6. Raisa dan Tawa

Start from the beginning
                                    

Agra akui, dia pengecut. Hingga tak berani untuk menegur sapa gadis itu, ia memilih memutar balik tubuh dan melangkah pergi.

Kalau diingat, alasan pertama yang membut Agra menyukai Raisa adalah tawanya. Gadis itu manis ketika tertawa. Karena ketika tertawa, mata Raisa akan menyipit seperti bulan sabit.

Tawa Raisa juga tulus, menunjukkan bahwa dirinya bahagia. Hingga ketika Agra menatap Raisa yang tertawa, ia akan tertular euforia itu.

Agra tak mempercayai kata jatuh cinta pada pandangan pertama. Tapi ... saat bertemu Raisa pertama kali, ia percaya ada kata tertarik pada pandangan pertama.

Langkah kaki Agra membawa ke taman belakang sekolah. Cowok itu mendudukkan diri di salah satu bangku. Mendongakkan kepala, memandang birunya langit pagi.

Pikirannya melanglang buana, membayangkan kilas balik pertemuannya dengan Raisa. Dimana saat itu adalah awal ia memasuki SMA.

• • • •

"Pak, ini masih lama ya?"

"Bentar ya, Den. Ini macet banget jalanannya," ucap sopir kepada seorang remaja laki-laki yang memakai seragam anak sekolah menengah pertamaㅡyang duduk di bangku belakang.

Di dada cowok itu terdapat potongan kertas kardus bertuliskan nama panjangnya, Alputra Agra Anggara.

Agra sudah tidak tenang di tempat duduknya, sebab hari ini adalah hari pertamanya ia memasuki SMA. Cowok itu berkali-kali mengecek jam yang bertengger di pergelangan tangan.

"Pak, Agra turun di sini aja deh," kata cowok itu. Karena ia pikir, lebih cepat berlari dari pada menunggu jalanan lebih lenggangㅡsebab itu tidak mungkin, karena semakin siang jalanan akan semakin padat kendaraan.

"Tapiㅡ" Belum selesai berucap, Agra sudah memotong.

"Sekolahnya kan cuma di depan situ, cepetan lari kayanya dari pada naik mobil gini."

Supir Agra terdiam. Mencerna kata 'cuma di depan situ' yang baru saja Agra ucapnya. Mungkin maksud cowok itu, jarak lima ratusan meter itu dekat.

"Den, tapi nanti saya dimarahin bapak," kata Parman, supir Agra.

"Ah itu ... biar nanti Agra yang ngomong." Agra nyengir, memasang deretan giginya yang nampak rapi. "Yaudah, Agra berangkat ya," kata cowok itu mencium punggung tangan Parman dan segera turun dari mobil.

"Hati-hati, Den!" teriak Parman yang di acungi jempol anak itu. Parman memandangi punggung Agra yang menjauh, menatap dengan haru dan bangga. Walau sebenarnya masih tak menyangka, anak kecil yang dulu hanya setinggi lututnya kini sudah menginjak awal SMA.

Agra berlari menyusuri trotoar Jakarta pagi itu. Baginya, ini tak melelahkan. Sebab berlari adalah hobinya. Cowok itu menaikkan tempo larinya, ketika melihat jam sudah menunjuk angka 06.56.

Namun, langkahnya Agra memelan. Bersamaan dengan fokusnya yang berubah ke arah sebuah taman.

"Kak, hati-hati!"

"Oke siap!"

Suara teriakan itu membuat Agra tanpa sadar memelankan langkah. Menatap ke arah salah satu pohon dimana dua anak kecil mendongakkan kepala, memandangi seorang gadis berseragam SMP  tengah memanjat pohon hendak mengambil sebuah bola.

Agra berhenti.

Menatap gadis itu yang sudah bisa mengambil bolanya. Melempar ke bawah, dan bersiap-siap untuk turun.

Agra kira gadis itu akan jatuh dan tersungkur. Namun, nyatanya tidak.

Ia turun dengan mudahnya.

"Makasih, Kak!"

"Yoi," kata gadis itu. Ia merapikan seragam dan rambutnya lantas berlari kecil ke arah bangku untuk mengambil ponsel dan tasnya.

"ASTAGA! KOK UDAH JAM SEGINI?!"

Gadis itu berteriak histeris. Buru-buru memakai potongan kardus yang telah dia buat dan bergegas ke sepedanya. Dengan sekuat tenaga, ia mengayuh sepedanya pergi meninggalkan taman.

Mengabaikan sosok remaja laki-laki yang memandanginya dari trotoar jalan.

• • • •

Agra tak berbohong. Saat pertama kali melihat siswi berseragam SMP pagi itu, ia merasakan ketertarikan. Pun, ia tak menyangka jika akan di pertemukan dalam satu sekolah SMA yang sama.

Mungkin, karena rasa ketertarikan itu ... dimana pun siswi itu berada, Agra dapat melihatnya. Sekalipun ia ada di kerumunan, mata Agra dapat melihat keberadaannya.

Agra sering melihat gadis itu duduk sendiri. Kadang di perpustakaan, kadang juga di taman belakang.

Agra tak tau namanya, hingga saat melihat ia berkenalan dengan siswi yang dulunya satu sekolah dengan Agra, cowok itu mengetahui namanya.

"Aku Raisa Maharani," ucap gadis itu.

Dengan senyuman.

Yang membuat Agra terpesona.

Juga jatuh cinta.

^^TBC^^

📌📌📌

Makasih yang udah baca cerita Agra!💗

Aduh, sorry banget ges kalo alurnya rada enggak jelas wkwk

Kalo kalian, jadi tim siapa?

Agra-Raisa

Nevan-Raisa

Atau ....

Agra-Shinta?

Jangan lupa tinggalin jejakk, pencet bintang di pojok kiri oke okee🔥🔥🔥

Agra, Rasa, dan Raisa (End)Where stories live. Discover now