Care : 10

84 43 108
                                    

"Turunin gua," cicit Joline.

Melio tetap tidak menghiraukan ucapannya. Ia berjalan menuju lift dan berhenti di depan pintu. Orang-orang yang juga sedang menunggu melirik pada Melio yang menggendong Joline. Joline malu bukan main, ingin berontak tapi Melio pasti marah padanya. Akhirnya, dia hanya bisa pasrah.

Lift terbuka dan menampilkan Leon berada di dalam. Leon berhenti melihat Melio yang sedang menggendong Joline, Melio pun sebaliknya. Ke dua orang itu saling memandang menunjukkan raut wajah datar.

Joline yang heran mengapa Melio tidak kunjung masuk lift menengok, "Leon?"

Melio lalu terdorong oleh orang-orang yang ingin masuk lift. Akhirnya dengan masih menggendong Joline, tubuh Melio masuk ke dalam. Leon juga ikut terdorong ke belakang.

Dengan masih menatap Melio, Leon berucap, "turunin Joline."

Tanpa aba-aba Melio langsung menurunkan Joline. Hal itu membuat Joline terkejut dan membuat sedikit hentakan pada kakinya yang sakit. "Ah.."

Leon langsung memapah dan menatap khawatir, "apa yang sakit?"

Joline tidak menjawab ia meringis sambil masih berpegangan pada tangan Melio. Ia lalu sadar dan langsung melepas pegangannya.

"Lo dari mana?" tanya Leon. "Di kamar nggak ada siapapun, gua kira udah pulang."

"Dari luar bentar," jawab Joline. Tidak lupa ia melirik Melio yang sangat tidak berminat dengan obrolonnya.

"Berdua doang? Om Erzan kemana?" Leon mendekatkan Joline pada dirinya.

"Pergi makan sama om Gerald," jawab pelan Joline.

Leon lalu melirik Melio, "dari kapan?"

"Setengah jam yang lalu mungkin."

"Lama bener. Lo nggak diapa-apain kan!?" sengit Leon sambil menatap Melio.

Melio yang mendengar ucapan Leon, mendengus. "Hah."

"Leon!" tegur Joline. Ia menyikut perut Leon keras. Hal itu tidak berpengaruh apa-apa pada Leon. Leon malah semakin menarik Joline menjauhi Melio.

"Pelan-pelan, dong," protes Joline. Kakinya benar-benar terasa sakit.

"Kursi roda lo kemana?" nada suara Leon sangat terdengar tidak suka. "Masih belum boleh jalan malah keluar nggak pake kursi roda."

"Dipinjem," Joline menatap ke atas pintu lift. Tinggal dua lantai lagi menuju lantai dimana kamarnya berada.

"Lain kali nggak usah dipinjemin," ucap Leon. "Untung lo nggak di tinggal."

Melio menoleh dan menatap datar Leon. Laki-laki itu seperti ingin mengucapkan sesuatu namun ditahannya. Dan lebih memilih diam kembali menghadap depan.

Tidak lama pintu lift terbuka dan membuat orang-orang terkejut, termasuk Joline, Leon, dan Melio. Beberapa bahkan sampai berteriak ketakutan karena terdapat sekelompok pria membawa senapan panjang dengan pakaian hitam. Wajah mereka ditutup kain. Apalagi sekitar tiga orang dari mereka menyodorkan senjatanya ke arah lift.

"JANGAN ADA YANG BERGERAK!" ucap salah satu pria. Ia dan kedua rekannya masuk ke dalam lift seraya menyodorkan senjatanya tepat di kepala orang-orang, "ANGKAT TANGAN SEMUA! KELUAR SESUAI PERINTAH SAYA!"

Semua orang menunduk, badan mereka gemetar ketakutan. Tanpa ada yang tahu apa yang sebenarnya terjadi, mereka mengikuti perintah pria itu.

Ketiga pria bersenjata itu langsung memeriksa wajah dari orang-orang. "Keluar!" ucapnya. Sekelompok pria tersebut seperti sedang mencari seseorang.

CAREWhere stories live. Discover now