08

1.2K 335 18
                                    

Setelah berjuang mati-matian untuk menyeret pemuda ini sampai di bawah pintu rahasia, Ruby mengatur napasnya agar jangan lolos lebih banyak lagi dan meninggalkan separuh nyawanya.

Tidak mungkin, Tidak mungkin Ruby bisa membawa orang ini naik ke atas sana.

Ruby sudah membayangkan kejadian terburuk yang akan terjadi bila dia tetap memutuskan untuk melanjutkannya. Mereka pasti akan jatuh kembali ke bawah dan itu akan semakin memperparah keadaan.

Ruby punya banyak pertanyaan, tentu saja. Seperti, darimana pemuda ini datang? Mengapa dia bisa tersesat sampai ke pintu rahasia di bawah ranjangnya?

Itu juga menandakan bahwa dugaan Ruby selama ini memang benar, bahwa itu memang jalan rahasia ke suatu tempat. Hanya saja, Ruby tidak tahu kemana jalan itu akan membawanya.

Siapa pemuda ini? Mengapa bisa sampai di sini dalam keadaan sekarat dan terluka parah seperti itu?

Jawaban dari pertanyaan itu ... tentu saja baru bisa Ruby dapatkan setelah keadaan pemuda ini membaik.

Sesekali, Ruby memeriksa napasnya. Ia semakin lemah dan kesakitan. Ruby bahkan tidak yakin bisa menyelamatkan nyawa pemuda ini, tetapi ia harus mencobanya. Ruby ingin menyelamatkannya.

Lampu minyak yang tadinya Ruby letakan sebagai penanda jalan akhirnya padam total. Ia kembali bertemu dengan kegelapan, kecuali fakta bahwa satu-satunya sumber cahaya yang remang dan menjanjikan adalah di atas pintu rahasia yang kini terbuka lebar—di bawah kolong tempat tidurnya, tepatnya di kamarnya.

Sekarang, jika Ruby memutuskan untuk memanjat naik dan meninggalkan pemuda ini di sini, apakah pintu rahasia akan menghilang lagi? Ilusi atau bukan, Ruby tahu bahwa yang dilihatnya saat ini adalah kenyataan. Darah yang ada di kedua telapak tangannya dan juga aromanya juga adalah apa yang dilihat Ruby saat ini, kenyataannya begitu.

Dan meninggalkan seseorang dalam keadaan seperti ini sangat tidak manusiawi.

Jika Ruby berteriak memanggil orang tuanya tengah malam ... bagaimana jika tiba-tiba pintu ini tiba-tiba menghilang dan dirinya malah ikut menghilang terjebak tanpa menemukan jalan keluar? Tapi, apa yang bisa dirinya lakukan? Ruby tidak punya tenaga lagi untuk bisa membawa orang ini ke atas.

Tidak punya pilihan, akhirnya Ruby dipaksa untuk membuat keputusan.

"...Tuan, tunggu sebentar di sini," ujar Ruby secara sepihak—sebab pemuda itu masih tetap tidak sadarkan diri—sebelum akhirnya Ruby memanjat naik.

Anehnya, begitu Ruby sampai di kamarnya, tiba-tiba jendela kamarnya dimasuki cahaya yang terik. Siang sudah datang, secara tiba-tiba. Iya, siang benar-benar datang. Itu bukan cahaya matahari pagi yang hangat, tetapi cahaya matahari yang panas dan menyilaukan.

Ruby butuh beberapa detik untuk menerima kenyataan yang terjadi, tetapi tidak ingin lagi memusingkannya lebih jauh. Ia mengintip kolong lagi dan menemukan pintu itu masih ada di sana dan terbuka. Ia tidak yakin seberapa lama ia telah menghabiskan waktu di bawah sana, yang jelas kini Ruby bisa terbantu sedikit karena cahaya matahari kini bisa sedikit memasuki ruangan rahasia.

Ruby turun lagi, kali ini membawa selimutnya.

Ia sudah tidak setakut sebelumnya, meskipun sebenarnya jantungnya masih berdebar ngeri karena ada nyawa seseorang yang sedang dalam bahaya. Pemuda itu memejamkan matanya dengan kening berkerut, seolah menahan kesakitan yang luar biasa. Hanya melihatnya saja, Ruby merasa bahwa sakit itu ikut menular.

Ruby bermaksud mencari sumber luka agar bisa menghentikan pendarahan untuk beberapa saat.

Ada darah di sisi kanan wajah pemuda itu, tetapi Ruby tidak bisa menemukan sumber lukanya. Di dahi, di kepalanya, di sela-sela rambut hitamnya, semuanya baik-baik saja. Tampaknya luka ini bukan berasal dari kepalanya.

ETHEREAL - The Kingdom of IllusionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang