Sagitarius - Gagasan

5.5K 569 151
                                    

"Nggak mau, Vi! Najis banget kalau harus ketemu si Motindo!"

Beberapa orang refleks menoleh ketika aku berteriak. Seketika darahku beku dan lidahku kelu. Kurasakan bulu romaku juga meremang saking paniknya. Duh, kebiasaan, deh! Ini mulut kayak nggak kenal filter.

Gobloy, lah! Makiku dalam hati. Ini gara-gara Vishal. Cowok yang asyik ngemutin permen jahe di hadapanku. Kenapa, sih, seenaknya gini nentuin rencana?

"Ngertiin gue dikit, dong, Vi." Nada suaraku merendah. Walau semua tatapan itu mulai usai, aku nggak mau ambil risiko. Jangan-jangan ada paparazzi dadakan. Nanti tiba-tiba namaku trending di medsos burung biru. Tagar atau cuitan warganet akan mencantumkan kata-kata : Sagitarius Lantana, si yutuper LPG alias tukang ngegas. Duh, jangan sampai, deh!

Vishal kelihatan mengatur napas. Sorot mata tenangnya memancar seperti biasa. Nggak bisa dipungkiri, caranya berinteraksi selalu mengingatkanku pada tokoh-tokoh novel fiksi yang sengaja dibuat sok cool. Bedanya, tampang Vishal b aja.

Selang satu menit, Vishal nggak kunjung buka suara. Mulutnya masih asyik ngemut permen jahe kesepuluh——kalau aku nggak salah hitung. Duh, jangan sampai cowok sok cool ini tetap memaksaku mendatangi acara yang dibilangnya lima menit lalu.

"Nggak ada yang salah dengan ketemu teman lama," kata Vishal dengan suara datar. Tentu setelah permennya tandas. Aku melihat tangannya hendak mencomot kemasan baru. Tapi rupanya kosong. "Milan dan Kas—— "

"Jangan sebut namanya!" potongku sebelum Vishal mengucapkan nama yang bisa bikin mual.

Vishal mengembus napas kemudian menegakkan punggung. Dia menatapku dengan matanya yang berwarna biru. Senada dengan rambutnya sejak tiga bulan lalu.

Melalui bibirnya yang berkawat di bagian gigi, Vishal berujar, "Gue angkat tangan atas masalah lo dan Kas——um, maksudnya si Motindo. Tapi gue keberatan kalau lo mutus pertemanan cuma karena Kas —— umm, maksudnya si Motindo."

Aku diam, mendelik ke arahnya.

"Gue juga masih kesal sama dia. Tapi mau gimana lagi, kelakuan dia memang kayak setan."

Aku bergeming.

Ada dua hal yang harus dikoreksi dari omongan Vishal. Satu, aku nggak memutus pertemanan. Aku cuma pengin lebih tenang dalam ngejalani hidup. Meskipun memang, sejak lepas dari jerat si Motindo, aku semakin menutup diri soal teman SMA.

Hal kedua yang perlu dikoreksi adalah soal kelakuan kayak setan. No no no. Setan terlalu agung kalau disandingkan dengan si Motindo. Iblis saja minder kalau ngadepin manusia berengsek kayak dia. Ih, amit-amit jabang bayi. Najis!

Pening kepalaku kalau ingat Kas ——maksudnya si Motindo! Rasa-rasanya wajahku bisa mengalami penuaan dini! Akan sia-sia fungsi micellar water tiap aku menghapus make up, juga sabun pencuci wajah seharga UMR Jakarta. Kalau sudah begini, apa gunanya toner, essence, serum, ampul, sheet mask, krim mata, krim pelembap, bahkan sunscreen kalau mikirin si Motindo ternyata membuat kerutan di wajahku muncul? Itu jelas mimpi buruk!

"Sagita," Vishal memanggilku. "Milan kangen lo."

