Epilog

2.9K 252 8
                                    

Mataku terpaku pada seorang gadis jangkung yang sedang memainkan bola basket di tangannya. Dia berlarian menghindar dari kejaran seorang pria yang berusaha merebut bola itu dari tangannya. Tapi, pria itu dengan cepat menghadangnya dan merebut bola, lalu berlari berlawanan arah. Pria itu melempar bola pada ring dan berseru senang.

"Ayah menang!" Pria itu tertawa saat melihat gadis yang bermain bersamanya hanya menatapnya kesal. Dia merangkul gadis itu dan berjalan ke arahku.

"Kenapa sih Ayah nggak bisa mengalah sama aku?" Mata gadis itu menatapku nanar, lalu memelukku.

Aku menepuk-nepuk punggungnya dengan lembut. "Ada apa sih? Kenapa serius sekali?"

"Lila mau adik!" Gadis itu merengek semakin nyaring.

Aku yang terkejut dengan perkataan Lila, menatap pria yang berdiri di belakangnya. Pria itu mengalihkan pandangan matanya, bersikap tidak peduli dengan yang sedang terjadi.

"Teman-teman Lila semuanya punya adik, punya kakak. Bahkan ada yang delapan bersaudara. Kenapa sih Lila nggak boleh punya?"

"Itu karena ayahmu penakut," kataku.

Lila melonggarkan pelukannya dan menatapku dengan mata sembab. "Ayah takut?"

"Dulu Ayah sebenarnya ingin punya anak banyak." Aku melirik Andre yang masih berdiri di belakang Lila. "Bunda pernah cerita ke Lila kan kalau Ayah lihat langsung gimana Lila keluar dari perut Bunda?"

Lila mengangguk.

"Selama proses melahirkan itu, Ayah terus menangis melihat Bunda kesakitan. Sepertinya Ayah masih trauma dengan hal itu. Ayah hanya takut kalau lihat Bunda sakit." Aku menyentuh pipi Lila. "Tapi, Bunda tahu pasti Ayah juga ingin punya satu orang lagi yang seperti Lila. Jadi, doakan saja ya suatu saat Lila punya adik."

Senyum Lila merekah. "Beri Lila adik yang ganteng ya, Bun."

Aku dan Andre saling bertatapan. Aku tahu dia masih tidak sependapat tentang aku yang juga ingin hamil lagi. Bahkan setelah aku melahirkan, dia bersikeras memakai alat kontrasepsi setiap berhubungan intim. Dia benar-benar menahan diri sejak saat itu.

***

Aku menatap pantulan diriku di cermin. Tidak mudah mengembalikan bentuk tubuhku kembali seperti saat sebelum hamil. Masih ada bekas selulit di perut dan pahaku pasca melahirkan, membuatku terkadang tidak percaya diri jika memakai pakaian terbuka di depan Andre.

Kehadiran Andre yang tiba-tiba muncul di belakangku, mengejutkanku. Aku dengan cepat memakai jubah mandiku. "Maaf, kamu pasti gerah ingin mandi dari tadi."

Andre memelukku dari belakang. "Kamu yakin ingin hamil lagi?"

"Kalau kita berdua tiada, setidaknya Lila punya saudara yang bisa jadi tempatnya bersandar. Sebentar lagi umurku sudah kepala empat. Saat itu akan lebih sulit dan resiko kematian juga lebih tinggi."

Andre menatapku melalui cermin. "Kamu masih tetap sama seperti saat kita pertama kali bertemu. Aku tahu para mahasiswamu bahkan mengira kamu masih lajang."

Aku hanya tertawa. Dia pernah tidak sengaja melihat seorang mahasiswa 'menembakku' saat menjemputku di kampus. "Mereka tidak sepertimu yang main perkosa aja."

"Mau melakukan seks liar seperti itu lagi?"

Selain menahan diri untuk tidak membuatku hamil lagi, Andre juga menahan diri untuk bersikap 'kasar' saat seks. Dia melakukan semuanya dengan lembut. Bahkan saat kami berdua bertengkar, dia hanya memilih diam.

"Kamu yakin nggak apa-apa kalau aku hamil lagi?" Aku menyentuh pipi Andre. Aku ingat betapa takutnya dia saat proses bersalin berlangsung. Sejenak, aku melupakan rasa sakitku saat dia menangis. Sejak saat itu aku tahu betapa besarnya perasaannya padaku.

Dia memejamkan matanya, menikmati sentuhanku. "Aku tidak tahu."

Aku berbalik. Aku terpaku beberapa saat melihat Andre yang hanya mengenakan celana olahraga pendek. Walaupun sudah bertahun-tahun, tubuh pria di depanku masih tampak sama. Kualihkan pandanganku untuk menatap matanya. "Kamu tahu aku kuat. Aku tidak apa-apa selama kamu bersamaku. Kamu ingat betapa bahagianya saat kamu menggendong Lila kecil? Cukup ingat itu saja."

Bibir Andre mengecup bibirku dengan lembut. Tangannya melepas jubah mandiku dengan perlahan. Dia mengangkat tubuhku, membawaku ke ranjang dengan bibir yang masih saling berpagutan. Aku mengusap benda miliknya yang terasa menegang di balik celananya. Kemudian, Andre menarik dirinya dan segera melepas semua kain di tubuhnya.

"Mulai saat ini aku tidak akan menahan diri lagi." Andre kembali mencium bibirku.




- END -

PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang