04

1.7K 427 13
                                    

Hujan badai masih berlangsung, belum ada tanda-tanda akan berakhir dalam waktu dekat.

Perapian di dalam rumah Ruby bahkan sudah dinyalakan sebelum malam tiba, membuat suhu dalam rumahnya lebih hangat. Berbeda dengan keadaan di luar sana, pohon-pohon di depan rumah Ruby seperti tampak hendak roboh, membuat Ruby berhenti menengok keluar jendela dan meratap kepulangan ayahnya.

"Untung Ibu langsung pulang. Sewaktu di perjalanan tadi, langit sudah kelihatan sangat mendung," ucap ibunya sambil menaruh kayu bakar di perapian.

Perapian di rumah Ruby cukup sederhana. Barangkali itu satu-satunya hal yang ayahnya buat bukan dengan kayu. Di saat-saat seperti saat ini dan musim dingin, tidak sedikit warga desa yang akan meminta bantuan kepada keluarga mereka. Hanya saja, Ruby terkadang tidak suka cara warga desa memperlakukan ayah dan ibunya—datang saat membutuhkan dan diam-diam membicarakan hal-hal buruk di belakang mereka.

Namun, Ruby tidak bisa berbuat banyak. Dirinya-lah alasan warga desa mengatakan hal buruk tentang kedua orangtuanya.

"Ruby?" panggil Ibu Ruby yang sontak membuyarkan lamunan gadis itu. "Bisakah kau menjaga perapian? Ibu akan ke ruang bawah tanah untuk membawa kayu bakar."

Ruang bawah tanah, keluarga Ruby memang memilikinya. Para bangsawan biasanya menyimpan anggur fermentasi mereka di ruang bawah tanah untuk tetap menjaga kualitas anggur, tetapi karena tidak ada satu pun dari keluarga mereka yang menyukai anggur, maka ruang bawah tanah itu hanya dijadikan tempat untuk menyimpan kayu bakar dan kayu yang tidak terpakai.

Ruby memperhatikan api yang menyala lantang di perapian, membuatnya tidak sengaja teringat mimpi buruknya tadi malam. Ia menggeleng, lalu beranjak dari duduknya, "Aku akan mengambil kayu bakarnya."

"Tidak perlu. Kayu bakar yang ada di bawah sana masih tajam dan berat. Kau jaga saja perapian ini sambil membaca buku barumu," ucap ibunya dengan halus.

"Sampai kapan Ibu akan terus memanjakanku?" canda Ruby sambil membawa lampu minyak yang digantung di dekat meja makan.

"Kau tidak suka dimanja?" tanya ibunya balik.

"Aku suka, tetapi aku juga ingin membantu." Ruby menenteng ember kayu yang rencananya akan digunakannya untuk menaruh kayu-kayu. Ruby akan menenteng kayu-kayu bakar dan lampu minyak, jadi ember kayu itu akan membantunya melakukan pekerjaannya lebih mudah.

"Baiklah, hati-hati memegang lampu minyaknya," sahut ibunya, akhirnya menyetujui.

Bertepatan ketika Ruby membuka sebuah pintu yang menuntunnya pada banyak anak tangga kayu, Ruby dikagetkan dengan suara petir yang menggelegar. Suara itu hanya mengagetkannya selama beberapa saat, setelahnya Ruby melangkah turun dengan hati-hati.

Setelah ia pikir-pikir kembali, terakhir dirinya turun ke ruang bawah tanah ini adalah ketika kepindahannya pertama kali di rumah baru mereka. Saat itu, ayah dan ibunya juga ikut turun menemaninya—lebih tepatnya, Ruby yang memaksa untuk turun memeriksa karena terlalu penasaran—dan detail ruang bawah tanah itu cukup berbekas dalam ingatan Ruby. Tempat itu berbentuk persegi dan ukurannya jauh lebih kecil daripada kamar Ruby.

Ruby juga awalnya sempat terpikir bahwa ada kemungkinan bahwa ruang bawah tanah ini dan yang ada di kolong ranjangnya akan saling terhubung. Namun, letak keduanya saling berlawanan dan Ruby jelas menggunakan logikanya untuk memprediksikan kemana arah jalan panjang itu. Jalan itu mengarah ke arah hutan yang ada di belakang rumah mereka, tapi tentu saja Ruby tidak pernah masuk ke hutan itu karena larangan kedua orangtuanya.

Tentang itu ..., Ruby juga ada alasan mengapa dirinya tidak pernah sekalipun mencoba untuk menjelajahi hutan itu. Hutan itu bukan hutan terlarang yang dapat memakan korban setiap bulan purnama, bukan pula hutan yang memiliki binatang buas. Sebaliknya, hutan itu sering dilalu lalang orang-orang desa dan sebenarnya sudah dianggap sebagai bagian yang familier di desa.

ETHEREAL - The Kingdom of Illusion [END]Where stories live. Discover now