Di bawah meja, aku meremas rok lipitku. Andai nggak bisa mengontrol diri kayak tadi, pengin banget aku teriak kalau aku kangen Milan lebih dari siapapun. Di antara kami berempat, aku paling merasa nyaman jika bersamanya. Walau Vishal lebih lama menjadi temanku, tetap Milan yang menurutku terbaik. The best one.

Aku bungkam beberapa saat. Masih nggak nyangka percakapan kami bermuara ke sini. Hh, soal pertemanan. Sesuatu yang sudah lama nggak kuingat-ingat.

Perjumpaanku dengan Vishal siang ini awalnya membahas pekerjaan. Tepatnya diskusi daftar konten baru untuk diunggah dua minggu ke depan. Vishal adalah editor sekaligus pengelola kanal platform video akunku. Kami berdua cocok dalam pekerjaan ini. Kemampuan Vishal dalam mengedit, berpadu sempurna dengan aku yang cantik paripurna dan keren banget saat tampil dalam video. Hampir lima tahun berkecimpung di sana, terhitung sepuluh juta pengikut di akunku.

Tadi, setelah kami sepakat menulis daftar konten, Vishal mulai bicara terkait teman lama. Katanya, pekan lalu ia ketemu Milan dan sempat ngobrol. Vishal juga cerita bahwa teman kami itu kelihatan antusias jika diadakan reuni kecil-kecilan.

"Beneran dia kangen gue?" aku bertanya dengan nada biasa saja. Walau tadi kubilang merindukan Milan, aku tetap nggak mau kelihatan luluh secepat itu. Bagaimanapun, canggung juga jika nanti ketemu Milan. Aku bahkan nggak tahu apakah percakapan kami masih selancar dulu?

"Ya," jawab Vishal pendek.

"Tapi dia nggak pernah hubungi gue, Vi," kataku. Ada perasaan sakit yang tiba-tiba meresap ke sanubari.

"Bukan cuma ke lo," jawab Vishal. "Ke gue, bahkan ke Kasta juga."

Aku ingin sekali menjitak kepala Vishal karena meloloskan nama yang nggak ingin kudengar. Perasaan sakit yang tadi kurasa berubah menjadi marah. Kepalaku terasa panas. Darahku siap menggelegak.

Aku diam sejenak. Berusaha mengubah suasana hati, lebih tepatnya. Tenang, Sagita. Tenang. Kataku pada diri sendiri. Marah untuk si Motindo cuma buang-buang tenaga. Mukamu yang cantik paripurna bisa kelihatan jelek. Mari lupakan si Motindo, si modal titit doang.

Aku memfokuskan diri pada Milan. Mengingat-ingat kapan pastinya kami terakhir berkomunikasi. Jujur rasanya kurang enak. Aku nggak mungkin lupa bahwa setelah perseteruan waktu itu, hubungan kami seperti terputus begitu saja. Sial memang. Ini semua gara-gara si Motindo!

"Milan sudah jadi guru SD," Vishal menginfokan.

Aku mendongak. "Oh, ya?"

Vishal mengangguk. Tangannya memilah-milah bungkusan permen jahe. Dia masih mau memakannya. Kasihan juga. Kalau dia jatuh miskin, nanti kutraktir permen jahe, deh.

"Jadi, lo mau, kan?" tanya cowok berambut biru itu.

"Gue masih keberatan kalau mesti ketemu si Motindo, Vi."

"Kasta biar gue yang urus," ucap Vishal. "Yang penting kita berempat ketemu dulu."

Aku masih ingin menukas, tapi pemuda bermata biru yang giginya dipasang behel itu nggak kasih kesempatan. Sekali lagi dia memohon, bahkan memberi negosiasi——bahwa minggu ini aku bisa santai alias nggak usah take video. Akhirnya mau nggak mau aku setuju. Kukesampingkan rasa kesalku karena harus ketemu orang yang amat kuhindari.

Kusetujui reuni kecil-kecilan yang dibilang Vishal.

-bersambung

13 April 2022

Hi, Bor. Apa kabar?

They Did ItTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang