2

36 9 1
                                    

Athena memandang kesal Deo yang sejak tadi mengganggunya. Ternyata pria itu sedang libur, makanya tidak mempersiapkan untuk pulang. Sungguh, boleh ia menjual kakaknya itu? "Athenaa... Apa kau sekolah?" pertanyaan itu lagi. Bukankah jawabannya sudah jelas? Athena bukan pemalas yang akan lupa bahwa ia adalah seorang siswa yang masih sekolah. Ini bukan tanggal merah atau apapun yang berkaitan dengan libur.

"Kubilang diam! Aku harus selesai secepatnya sebelum ketinggian bus." kesalnya.

"Makanya aku bertanya, apa kau sekolah?" tanya Deo sekali lagi sebelum centong sayur dari Anya, mamanya, mendarat pada dahi mulus pria itu.

Jujur saja, Anya juga merasa sedikit kesal pada anaknya satu ini. Sangat berisik. Padahal harusnya Athena lebih cerewet, tapi sepertinya Deo sudah lupa jati diri. "Kalau abang mau antar Athena, langsung antar saja, tidak usah banyak basa basi. Athena nanti marah loh." Ucap Anya akhirnya.

Sedangkan Deo terlihat malah menatap adiknya itu jahil. Wajah Athena semakin masam mendengar ucapan Anya. Ke sekolah bersama Deo itu bukan ide yang bagus. Deo akan terus merecokinya sepanjang perjalanan. Bercerita, bertanya dan apapun. Sebenarnya tidak masalah, tapi cerita Deo sangat tidak menarik. Athena kadang berharap pria itu menikah secepatnya. Padahal walau sangat sangat tidak ingin mengakui, namun dengan gengsi setinggi monas yang telah ia jatuhkan, Athena mengakui Deo itu tampan. Sangat malah.

Suatu hari, Athena pernah berfoto bersama Deo lalu ia post ke akun instagram pribadi miliknya. Beberapa saat kemudian, pesan masuk membanjiri notifikasinya. Mereka bertanya siapa pria di sampingnya, apa hubungannya, meminta nomor Deo bahkan ada yang berpikir mereka berdua adalah pasangan. Sangat tidak jelas. Apalagi setelah Athena menceritakan hal tersebut kepada Deo, pria itu semakin besar kepala.

Ternyata usahanya untuk diam agar Deo berhenti itu sia-sia saat suara Deo kembali terdengar. "Athena sudah marah, ma." ia menyindir sambil melirik Athena sekilas, kemudian kembali menatap Athena.

Tanpa mengucap apapun untuk membalas Deo, Athena mengambil ayam di meja lalu menaruh di mulut Deo dengan kasar membuat Deo menutup mulutnya, mengambil tangan Athena dan merebut ayam itu dari tangan sang adik kemudian memasukkan ke mulutnya dengan lebih manusiawi. "Athena, kau tidak bisu kan? Kau tidak pernah membuka mulut mu sejak tadi." Deo memandang Athena serius. Bicara dengan Deo itu memerlukan usaha yang sangat besar.

"Bisu mata mu!" akhirnya ia kembali membuka mulut.

Beberapa saat kemudian, Dirga, Papa mereka turun dengan setelan kerja nya menghentikan seluruh perdebatan mereka. Lebih tepatnya Deo dan Athena. Pada akhirnya, Athena harus mengalah. Deo memaksa untuk mengantarnya. Yah, di pikir pikir ini kesempatan yang sangat baik. Sangat jarang Deo mempunyai kesempatan untuk mengantar Athena.

✵✵✵

Tolong percaya, tidak, Athena tidak bosan. Ia hanya lelah dengan pemandangan seperti ini setiap hari. Aira berada di atas sana melakukan presentasi menggunakan bahasa asing, bahasa Inggris. Mereka sekali lagi memandang Aira kagum. Entah sudah se banyak apa tatapan kagum tertuju padanya. Namun diantara semua tatapan itu, ada satu tatapan yang membuatnya bingung. Daniel Hartigan. Pria itu menatap Aira datar, tanpa minat. Seolah ia menatap ke sana karena terpaksa. Atau mungkin memang karena terpaksa? Entahlah, Athena tidak ingin memikirkan apapun soal itu.

Entah apa yang merasukinya, Athena memandang pria itu lekat hingga orangnya menyadari. Daniel menoleh, menatap Athena yang kemudian tersadar lalu kembali menatap ke depan. 2 tahun berada di sekitarnya, ia tidak pernah berpikir untuk memandang Daniel se lama itu.

Ekspresi terkejut sangat kentara dari Athena. Aira yang telah selesai dengan presentasinya menatap Athena bingung. Kira-kira apa yang membuat sepupunya terkejut? "Kau kenapa?" Aira menatap Athena yang terdiam.

AORTAWhere stories live. Discover now