Kepingan Lainnya

1.2K 338 57
                                    

“Burhan, bangun lu! Molor mulu.”

“Bacot Sucipto!”

“Dih, galaknya. Kerjain tugas lu, Burhan.”

“Sekali lagi ganggu, gue gaplok lo!”

Kasta terkekeh melihat wajah Sagita yang merengut dengan mata tertutup. Jelas sekali ia merasa terganggu. Tadi pagi, begitu kakinya mendarat di kelas, Sagita langsung duduk di tempat Vishal—— kursi paling belakang, di ujung.

Si empunya bangku sempat heran mendapati singgasananya ditempati. Agak keberatan juga karena tempatnya ini paling strategis untuk tidur. Terlebih yang duduk di depannya adalah siswa bertubuh tembok Berlin.

“Kasihan tuan putri habis ronda semalam, Vi,” Kasta jadi juru bicara. “Lu sama Milan dulu, ya.”

Vishal mendecakkan lidah kemudian menghampiri tempat yang dimaksud. Kasta terkekeh kemudian mengusap-usap puncak kepala Sagita. Sementara gadis itu, terlelap panjang bahkan sampai jam pelajaran ketiga.

“Sagita habis ngapain?” tanya Milan di jam istirahat. Bahan gibah mereka masih tertidur di kelas. Hanya  Vishal dan Kasta yang menemani Milan.

“Kan, sudah gue bilang. Dia ngeronda.”

Sambil menyedot teh manis dalam kemasan, Milan memutar bola mata. Tidak percaya omongan Kasta.

Cowok berkumis tipis di sebelahnya memang tidak mengatakan yang sebenarnya. Bisa kena gampar nanti. Semalam Kasta dan Sagita clubbing sampai subuh. Gagalnya audisi MMI membuat kepala Sagita hampir pecah. Gadis itu butuh pelampiasan. Kasta sih senang-senang saja menemaninya. Bisa mabok dan joget sampai butek.

“Ke kelas sekarang?” tanya Vishal seraya melirik jam tangan.

“Buru-buru amat. Di sini saja, lah.”

Sekali lagi Milan memutar bola mata. Tahu kalau ini cuma akal-akalan Kasta supaya bisa curi-curi pandang pada cewek yang duduk di arah jam sembilan. Sejak tadi Kasta merespons lambaian dan senyum perempuan itu.

“Ke mana, Mil?”

Vishal bertanya saat Milan tiba-tiba beringsut.

“Beli roti.”

Milan meninggalkan meja. Sebelum gadis itu menjauh, Kasta sudah berdiri juga. Kali ini langsung mendekati gadis di arah jam sembilan yang sedari tadi mencuri perhatiannya. Vishal memperhatikan dalam diam. Kasta terlihat mengusap-usap rambut gadis itu. Sesekali mencubit pipi dengan gemas.

“Dih, siapa lagi, tuh?” tanya Milan yang sudah kembali. Ia membawa roti, susu kotak, dan cokelat yang dimasukkan ke dalam keresek putih.

“Anak cheers yang dia ajak kencan beberapa menit lalu.”

“Cih, menjijikan. Cabut saja, yuk, Vi.”

Vishal dan Milan bangkit dari kursi.

“Vishal, Milan! Main cabut-cabut saja. Tungguin napa!”

Kasta buru-buru menghampiri kedua temannya yang semakin menjauh. Sesampainya di dekat mereka, Kasta merangkul Milan dan Vishal sambil terkekeh-kekeh. Milan yang risih langsung melepaskan diri, disusul Vishal yang ikut mengempaskan rangkulan Kasta.

They Did ItWhere stories live. Discover now