2. Misteri Dua Tiket Pesawat

Start from the beginning
                                    

Raline menjadi iba atas musibah yang menimpa suaminya itu. Satu tangan Raline bergerak mengelus-elus lengan Ranu seraya memberikan semangat. "Ini mungkin tidak mudah. Tapi aku yakin kamu bisa melewatinya, Ranu. Suatu saat kamu pasti akan menangkap orang-orang jahat itu," Raline menutup kalimatnya dengan mengecup pundak Ranu. "Aku akan selalu mendukungmu."

Kedua sudut bibir Ranu melengkung kuat. Secara ajaib, beban di kepala menjadi lebih ringan hanya karena kata-kata penyemangat dari istrinya. Ia mengelus kepala Raline lalu menjatuhkan kecupan kecil di kening perempuan itu.

"Nah sekarang, karena sudah larut malam— " Raline mengambil koran dan beberapa dokumen di pangkuan Ranu lalu mengeyahkannya, "—waktunya kamu istirahat. Jangan terlalu banyak begadang. Apalagi, besok kamu harus berangkat pagi ke kantor."

Ranu yang awalnya tersenyum sembari memerhatikan gerak-gerik Raline mendadak teringat akan sesuatu hal, "Ah iya, aku belum memberitahumu. Besok aku tidak ke kantor,"

Jadi dua tiket itu benar adalah hadiahku? Raline nyaris melompat dari kasur dan bersorak kegirangan ketika Ranu melanjutkan kata-katanya.

"Aku harus terbang ke Swiss untuk peluncuran rancangan produk terbaru besok. Kemungkinan bisa sampai tiga malam. Kamu jaga diri baik-baik di rumah, ya?"

Seperti orang yang napasnya baru saja diambil, Raline menjadi sesak. Wajahnya tertekuk dan matanya terasa panas. Lagi-lagi, harus menelan kecewa.

"Hei kenapa?" Ranu menangkap raut murung Raline di balik kepala wanita itu yang tertunduk.

"Tidak papa," Raline memaksakan senyum, "Hanya saja, aku masih merindukanmu,"—Ranu baru pulang kemarin malam setelah hampir sepekan berada di Singapura untuk urusan bisnis. Laki-laki itu juga sangat sering lembur di kantor sehingga membuatnya jarang ada dirumah.

"Andai kita bisa lebih punya banyak waktu bersama..." setidaknya sehari saja di hari ulang tahunku.

"We do have a lot of time," timpal Ranu dengan napas rendah. Ia meraih dagu Raline dan menatap manik coklat wanita itu dengan penuh kasih sayang, "Setelah ini selesai, aku janji kita akan banyak menghabiskan waktu bersama," Ranu merundukan kepalanya untuk meraih bibir ranum Raline lalu melumatnya dengan penuh gairah.

ini mungkin sudah yang kesekian kalinya dalam ingatan Raline, Ranu mengatakan hal serupa seolah dikepalanya hanya terisi janji manis itu. Kendati demikian, Raline juga tak pernah menuntut haknya atas perhatian dan waktu Ranu yang mulai terbagi-bagi hanya untuk masalah pekerjaan.

— R&R —

Usai berpamitan dengan Raline, keesokan harinya Ranu langsung bertolak ke bandara international untuk terbang ke Swiss seperti yang telah diagendakan. Rasanya, ia memang menjadi bersalah setiap kali meninggalkan Raline seorang diri karena perjalanan bisnis. Jika saja bisa, Ranu selalu ingin membawa Raline bersamanya. Tapi itu tidak mungkin dilakukan sebab dampak buruknya akan lebih besar daripada kesenangan yang ia dapatkan. Jumlah orang yang menginginkan kehancuran Ranu semakin meningkat seiring bertambah suksesnya dia memajukan perusahaan. Mereka termasuk Adyan sedang berlomba-lomba menemukan celah untuk membuat Ranu bertekuk lutut dan menyembah para keparat itu!

Satu-satunya cara agar Ranu tidak dapat dikalahkan oleh mereka adalah dengan menguatkan pengaruhnya. Seperti yang saat ini tengah dilakukan. Ranu datang ke Swiss untuk secara diam-diam merancang peluncuran produk unggulannya yang akan dilakukan dalam waktu dekat. Produk tersebut merupakan hasil garapan mega proyek kerjasama dengan beberapa mitra perusahaan yang bergerak di industri otomotif. NIlai investasinya digadang-gadang sangat fantastis mencapai milyaran dolar, yang jika kampanye penjualannya berjalan sukses akan membuat Ranu menduduki peringkat orang terkaya di dunia.

If Something Happens I Love You: THE UNFORGIVABLE MISTAKEWhere stories live. Discover now