Wajah, senyum, rupa yang tidak bisa Qila ingat meski ia menyaksikan sendiri bagaimana tangan itu akhirnya merangkul Qila.

"Qila? Kenapa? Mana yang sakit badannya. Qi bangun lo mimpi buruk lagi."

"Qila."

"Bunda." Mata Qila berkaca-kaca. "Bunda mana? Tadi bunda ajak Qila pergi, bunda dimana sekarang?"

Saka kebingungan saat saudara kembarnya menangis sambil memanggil nama bunda. "Qi lo cuma mimpi."

"ENGGAK!" Qila menggeleng keras. "Aku gak mimpi! Bunda ajak aku pergi, bunda ada tadi!"

"Mana bunda Ka!"

Teriakkan Qila terdengar sampai keluar kamar. Ayah masuk dengan tergesa, wajah lebamnya dipenuhi kecemasan.

"Kenapa? Ada apa Saka, kenapa Qila nangis begini."

Saka menggeleng sebagai jawaban.

"Kenapa malah ayah yang datang? Aku gak mau lihat ayah! Aku mau bunda bukan ayah!" Qila melempar semua barang yang ada di dekatnya hingga mengenai Akbar.

Tangisan Qila semakin menjadi, wajahnya kembali sembab dan memerah. "Aku benci ayah! Ayah yang udah buat mola mati. Kenapa ayah kesini? Mau hukum Qila karena gak masuk sekolah? Mau pukul Qila karena ujiannya belum dapet seratus? MAU APA AYAH KESINI!!"

Saka kelimpungan mengambil tangan Qila yang menjambak rambutnya sendiri secara brutal. Hati Saka teremas melihat Qila yang begitu frustasi hanya dengan melihat ayah.

Sedangkan Akbar hanya bisa mematung dalam raungan Qila yang semakin kencang. Tangis yang tidak pernah Akbar perhatikan, ternyata ia telah sehancur ini melukai hati putrinya.

"Gak mau aku gak mau liat muka ayah." Saka memeluk tubuh Qila guna menenangkan kembarannya.

"Qi," panggil Saka sambil berbisik penuh pengertian. "Tenang Qi."

Tangan Saka telaten mengelus kepala Qila hingga tangis yang semula kencang berubah menjadi sedu yang perlahan mengecil.

Butuh beberapa menit Qila dapat tenang, hingga kesadarannya mulai kembali seiring tangisnya yang mereda. Qila kembali mengamati posisi ayah yang tak berubah barang sejengkal pun ditempat awal ayah masuk.

"Udah tenang?" tanya Saka pelan. "It's okay Qi, cuma mimpi."

"Saka," panggil ayah dengan suara parau. "Bisa tolong biarkan ayah bicara dengan Qila?"

Mendengar hal itu Qila spontan mengencangkan pelukannya dengan Saka, tak mau ditinggal berdua dengan ayah.

"Gak bisa."

Akbar tersenyum tipis namun menyiratkan kesedihan. "Tolong."

Baik Qila maupun Saka keduanya sama-sama terkejut atas kata yang baru saja Akbar ucapkan. Saka menimbang sebentar sebelum pada akhirnya ia melepas pelukannya.

"Gue gak kemana-mana Qi tenang aja." Saka tersenyum samar sambil mengelus kepala Qila. "Gue nunggu dibalik pintu kamar."

Tidak mau. Qila menolak dengan gelengan keras.

"Gak apa-apa."

Bukannya Saka tidak mengerti atas perasaan Qila yang tak ingin bertemu ayah saat ini. Namun pada alam bawah sadarnya pun Qila masih menyerukan nama ayah beberapa kali sambil menangis.

Menunda hal yang sebenarnya bisa segera diselesaikan tidak lebih efektif daripada membuatnya tuntas secepat mungkin.

"Saka bisa hajar ayah lebih dari Daniel kalau sampai ayah buat Qila nangis." Saka mengisyaratkan ancaman melalui sorot matanya.

Paradise (Segera Terbit)Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin