carla dengan suara yang sebenarnya terdengar manis.

Karto menghela napas sejenak dan membuang muka. Ia sama sekali tidak antusias.

Sepanjang jalan keduanya diperhatikan orang-orang sekitar yang lewat. Sejumlah perempuan ada yang berbisik-bisik, sedangkan sejumlah laki-laki tampak melongo tidak percaya. Karto sangat tidak nyaman mendapat tatapan aneh nan ngeri dari orang lain. Namun Carla tetap menampilkan wajah ceria nan manis di depan mereka.

A Light Far in SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang