Bagian 6 : Kenangan Kelam

22 7 0
                                    

Akhirnya ada kesempatan kedua Karto bertemu seorang bapak langganan toko pak Cahyo. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mengamati bapak itu lebih cermat. Dalam beberapa detik saja ia bisa mengetahui satu hal. Wajah orang itu punya kemiripan dengannya.

Sungguh suatu kebetulan yang tidak disangka-sangka. Dirinya disebut tidak mirip dengan kedua orang tuanya. Namun ada seseorang yang bukan anggota keluarganya yang rupanya terlihat mirip dengannya. Ia menjadi penasaran karena itu.

Selanjutnya, ia ingin mencoba menyapa bapak itu. "Halo, pak—"

"Pak Cahyo, aku pergi dulu ya." Tiba-tiba saja bapak itu hendak pamit.

"Eh, tunggu sebentar. Kau tidak mau latihan naik motor—"

"Tidak, lain kali saja. Aku harus pergi sekarang, bu Mawar sudah menunggu." Buru-buru bapak itu pergi begitu saja.

Karto merasa sedih seketika. Apa yang terjadi dengan bapak itu? Apakah ada sesuatu yang berbeda pada dirinya sendiri?

"Ah, maafkan orang itu. Dia orangnya agak penakut. Heran juga sih padahal orangnya sudah mau tua," ucap pak Cahyo memberitahu.

"Bapak itu namanya siapa ya?" tanya Karto.

"Dia pak Ardi. Bukan orang asli sini sebenarnya. Sekarang dia tinggal sendiri sama ibu mertuanya."

"Tinggal sendiri? Jadi ibu—maksudnya pasangan pak Ardi kemana?"

"Istrinya yang kamu maksud? Dia... meninggal karena ditembak para penculik."

"Ya ampun. Apa yang mereka culik sampai ditembak mati?"

"Anak satu-satunya, masih bayi enam bulan waktu itu."

Karto tertegun. Itu berarti bapak yang bernama Ardi sedang kesepian karena ditinggal orang terkasihnya. Pantas saja raut wajah orang itu sangat pucat.

"Terus anaknya tidak ditemukan?"

"Sayangnya tidak. Aku kasihan sekali sama orang itu. Dia sudah banyak melalui masa-masa buruk sejak datang ke tempat ini," jelas Cahyo.

Karto mengangguk turut sedih. Bapak itu pasti sedang menderita sampai sekarang.

"Mengapa kamu bertanya tentang orang itu? Apa ada yang membuatmu penasaran?"

"Tadinya iya sih... entah mengapa," Karto kembali membayangkan wajah bapak itu, "dia mirip seperti aku."

|---po.oq---|

Ardi kembali merasa tidak tenang setelah bertemu pemuda itu. Ia lupa nama orang tersebut padahal Cahyo sudah memberitahu sebelumnya. Sampai saat ini yang dia ingat hanyalah nama pemilik kebun tempat pemuda itu tinggal, Mulyono, dipanggil pak Yono—selebihnya ia lupa atau... dia sendiri yang ingin melupakannya.

Sudah lama Ardi tidak bertemu Mulyono. Ia pernah mengunjungi rumah orang itu yang tinggal bersama istrinya bernama Surtini. Kedua orang itu sempat memiliki seorang putri yang ia akui... cinta pertamanya sebelum bertemu mendiang istrinya. Namun karena suatu insiden, putri orang itu meninggal ditabrak mobil saat dia ditangkap para preman. Alhasil pak Yono merasa tertekan atas kehilangan putrinya dan memutuskan pergi dari rumah. Pun Surtini mengusirnya dari rumah itu karena dianggap dirinya pembawa sial.

Bicara tentang pembawa sial. Ardi menyalahkan sebuah buku tua yang sulit lepas darinya. Padahal ia sudah beberapa kali hendak membuang buku itu. Sampai terakhir kali sebelum anaknya sendiri diculik, ia sempat berniat membuang buku itu ke tempat sampah usai mengunjungi kuburan ayah Ratih. Namun dia malah lupa membawa barang itu. Apapun rencana untuk membuang buku terkutuk itu, tetap saja pada akhirnya itu kembali ada padanya. Sekarang, ia berubah pikiran. Ia pilih menyimpan dan menjaga buku tua itu hingga seterusnya. Tidak ada cara lain, ia sudah sangat pasrah.

A Light Far in SightWhere stories live. Discover now