69 || Luka dan Penyembuhnya

Mulai dari awal
                                    

Safina mulai mendorong kursi roda tersebut. Membawa Keysha keluar dari ruangannya menuju taman rumah sakit. Namun saat di koridor rumah sakit keduanya bertemu Rakael.

"Ngapain?" tanya Rakael dengan wajah datarnya.

"Amora pengen jalan-jalan. Abang dari mana aja?" Safina memperhatikan wajah Rakael. Anak lelakinya itu terlihat lelah.

"Mata lo burem ya? Udah malem! Ngapain keluar?" Rakael menatap Keysha tajam.

"Bundaaa..." cicit Keysha, kedua matanya berkaca-kaca membuat Rakael berdecak. Sejak berada di rumah sakit perasaannya gampang sensitif.

Rakael yakin jika Keysha keluar bukan untuk jalan-jalan seperti yang sang Bunda katakan. Apalagi di malam hari seperti ini. Pasti perempuan hamil itu tengah mencari sahabatnya.

"Suami lo nggak ada. Jadi nggak usah dicari! Kalo dia peduli pasti dia ada disini sekarang. Jagain lo."

Mendengar penuturan menohok Rakael membuat Keysha menundukkan kepalanya. Dengan kedua tangannya yang saling bertautan. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya ketika sedang dilanda rasa gelisah.

Nyatanya Gavin tidak menepati janjinya seperti yang ia katakan setelah pertengkaran mereka tadi siang. Menjaganya dari luar? Ck. Gavin bohong kepadanya.

"Abang tau Gavin dimana?" tanya Safina kepada Rakael.

"Nggak tau! Dan nggak pengen tau! Udah, mending Bunda bawa Keysha masuk lagi aja." ujar Rakael memilih mendudukkan tubuhnya di bangku tunggu yang tersedia di koridor rumah sakit.

Rakael memijit pelipisnya, kepalanya terasa pening. Seharian berada di rumah sakit membuatnya muak. Kumpul bersama teman-temannya saja hanya sebentar.

"Yaudah, Amora istirahat aja, ya nak? Nanti Bunda yang telpon Gavin." Safina mengusap pundak Keysha, gadis itu mengangkat wajahnya mengangguk kecil.

Safina kembali mendorong kursi roda Keysha menuju ruangannya. Namun baru beberapa langkah Safina menghentikan dorongannya sambil menatap kedepan.

"Itu bukannya Rissa ya?" tanya Safina membuat Keysha mengikuti arah pandang sang Bunda.

Keysha mengerutkan keningnya, "Iya. Itu kak Rissa."

"Udah nggak usah di urusin! Bund─"

"Bunda kita samperin kak Rissa." sela Keysha cepat memotong ucapan Rakael.

Entah kenapa rasa penasarannya tak bisa ia tahan melihat ketika Rissa sedang menangis tersedu-sedu memaksa masuk ke dalam UGD. Keysha mulai membawa kursi roda nya menghampiri Rissa.

"Kak Rissa?" panggil Keysha.

"Kakak kenapa? Siapa yang sakit, kak?" tanya Keysha memperhatikan Rissa yang semakin terisak ketika menatapnya. Pakaian perempuan itu penuh dengan noda merah yang Keysha yakini itu adalah darah. Tapi darah siapa?

Keysha melirik pintu UGD lalu kembali melihat Rissa. Ada rasa penasaran yang amat sangat mengganggunya saat ini. Jika tadi hanya sekedar gelisah, namun kali ini perasaannya berkata lain. Apalagi dengan diamnya Rissa semakin membuat Keysha tak tenang.

"Kak Ris─"

"Gimana? Dimana Gavin? Dia baik-baik aja kan?" tanya Ragil tiba-tiba kepada Rissa. Nafas cowok itu tersengal-sengal dengan wajahnya yang terlihat begitu khawatir.

Ragil tidak sendirian. Ia datang bersama Gidar, Zelfan dan juga beberapa anak-anak Xabarca yang lainnya.

Melihat itu, Rakael segera menegakan tubuhnya lalu mendekati para sahabatnya yang datang dengan wajah panik mereka.

Garis Takdir [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang