Penolakan

4.2K 353 4
                                    

Tadi malam, aku sudah menelepon Ayah tentang lamaran Andre. Ayah terdengar terkejut dan tidak bisa menyembunyikan tawa bahagianya. Beliau tidak menyangka benar-benar akan berbesan dengan sahabatnya. Walaupun, umurku lebih tua dari Andre, mereka merasa itu bukan masalah besar.

Aku menyuapkan potongan alpukat terakhir ke mulutku. Kuakhiri sarapanku dengan segelas smoothies. Aku harus menjaga bentuk tubuhku selama proses lamaran-pernikahan ini. Tentu akan terlihat buruk jika pengantin wanita seorang Andre ternyata tante-tante gemuk. Walaupun, aku sangat yakin pria itu tidak akan mempermasalahkannya.

Persiapannya sungguh cepat. Andre benar-benar siap dengan semua rencana dadakan ini. Dia bahkan sudah memesankan baju khusus lamaran dan tiba-tiba membuat pesanan gaun pengantin. Aku tidak tahu bagaimana dia bisa mengetahui ukuran tubuhku. Apa dia mengukurnya saat aku tidur?

Sejujurnya, aku tidak begitu peduli dengan desain pakaian atau gaun yang akan kugunakan. Aku yakin Andre tahu yang mana yang terbaik untukku. Aku hanya akan melakukan pengepasan terakhir sehari sebelum pernikahan.

Kalau dipikir-pikir, Andre memang melakukan semuanya sendiri. Termasuk semua seks itu.. Aku menghela napas panjang. Sepertinya, aku harus belajar mulai menonton video dewasa atau pria itu akan segera bosan dengan orang kolot sepertiku.

Jam menunjukkan hampir pukul tujuh. Aku harus segera berangkat ke kampus dan menyiapkan materi kuliah. Andre berpesan agar aku tidak memakai pakaian yang mengundang para laki-laki berpikiran kotor mulai saat ini. Sungguh pria yang sangat pencemburu.

Aku mengambil tas tangan dan sebuah map besar berisi dokumen sebelum berjalan menuju pintu depan. Kubuka pintu depan dan terkejut melihat sosok di depanku. Dia tersenyum dan mengambil semua dokumen dari tanganku.

"Aku akan mengantarmu ke kampus." Gilang berjalan menuju mobil sedan hitam yang terparkir di belakang mobilku.

"Tapi--" Aku segera mengunci pintu rumah dan mengejar pria tinggi itu. "Kamu nggak perlu repot-repot, Lang. Kantormu kan berlawanan arah dengan kampus." Langkah panjang Gilang membuatku kesulitan mengejarnya, ditambah dengan heels dan rok span.

"Kebetulan, hari ini aku sedang ada urusan luar, jadi aku bisa menghabiskan waktuku sebentar denganmu." Gilang tersenyum seakan-akan alasan itu akan membuatku merasa lebih baik. "Ayo, masuk." Dia membukakan pintu penumpang. "Ayolah, sudah cukup lama aku nggak jalan bareng sama kamu."

Aku bisa membayangkan reaksi Andre jika aku memutuskan masuk mobil Gilang. Tapi, persahabatanku dengan Gilang sudah sangat lama. Hubungan kami jauh berbeda dengan hubungan toxic bersama Yoga. Kami hanya sahabat.

Aku masuk ke dalam mobil. Gilang meletakkan dokumenku di jok bagian belakang, lalu memutari bagian depan mobil dan duduk di balik kemudi. Untuk Andre, aku akan menjelaskan dan menyelesaikannya nanti. Kuharap dia mau mengerti dan menerima Gilang sebagai sahabat calon istrinya.

"Kurasa, kamu sibuk sekali akhir-akhir ini." Gilang memulai percakapannya saat mobil melaju di jalan raya. "Nia bilang kamu sedang dekat dengan seseorang."

Nia benar-benar informan yang baik. Kurasa semua orang di kampus mengetahui tentang hubunganku dengan Andre, termasuk Nia.

"Kata Nia, Yoga datang ke kampus membuat keributan. Apa itu benar?" Gilang sama sekali tidak menunggu jawabanku karena tampaknya Nia menceritakan semuanya padanya. "Kamu harusnya bilang ke aku kalau kamu ketemu si Brengsek itu."

"Sudah tidak apa-apa kok. Aku sudah membereskannya." Lebih tepatnya Andre yang membereskannya. Aku tidak ingin tahu bagaimana cara Andre menjauhkan Yoga dariku saat ini, tapi yang aku tahu pria itu tidak kenal menyerah. Suatu saat aku sangat yakin dia akan kembali mengejarku, walaupun sudah bersuami.

PossessiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang