"Heh cupu! Buang sampah dulu sebelum balik kelas," ucap Wenda sambil melempar dua kantong plastik. "Awas lo kalo sampe nyapu gak bersih."

"Dari awal cuma aku yang kerja, buang sampah juga aku?"

"Iya. Kenapa? Gak suka lo?" Wenda berkacak pinggang.

Kalau bukan karena Vega dia takkan sudi datang pagi-pagi hanya untuk melihat pekerjaan cewek ini.

Memangnya dia penjaga yang harus mengawasi setiap pergerakan Qila? Dia juga punya kesibukan sendiri! Intinya semua ini salah gadis itu.

"Kalo bukan gara-gara lo sekarang gue masih santai di rumah, sarapan bareng keluarga gue!"

Qila meremat gagang sapu. "Di jadwal seharusnya kamu, aku, Bagas dan Andin piket bareng."

"Terus? Lo mau gue ikut bantu lo bersih bersih?"

"Itu emang tanggung jawab kamu," ujar Qila tegas.

"Banyak omong! Heh perlu gue ingetin kalo mulai sekarang lo adalah babu ekskul ini?"

Wenda kesal, berbicara dan menatap wajah sok polos itu membuat perasaannya kesal. Ditambah gaya bicara Qila yang seolah tersakiti itu, cih! Dasar pencari perhatian.

"Lagian siapa suruh join kesini, nyesel kan lo."

"Aku gak tau masalah kamu sama aku apa, tapi dari awal tujuan aku ikut ekskul ini buat ngembangin diri bukan jadi bahan olokan kalian."

"Ohhhhh ya?" Wenda merespon dengan nada menyebalkan. "Terus gue peduli?"

"Lo pikir dengan Vega nerima lo, lo sepenuhnya jadi bagian dari kita? Hah! Jangan mimpi. Sampai kapanpun juga lo bakalan jadi babu ekskul ini!"

"Masih pagi, Wen. Marah marah mulu kerjaan lo." Vega yang baru saja datang langsung merangkul pundak Wenda. "Keriput lama-lama muka lo kalau ditekuk mulu."

"Ck. Ngapain sih lo terima dia disini, liat kerjaan gak becus daritadi bisanya ngeluh doang."

Mulut Qila terbuka lebar. Tidak becus? Mengeluh? Dia bahkan membereskan semua sampah dalam ruangan yang hampir mirip kapal pecah ini sendirian.

"Gak apa-apa." Vega tertawa matanya memperhatikan penampilan Qila dari atas kebawah. "Toh dia berguna buat hal hal kaya gini, kan?"

"Ya tapi gue kesel liat mukanya! Gue pastiin yang lain juga sama cuma mereka gak berani bilang sama lo aja."

"Oh ya?" balasnya tak peduli.

"Vega lo serius gak mau pertimbangin dia lagi? Ini soal citra kita di depan anak anak sekolah. Umur ekskul kita juga belum lama masa udah kena cap miring gara-gara nerima cewek kaya dia," tunjuk Wenda kesal.

Keduanya berdiri tepat di depan pintu berhadapan dengan Qila yang memegang kencang sapu di depan dadanya.

"Lo tenang aja, gue pastiin keputusan nerima dia gak akan bikin kita rugi." Vega tersenyum cerah. Kedua orang itu berbicara seolah tak menganggap keberadaan Qila.

Padahal kalimat yang mereka lontarkan cukup membuat Qila sakit hati.

"Dan lo jangan sampe telat latihan sore nanti, beresin ruangannya jangan sampe ada yang kelewat." Setelah itu Vega berlalu meninggalkan Qila yang menahan mati-matian sumpah serapah diujung lidah.

"Mampus," ejek Wenda puas tak lama dia pun menyusul Vega setelahnya.

tes tes

Qila menahan darah segar yang keluar dari hidungnya. Beberapa tetes yang jatuh mengotori lantai ruangan.

Sebelah tangan Qila meremat kepalanya yang kembali sakit. Sulit dijelaskan tapi rasa sakit itu seakan dapat mengambil kesadarannya saat ini.

"Sshhh."

Paradise (Segera Terbit)Where stories live. Discover now