"Haha okay sayang." Dirga mencubit hidung Alya gemas. "Tunggu sebentar disini."

Alya menopang dagu dengan sebelah tangan. Malam ini Dirga menginap di apartemennya karena sepanjang malam Alya mengeluh sakit pada perut.

"Ini aku bikin yang gak terlalu panas." Alya tersenyum menyambut Dirga dengan sebuah kompresan yang segera diberikan untuknya. "Mau sambil tiduran atau duduk aja?"

"Disini aja." Alya menepuk sofa di sampingnya yang kosong. "Aku mendadak gak bisa tidur."

"Gak apa-apa nanti setelah di kompres pasti ngantuk lagi, baru lanjut tidur, kamu gak ada kelas kan hari ini?"

Alya mengangguk. "Hape kamu bunyi terus semalam."

"Maaf ya pasti kamu keganggu." Dirga mengelus kepala Alya sayang. "Adik aku telepon."

"Kenapa sampai berkali-kali gitu?"

Dirga menaikkan bahu. "Iseng mungkin."

Kedua tangan Alya maju memeluk tubuh Dirga yang terbalut kaos hitam polos. "Siang ini kamu mau pulang ke rumah?"

Dirga tampak menimbang sebentar, apakah sebaiknya ia memastikan saja kenapa Daniel menelponnya?

"Gak usah yaaa? Temenin aku aja disini, lagian kamu juga gak ada kelas kan?"

"Iya sih," Dirga menepikan anak rambut yang sedikit menutupi wajah Alya. "Kenapa kamu gak bolehin aku pulang?"

"Bukan gak boleh." Alya menegakkan sedikit kepalanya. "Aku cuma pengen habisin waktu lebih banyak sama kamu, selama ini kamu sibuk sama kuliah sampai lupain aku."

"Aku gak lupain kamu, emang tugas lagi banyak banget akhir-akhir ini. Apalagi aku lagi siapin projek akhir, kamu gak salah paham karena hal ini kan?"

Alya menggeleng kecil. "Enggak. Tapi boleh kan aku minta waktu kamu sebentar? Sehari aja."

"Okay kalau itu bisa bikin perasaan kamu lebih baik." Putus Dirga tanpa pikir panjang.

Alya tersenyum senang lalu mengeratkan pelukannya. Dibalik senyuman manis yang ia sematkan, ada sebuah kepuasan karena telah berhasil membuat Dirga memilihnya.

Sebenarnya Alya sudah menghapus pesan yang datang atas nama Daniel di ponsel Dirga. Daniel yang Alya yakini sebagai salah satu dari adiknya, sungguh mengganggu.

Apalagi ketika beberapa pesan datang dan mengatakan bahwa Qila masuk rumah sakit. Alya tidak mau waktunya dengan Dirga diganggu oleh siapapun, bahkan adik Dirga sekalipun.

"Sayang."

"Hm," gumam Dirga pelan.

"Kamu sayang aku, kan?"

"Kok tanya gitu? Jelas aku sayang kamu."

"Suka aja denger kamu bilang sayang ke aku," ujar Alya yang mengundang tawa kecil Dirga.

"Dasar manja."

Alya merasa berhak melakukan hal ini karena dirinya lah yang menemani Dirga di masa terpuruk lelaki itu. Hanya dia yang bertanya bagaimana perasaan Dirga dan membantunya melalui semua luka yang coba Dirga pendam seorang diri.

Toh Dirga pun sayang padanya, jadi menghapus beberapa pesan itu bukan hal yang besar, kan?

Alya yakin Dirga akan memaklumi apa yang ia lakukan.

Karena Dirga menyayanginya.

***

"Udah aku bilang, kan? Ayah gak akan peduli."

"Lo masih punya gue sama Daniel."

"Aku gak punya siapa-siapa."

"Qi, please." Pinta Saka dengan sangat memohon. "Lo belum lama siuman, lebih baik tidur lagi oke? Tubuh lo butuh banyak istirahat."

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now