[PART MASIH LENGKAP]
"Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!"
Baginya yang terbiasa dibandingkan dengan saudara sendiri, mendengar perkataan itu tak lagi menimbulkan sakit meski sesekali menangis dala...
"Hati-hati dijagain, ntar digondol orang tengah jalan."
Angkasa terkekeh sambil melirik Qila yang masih menunduk. Kemudian dia menarik lengan Qila untuk berjalan lebih dulu dan keluar melalui celah tembok yang cukup untuk dilewati untuk satu orang.
"Dari sini kita mending naik angkot biar cepet sampe," ujar Angkasa sembari membersihkan kotoran di tangan Qila. "Sesek gak napasnya gara-gara rokok tadi?"
Qila menggeleng, "Enggak."
"Oke." Mata Angkasa memindai tubuh Qila memastikan sekali lagi bahwa cewek itu benar-benar baik. "Lo udah pernah liat pantai?"
Dulu saat oma masih ada Qila sering diajak bermain di pantai karena rumah oma yang berdekatan langsung dengan pantainya.
Melihat respon positif yang Qila berikan semangat Angkasa kian membara. Ia ingin sekali melihat senyum manis Qila terpancar selalu seperti itu.
Entah sejak kapan tepatnya, Angkasa mulai memperhatikan setiap ekspresi yang Qila lakukan. Bibirnya yang mengerucut saat mengomel, matanya yang berkedip cepat saat berbohong, dari setiap ekspresi yang Qila tampilkan, ia sadar bahwa dirinya tak suka melihat Qila bersedih.
Tangan Angkasa naik menyingkirkan rambut yang menghalangi wajah Qila. "Gue tunjukkin tempat yang bisa hilangin stress lo."
"Ayo." Qila meraih uluran tangan Angkasa, ikut berlari kecil bersamanya sambil menunggu angkot yang akan mereka naiki.
Dari degupan jantung yang semakin kencang akibat berlari, Qila merasa hidup kembali. Senyum terukir diwajahnya yang semula murung.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Deburan ombak terdengar menenangkan ditelinga Qila. Sudah lama sekali ia tak mendengar suara ombak.
"Suka?" tanya Angkasa, matanya memperhatikan lengkungan bibir Qila yang begitu tulus.
Qila balas menatap Angkasa, mengangguk beberapa kali, tak menutupi rasa senangnya.
"Makasih," ujar Qila. "Berkat kamu aku gak sedih lagi."
Meskipun mentari bersinar lebih terik dari biasanya, tubuh Qila justru menjadi lebih bersemangat. Tangannya dengan cekatan menggali pasir dan membuat 4 lobang yang berbeda ukuran.