Bagian 21 : Demi Kamu

14 4 0
                                    

Ardi mendekam sendirian di rumah yang gelap gulita. Ia sengaja tidak menyalakan penerangan apapun seperti lampu atau lilin. Saat ini, dirinya tidak ingin siapapun mendatangi rumahnya. Dengan keadaan seperti ini, orang akan mengira bahwa ini adalah rumah hantu.

Semenjak datangnya sosok pembunuh yang mendatangi rumahnya, ia sangat ketakutan. Hampir saja orang itu tidak menemukan dirinya. Kalau tidak, orang itu akan sangat terkejut lalu mencoba melenyapkan dirinya lagi. Sebenarnya Ardi juga tidak mengerti mengapa pembunuh yang diyakini bernama Pardi, rekan kerja semasa perantauan, ingin menghancurkan hidupnya. Ia masih ingat masa-masa itu, ditipu hingga dijebak orang itu dan kelompoknya di gudang antah-berantah. Lalu disiksa sampai akhirnya pingsan. Barulah setelah itu ia dibuang ke kampung ini.

Apapun itu, ia tidak mau Supardi datang lagi ke rumahnya.

Kini sudah tengah malam namun Ardi masih tak kunjung tidur. Ia terlalu gelisah dan takut jika seseorang menampakkan diri di depannya. Ia sendiri tidak takut gelap. Seumur hidupnya memang terjebak dalam kegelapan dan kekosongan. Namun jika tiba-tiba ada orang yang lain yang muncul, ia berharap itu bukan Supardi. Ia lebih memilih bertemu wajah menyeramkan tak berbentuk daripada orang itu.

Sesekali Ardi meraih buku tua keramat miliknya yang ditaruh di samping kakinya. Hanya itu hiburan sesaat demi menghilangkan rasa gelisahnya. Karena minim penerangan, ia perlu menyalakan korek agar bisa membaca isi buku itu. Ia berharap ada petunjuk yang bisa diberikan untuknya. Namun saat ini tidak ada satu pun yang keluar semacam tulisan dadakan pada halaman acak—

Baru saja terjadi, ia menemukan halaman mencolok dengan tulisan seram yang memberikan petunjuk.

~ Tetap, di tempat. Ada ancaman. ~

Mendadak Ardi mengeratkan pegangan buku. Apa itu berarti ada orang yang datang? Tengah malam?

Ardi memang tidak tahu. Di luar, ada seseorang yang sudah berdiri tegak dengan pistol di genggamannya. Orang itu tidak sabar ingin memporak-porandakan rumah yang terlihat kosong itu. Namun menurutnya, di tempat itu ada penghuninya. Ia tidak bisa ditipu. Lantas apakah tidak ada orang lain yang melawan pria keras bernama Supardi?

Tidak ada yang menyadari bahwa ada benteng tak kasat mata di depan orang itu.

Mendadak semilir angin dingin menusuk kulit Supardi. Nyalinya masih kuat ketika mulai memasuki jalan setapak yang gelap. Bahkan ia tidak perlu senter untuk mencari jalan. Namun ketika mencapai setengah perjalanan, barulah orang itu merasakan sesuatu. Aroma bangkai yang mencolok. Sesaat ia mengira itu bangkai dari mayat.

Saat itulah, suara bisikan perempuan terdengar di telinga Pardi.

Kembalikan anak dia...

Pardi tersentak kaget, terdengar familiar. Siapa itu? Mengapa tiba-tiba disuruh kembalikan anak orang?

Dimana anaknya? Dimana...?

Siapa anak yang dimaksud? Dan...siapa yang mengucap seperti itu?

Kau sudah menembak Ardi dan istrinya. Sekarang aku yang akan membalasmu.

Seketika Pardi mengacungkan pistolnya ke depan, bergerak mengawasi dengan waspada. Apa itu ada kaitannya dengan Ardi?

Ia tidak mau tahu. Ia harus bergerak menuju teras rumah yang tampak kosong dan gelap itu. Suara gesekan kaki pada semak-semak sempat membuat gemerisik yang bisa saja mengganggu orang lain di dalam. Hampir sampai di tujuan, Pardi tersandung batu hingga jatuh. Sempat pula mengeluh hingga akhirnya merasakan telapak tangannya yang sakit.

"Akh... dasar semut bikin gatal!"

Seketika Ardi tersentak karena bisa mendengar suara dari luar itu. Ia segera bergerak ke pojok dinding, terhimpit antara kasur dan meja rias, lalu meringkuk seolah sedang berlindung.

A Light Far in SightNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