"Aku bisa sendiri!"

"Ck." Angkasa menjitak kepala Qila pelan. "Bocil diem aja biar orang dewasa melakukan tugasnya."

"Ih!" pekik Qila kesal tak suka dipanggil bocil oleh Angkasa. "Udah deh kalau mau jail pergi sana. Jangan bikin mood orang jelek!"

"Yeuuu marah, iya-iya maaf gak usah ngambek."

"Sini biar aku sendiri yang bersihin."

"Aquila tukang ngambek Taleetha," ujar Angkasa yang mendapat cubitan pedas kali ini. "Aduh, ampun sakit!"

"Biar tau rasa! Jangan resek makanya jadi orang."

Angkasa menipiskan bibir sebelum bangkit dan menarik ikat rambut Qila dan berlari takut dicubit kembali.

"Gue, kan reseknya cuma sama lo!"

"ANGKASA JELEK! AWAS YA AKU BALAS NANTI!!"

***

Qila menghela napas beberapa kali guna mengusir gugup. Jantungnya terus berdegub kencang seperti akan jatuh ke perut.

"Loh sendirian?" Dokter Arini kaget. "Ibu kamu kemana?"

Qila tersenyum maklum saat Dokter Arini menanyakan Bi Iyem yang tak ikut hari ini.

"Ibu saya ada keperluan mendesak, dokter." Bohong, sebenarnya Qila saja yang tak ingin membawa siapapun.

Entahlah, firasatnya mengatakan akan mendapat berita buruk hari ini.

"Kalau gitu Qila bisa hubungin anggota keluarga yang lain? Karena saya tidak bisa memberitahu hasil tes kepada pasien tanpa didampingi wali."

"Saya gak punya anggota keluarga yang lain dokter."

"Begitu?" tanya Dokter Arini sangsi. "Tante atau Om juga tidak ada?"

Qila menggeleng mantap. "Saya bisa denger hasilnya sendiri kok, dokter."

Di bawah meja Qila meremas tangannya. Berharap dokter itu akan percaya dan menjelaskan hasil tes secepatnya.

"Baiklah, Qila bisa dengarkan ucapan saya secara seksama ya. Apabila ada yang kurang jelas bisa ditanyakan." Dokter Arini berujar lembut.

"Iya, dokter."

"Jadi berdasarkan tes kemarin...."

Telinga Qila seakan tuli mendengarkan segala kalimat yang keluar dari Dokter Arini. Jantungnya seperti tertikam oleh benda tajam.

Qila hanya berharap apa yang sedang ia alami sekarang hanyalah mimpi dan sebentar lagi dia akan bangun.

"Karena memang gejala yang timbul memperkuat asumsi, jadi kemarin saya minta untuk dilakukan tes." Dokter Arini begitu rinci menjelaskan. "Seperti Qila yang mudah lelah, mimisan yang semakin sering, badan kamu mudah lebam, itu adalah gejala penyakit ini."

"Qila sendiri apa pernah saat menyikat gigi, gusinya menjadi mudah berdarah?"

"Iya," jawab Qila tercekat.

Dokter Arini tak tega sebenarnya untuk meneruskan pembicaraan ini. Namun melihat mata yang memohon di awal membuatnya tak kuasa menolak.

"Nanti silahkan Qila bicarakan lagi dengan Ibu ya. Qila masih sangat bisa mengupayakan kesembuhan."

Tuhan, tolong jika memang benar ini mimpi tolong bangunkan Qila sekarang. Dia tak mau mendengar ini, Qila tak mau punya penyakit ini.

"Terima kasih, dokter." Qila pamit selepas Dokter Arini menyelesaikan penjelasannya.

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now