Milan - Keresahan

Start from the beginning
                                    

Pendeknya, semua berjalan normal. Kecuali tentu saja hubunganku dengan Sagita, Vishal, dan Kasta.

"Terus sekarang gimana?" Gadis di sebelahku bertanya.

"Kita harus jabarin kejadian sedetail mungkin dan pastiin semuanya satu suara," ujar Kasta. "Pasti ada yang miss di sini, gue yakin. Nggak mungkin steak-nya beracun!"

Kasta tampak berpikir keras. Ia kembali bersuara, "Kalau racunnya di steak, sudah pasti kita semua ikutan mati."

"Semua kecuali Vishal," aku kembali mengingatkan. Cuma Vishal yang tidak makan makanan utama.

"Tapi aneh juga. Gimana mungkin Gibran yang nggak disangka datang justru malah jadi korban," ucap Vishal. "Kalau memang ini pembunuhan terencana."

Kami diam sejenak. Aku sama sekali tidak punya ide. Semua tampak kusut di kepalaku.

"Gobloy, eh, maksudnya Sagita, hari itu lu ketemu piaraan lu, eh maksudnya si Gibran, dari jam berapa?"

"Kenapa nanya?"

Kasta menjawab, "Jam berapa? Gue lagi mikir mana tahu ada kemungkinan lain."

"Maksud lo gimana?" tanyaku.

"Mungkin bukan steak yang beracun. Tapi sesuatu yang lain yang kalau digabung, bikin jadi racun."

Vishal terlalu banyak nonton film! Kataku dalam hati.

"Gue sama Gibran dari buka mata, alias pagi-pagi."

"Anjim, demi apa!" Kasta terenyak.

"Dia nginep di tempat gue. Dan hari itu kami bersama-sama terus."

Vishal menyela, "Sebelum ke tempat gue, kalian ada makan atau minum sesuatu?"

"Cuma sarapan roti lapis, terus siangnya makan salad."

"Apa ada yang terasa aneh setelah kalian makan itu?" tanya Vishal lagi.

Sagita menggeleng. Hening sesaat sebelum akhirnya Kasta bersuara lagi.

"Hari itu, jam tiga sore, gue bawa makanan ke tempat Vishal," tutur Kasta. "Vi, confirm?"

"Hmm." Vishal mengangguk. "Tapi setengah jam kemudian lo ninggalin gue. Kemudian lima belas menit berikutnya Milan datang."

Aku mengiyakan.

"Ada jeda lima belas menit saat gue yang pergi dan kedatangan Milan. Lo punya alibi apa, Vi?"

Vishal diam sejenak. Mungkin mengingat-ingat. "Gue balesin chat-chat yang masuk soal endorse dan paid promote Sagita."

"Ada hal yang bisa buktiin itu?"

Vishal mengeluarkan ponsel di dalam saku. Kulihat dia membuka aplikasi chat dan mencolek-colek. Ia menunjukkan bahwa selama lima belas menit itu ia intens dihubungi partner-partner.

"Oke, lanjut," kata Kasta. "Milan hadir jam empat kurang seperempat dan langsung duduk. Selang berapa menit, gue datengin kalian. Confirm, Mil?"

"Ya."

"Si Gobloy, eh maksudnya Sagita, hadir jam empat bareng piarannya, eh maksudnya Gibran."

Kami mengangguk.

Kasta kemudian menjabarkan kelanjutan. Mulai dari obrolan super nggak asyik ——karena cuma Vishal dan Gibran yang ngomong—— hingga ketika makanan dibuka.

"Tunggu," aku menyela cerita. "Gibran sempat ninggalin ruangan. Inget nggak? Yang pas kaki Kasta ditendang Sagita."

"Benar. Dia angkat telepon," Sagita bersuara.

They Did ItWhere stories live. Discover now