Teman karib Angga itu hanya menampilkan wajah datar, melirik sebentar ke arah Angga, lalu beralih pada gerombolan anak yang tengah menari di tengah lapangan, bersamaan dengan kegiatan basket. "Orang kaya lo mana ngerti. Tiap hari kerjaannya rapat, sorenya main basket, terus pulang. Kalo nggak, mainnya berduaan mulu sama Shena, sejak SD. Kapan cinta-cintaannya?"

Angga mendadak geli mendengar ucapan itu. Diliriknya Shena, di tengah lapangan dengan kaos hitam yang diberikan olehnya. Shena juga mengenakan celana training yang sama dengan milik Angga. Ada selendang merah muda yang terikat cantik di pinggang gadis itu.

Shena.

Sahabatnya. Angga tidak tahu mengapa Shena mendadak ingin ikut ekstrakurikuler tari. Apalagi sebelumnya, Shena tidak pernah punya pengalaman menari. Pada mulanya, Angga membujuk Shena agar ikut kelas teater bersamanya, tetapi sahabatnya menolak. Entahlah, sampai detik ini, ia tidak tahu alasan yang sebenarnya atas penolakan Shena. Padahal, Angga 100% yakin gadis itu sangat menyukai teater dan kelas akting.

Tanpa disadari, Angga melamun terlalu lama. Menatap kulit kuning langsat yang kini tersenyum manis padanya.

Putra melihat hal tersebut, menyenggol sekali lagi sikut Angga. "Tuh, gue bilang apa. Shena mulu. Nggak bosen?"

"Kenapa gue harus bosen?"

"Sekali-kali main sama yang lain."

Angga menegaskan, "Gue juga main sama yang lain."

"Nggak sesering kayak main sama Shena."

"Dia sahabat gue."

Pembicaraan konyol, pikir Angga. Mengapa ia harus mendapat validasi dari Putra yang bahkan bertemu dengannya hanya di saat-saat tertentu saja. Tentu saja, Angga manusia normal yang punya banyak teman, meski tak sebanyak Shena, dia bukanlah si kutu buku yang mengurung diri di perpustakaan sekolah saat jam istirahat tiba. Angga adalah Bendahara I dan anggota OSIS, anggota basket SMA Arjuna, dan 'Si Pangeran' dalam ekstrakurikuler teater yang diikutinya. Angga berteman dengan siapa saja. Berinteraksi cukup baik dengan guru-guru dan kakak kelasnya.

Apakah menurut Putra, hanya Shena satu-satunya temannya?

Putra menggeleng, "Lo nggak akan ngerti sekarang. Tapi nanti, gue yakin."

Pembicaraan itu tidak berlanjut karena akhirnya, Angga bangkit dari duduknya yang lama, bahkan membuat tulang belakangnya kaku menunggu Shena selesai mengikuti kelas tari sore itu. Penantiannya akhirnya usai. Gadis itu menghampiri dirinya.

Shena menyapa Putra, "Angga! Oh, hai Putra. Baru mau balik juga, ya?"

Putra membalas, "Iya. Mau bareng gue nggak? Kebetulan, supir gue baru aja di depan."

Omong-omong soal Veronica, pacarnya itu sudah lebih dulu Putra antar sampai dengan selamat di rumahnya.

Shena melirik Angga dan mendapati wajah masam. "Eh nggak usah deh, aku bareng Angga mau naik angkutan umum aja. Yuk?" kini mata cokelatnya berpusat pada Angga.

Sahabat cowoknya itu lalu mengambil beberapa map yang ia letakkan di sampingnya ketika duduk menunggu, lalu mengangguk.

"Putra, aku sama Angga duluan ya!"

"Oke, hati-hati!"

Keduanya akhirnya beranjak dari tempat, menuju gerbang sekolah yang terbuka lebar. Disambut semburat jingga yang mulai muncul. Menandakan bahwa hari sudah semakin sore.

"Ngobrol apa aja tadi sama Putra?" Shena membuka pembicaraan.

Angga mengangkat bahu, seakan-akan tidak ada percakapan penting, karena kenyataannya demikian. "Dia jadian sama Veronica."

"HAH?"

"Iya, aduh bisa nggak jangan teriak langsung di telinga?" Cowok itu mengusap-usap telinganya pelan.

Sahabatnya tertawa, masih terkejut dengan berita itu. "Vero temen sekelasku kan? Wah gilaaa, baru kemarin putus, sekarang udah jadian aja. Hebat tuh Putra!"

"Cih!" Angga bergidik ngeri. "Hebat apanya?"

"Yaaa, dia berani ngomong 'aku suka kamu' ke perempuan yang dia suka itu menurut aku hebat sih, dia berani."

"Emang kamu ga seberani itu?" kini giliran Angga bertanya. Mereka sudah ada di luar jangkauan gerbang sekolah dan kini Angga tengah memberhentikan satu angkot yang kebetulan melintas tepat di hadapannya. Mobil hijau itu akhirnya berhenti dan mempersilakan Angga dan Shena masuk.

Di ujung mobil, ada penumpang laki-laki berkaca mata dengan menggunakan setelan jas cokelat. Angga menahan Shena sebentar, kemudian ia masuk ke mobil itu terlebih dahulu, duduk di samping cowok tadi, lalu membiarkan Shena duduk di sebelah kirinya. Agar tidak berdekatan dengan orang asing.

Akhirnya Shena menutup pintu mobil tersebut.

"Iyalah. Kata Arin, kalo kamu suka sama seseorang, itu susah banget bilangnya."

"Aneh."

"Serius."

"Aku suka tuh sama kamu." Kini Angga mencoba membuktikan teori yang menurutnya sangat tidak masuk akal.

Meski sedikit kaget, buru-buru Shena terkekeh kecil. "Ya iyalah, aku kan sahabat kamu. Kita dulu juga sering bilang suka-sukaan." Gadis itu menjelaskan. "Maksud Arin, ngomong sukanya ya sama orang yang bakal jadi pacar kamu. Bukan ke sahabat kamu, Angga."

"Oh."

***

[Picts from Pin

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[Picts from Pin. All rights reserved]

Kalian lagi suka dengerin lagu apa?

I Am PlutoWhere stories live. Discover now