Bola mata Qila hampir saja keluar saking kagetnya. "A-ayah?"

"Ayah beneran pulang? Bukannya seharusnya ayah pulang minggu depan, bi?"

"Bibi gak tahu neng, makanya ayo cepet masuk kamar. Kalau bapak tahu neng Qila disini pagi-pagi nanti bapak marah besar."

Qila lantas meraih mola yang masih lahap makan dan segera bangkit dari jongkoknya.

"Jadi begini kelakuanmu jika ayah tidak ada!!?"

Deg. Qila tersentak dan langsung membalikan badan menyambut kedatangan Akbar dengan wajah takut.

"A-ayah."

"Dasar anak kurang ajar!"

"JANGAN!" Qila memekik keras saat mola ditarik paksa dari pelukannya.

"Ayah kira sikap tegas ayah sudah cukup membuat kamu mengerti." Akbar menepis tangan Qila yang menggapai-gapai kelincinya. "Rupanya bukan pintar malah semakin bodoh! Dikasih hati malah minta jantung!"

"Ampun, ayah... Qila salah, maaf... Ayah maaf... tolong lepasin mola. Jangan ambil mola ayah..."

"Hanya karena seekor kelinci kamu berani membolos!? Kelinci sialan ini biar ayah musnahkan saja. Awas kamu minggir!" Akbar mendorong Qila dengan kakinya.

"Enggak!" Qila bersimpuh memeluk kaki Akbar, tak membiarkan dia pergi. "Jangan, jangan ambil mola... Pukul aku aja, ayah. Iya... Qila salah! Tolong! Pukul aku lepasin mola."

Akbar mendengus tak merasa iba sama sekali. Baginya Qila memang harus diberi pelajaran agar memiliki rasa kapok. Selama ini sifatnya keras pada Qila semata-mata untuk kebaikannya.

Namun, bukannya introspeksi diri atas kesalahan yang selama ini diperbuat. Dia malah semakin nakal dan berani membolos disaat tahu Akbar punya jadwal bisnis ke luar kota.

Qila menangis tersedu-sedu, sungguh ia menyesal, amat sangat. Qila rela menukar tubuhnya asalkan mola tetap bersama Qila.

Hanya itu satu-satunya peninggalan eyang yang masih bisa Qila jaga. Mola adalah tempat pelariannya, mola tidak bersalah, semua ini adalah ulahnya. Jadi hukum dia saja! Qila terus memohon namun tak Akbar indahkan.

Suara Qila sudah hampir habis, tapi ia tetap mencekal kaki Akbar hingga tak bisa berjalan sejengkal kaki pun. Membuat ayahnya itu semakin jengkel dan habis kesabaran.

"Minggir! Jangan bikin ayah lebih marah dari ini. Bisa-bisanya kamu bolos hanya demi seekor kelinci!? sudah hilang otakmu? Iya?!"

Akbar sungguh marah, ia mencengkram kelinci kesayangan Qila dengan sangat kencang tepat dibagian leher.

Qila berbeda dengan anaknya yang lain, padahal perempuan tapi bebalnya sungguh kelewatan. Entah harus menggunakan cara apa agar dia bisa sadar bahwa tingkah lakunya itu kekanakan, Akbar sungguh tidak lagi bisa memaklumi. Ia ingin semua anaknya sukses, dan kesuksesan tidak bisa diambil dari cara malas-malasan.

Hingga tak lama,

bruk

Mola jatuh dari tangan Akbar, terlepas dengan keadaan terkapar seperti sudah tak bernapas. Qila termenung beberapa menit sebelum kembali meraung memeluk mola yang sudah jatuh di lantai dengan tangis yang begitu memilukan.

"MOLA!!"

"Mola kenapa... kenapa gak napas. Mola jangan tinggalin Qila. Mola ayo bangun nanti Qila kasih wortel kesukaan mola lagi." Tangis Qila berderai pilu sambil memeluk kelinci kesayangannya.

Paradise (Segera Terbit)Kde žijí příběhy. Začni objevovat