Bagian 7 : Merasa Sulit

19 6 0
                                    

Kali ini Karto merasa harus berhati-hati ketika melihat teman sekelasnya yang bisa saja menatap dirinya sedang ubek-ubek laptopnya sendiri, tak terkecuali teman sebangku.

"Kau tidak harus tutupi laptopmu pakai buku segala," komentar Beno melihat gelagat anehnya. "Memang apa yang kau sembunyikan sekarang?"

Karto menatap orang itu selidik. "Lagu yang ingin aku download."

"Eleh, cuma lagu kok disembunyiin. Kecuali kalau kau simpan foto cewek."

"Aku tidak simpan foto cewek."

"Terus yang katanya foto sama Carla dimana simpannya?"

"Ah dia—"

Tiba-tiba seorang teman sekelas lain berambut tipis hampir botak mengambil sesuatu dari tas Karto tanpa izin. "Hei, apa ini? Kau bawa foto album ke sekolah?"

"Eh, kembalikan!" Karto segera bangkit merebut balik barang itu.

Namun orang itu mencoba berbuat usil padanya, menghalau agar buku foto itu tidak mudah diambil.

"Karto, pinjam laptop sebentar," pinta teman yang lain, mendadak sudah berada di bangkunya.

Segera Karto berbalik, namun tangannya masih berusaha menggapai foto album yang diambil si rambut tipis. "Mau buat apa?"

"Titip kirim file. Ah, Deril!" orang itu memanggil, "sini mau tak kasih enggak?"

"Nih flashdisk aku. Cepat masukin." Deril menghampiri meja Karto.

Sembari dua orang itu melakukan sesuatu dengan laptop itu, Karto masih berusaha mengambil foto album itu dari si rambut tipis.

"Ayo kembalikan sini!"

"Sebentar dong, aku mau lihat isinya dulu." Si rambut tipis memberi jarak lalu membuka foto album itu. Karto mulai diam di tempat. "Oh, ini foto keluargamu ya?"

"Iya, memang kenapa?"

"Tenang dulu deh," orang itu dengan entengnya merangkul Karto agar lebih santai. "Aku nggak buat aneh-aneh kok."

Karto terlihat muram dan waspada. Ia tidak bisa percaya dengan mudah.

Si rambut tipis mulai melihat sejumlah foto dirinya ketika masih kecil. Pun ada foto bersama ayah dan ibunya.

"Dia paman kau ya?"

"Bukan. Itu bapak aku."

"Bapak?" Orang itu mulai mengamati wajah Karto. "Tapi kok kelihatannya beda."

"Terus kenapa kalau aku lahir beda dari mereka?"

"Bukan cuma bapakmu, tapi...ibumu juga deh. Kalau kau ini anak mereka apa kemiripan yang diambil padamu?" Kedua mata orang itu menyipit tajam. "Rambut...nggak, mata...agak susah disamakan, kulit...punyamu agak gelap sendiri."

Karto diam saja mengabaikan komentar orang itu. Ia sudah terbiasa mendapati hal semacam itu.

"Hei, Karto, pinjam laptop buat nonton ya?" Deril memanggilnya di kejauhan, beda jarak dua baris meja.

"Iya terserah," jawab Karto datar. Lalu kembali mengamati si rambut tipis.

"Ini fotomu pas SMP ya?" tanya orang itu menunjuk sebuah foto.

"Iya, itu waktu acara perpisahan SMP."

"Oh, berarti fotonya belum lama ya. Tapi...," Si rambut tipis menutup buku foto itu, "Aku tanya serius. Kau merasa nggak kalau mereka itu benar-benar orang tuamu?"

"Iya, mereka memang orang tuaku. Dan mereka yang melahirkan aku seperti ini."

"Yakin? Tapi coba tak tunjukkan ya. Rambutmu lurus padahal di foto ini, bapakmu rambut agak ikal dan ibumu pendek bergelombang, agak keriting. Kulitmu lebih gelap sedangkan bapakmu sedang-sedang dan ibumu kulit putih. Aku teliti lagi raut wajahmu tidak ada yang mirip dengan bapak maupun ibumu," jelas orang itu sambil menunjuk bagian tubuh Karto yang dimaksud. "Aku pikir kau ini sebenarnya anak angkat ketimbang anak kandung."

A Light Far in SightWhere stories live. Discover now