Bagian Kedua

92 25 110
                                    

Selamat Membaca

Salah satu ruangan di sekolah yang menjadi favorit Nadira adalah ruang kelas musik. Nadira sering mendengar gesekan antara bow dan string yang menghasilkan alunan musik klasik, sebagian musik yang ditampilkan adalah kesukaan Nadira, musik yang sering dirinya pakai saat latihan atau tampil di atas panggung balerina.

Gadis dengan rambut ikat kuda itu menarik kedua sudut bibirnya. Dari luar jendela kaca, ia memperhatikan seorang pemuda yang tengah memainkan biola dengan kedua mata yang memejam. Pemuda itu bernama Kin, Kin Cameron Bahy. Si pengirim surat rahasia yang sayangnya sudah ketahuan oleh si penerima.

Nadira mengetahui bahwa Kin yang menjadi pelaku pengiriman surat saat Yunita tak sengaja memergoki pemuda itu keluar dari kelasnya hampir setiap pagi. Di pagi yang lain, Yunita dengan jelas dapat melihat Kin memasukkan suratnya lewat celah bawah pintu loker. Saat itu Yunita bersembunyi di bawah bangku pada deret belakang, mungkin karena rasa ingin tahunya sangat besar.

Tak menunggu waktu lama, saat Nadira tiba, Yunita langsung memberikan informasi tersebut pada sahabatnya. Nadira yang awalnya tak mengenal siapa pemuda bernama Kin, akhirnya tahu saat upacara hari Senin waktu itu tengah mengumumkan siswa berprestasi bernama Kin yang berhasil lolos ke lima besar kompetisi biola.

"Kin, Kin Cameron Bahy." Nadira melebarkan senyumnya saat bibirnya mengucap nama tersebut dengan pelan.

Lamunan Nadira terpaksa dihentikan, saat lantunan musik dari alat musik gesek yang sedari tadi ia dengar itu selesai dimainkan. Nadira dengan riang memasuki kelas musik yang kebetulan sedang sepi.

"Nadira," sapa Kin.

Nadira berdiri di samping pintu, menatap Kin dengan bangga. Setelah itu, kedua telapak tangannya bertepuk sebagai tanda apresiasi atas musik yang baru saja dibawakan oleh Kin.

"Kamu keren, Kin!" seru Nadira.

Jujur saja, Kin sedikit salah tingkah. Meski dirinya sudah beberapa kali bertemu dengan Nadira di berbagai situasi, tetap saja, kehadiran gadis itu layaknya pompa yang berhasil membuat hatinya semakin membesar.

"Kamu juga." Kin lalu menghampiri Nadira, mengajak gadis itu untuk berjalan-jalan di sekitar ruang-ruang ekstrakurikuler.

"Kelas kamu jam kosong? Kenapa bisa ada di dalam kelas musik saat jam pelajaran begini?" Nadira memulai kembali obrolan, setelah lama berjalan tanpa ada yang membuka suara.

"Iya, kelasku kosong. Kamu sendiri kenapa ada di sini?" Kin balik melempar tanya.

"Ada jam olahraga, tapi aku enggak bisa ikut kelas olahraga dulu untuk saat ini. Kakiku cedera saat latihan kemarin," jelas Nadira.

Kin berhenti berjalan, mendengar penjelasan Nadira sempat membuatnya terkejut. Meski mengalami cedera seperti yang dirasakan Nadira adalah hal yang wajar saat berlatih, tetap saja itu membuat Kin khawatir.

Tak merasakan Kin berjalan di sampingnya, Nadira ikut menghentikan langkah. "Kenapa?" tanyanya.

Yang ditanya menggeleng, lalu mulai mendekat pada gadis yang tadinya berjalan satu meter di depan. "Lalu bagaimana?"

Nadira mengedikkan bahu. "Seperti biasa, aku harus istirahat supaya kakiku cepat sembuh. Ada kompetisi balet beberapa hari lagi, aku ragu bisa nyusul atau enggak."

"Aku enggak tahu harus berbuat apa. Yang jelas, aku akan doakan supaya kaki kamu cepat pulih." Kin berkata.

"Terima kasih."

Keduanya melanjutkan langkah, di antara dinginnya lantai yang mereka pijak. Nadira dan Kin. Tarian balet yang indah untuk dipandang, lantas diiringi oleh musik yang dihasilan dari gesekan antara bow dan string. Keduanya bagaikan panggung yang gelap, lalu dihiasi oleh sinar lampu dengan berbagai macam warna. Sayangnya, tak banyak pirsawan yang paham akan arti kecocokan dari alunan musik dan gerakan pada sebuah tarian.

***

Bel pulang sekolah terdengar nyaring di berbagai penjuru. Yunita dan Nadira dengan segera mengemasi barang-barang yang tadinya mereka simpan di laci meja. Meski beberapa teman sudah berlalu dari dalam kelas, keduanya tetap tenang. Nadira memakai tasnya, lalu membuka loker miliknya.

Lagi dan lagi, secarik surat ia dapatkan. Sejak masuk kelas, gadis itu memang tak berniat melakukan pengecekan pada loker. Ia baru teringat, bahwa membawa pulang amplop warna-warni berisi surat sudah menjadi suatu kebiasaan untuknya. Pulang tanpa membawa surat, rasanya seperti ada yang kurang.

"Tuh, sekarang senyum-senyum sendiri. Perasaan kamu tuh gimana, sih? Serius, dari sekian banyak cewek yang pernah aku kenal, cuma kamu yang sulit buat dipastikan," ujar Yunita.

Nadira lekas memasukkan amplop itu ke dalam tas selempang yang ia gunakan. Tanpa membalas kalimat panjang yang Yunita utarakan, Nadira segera saja menarik tangan sahabatnya untuk keluar dari kelas.

Suasana sekolah belum terlihat sepi. Beberapa sudutnya masih didapati manusia berseragam SMA yang tengah berkumpul atau duduk sendiri dengan ponsel di tangan. Kali ini mata Nadira melakukan apa yang sudah biasa dirinya lakukan, mencari keberadaan Kin yang pasti akan melintas di lapangan.

"Tiga ... dua ... satu ...." Nadira menghitung mundur. Tepat saat bibirnya tertutup, sosok Kin dengan tas biola yang berada di punggungnya muncul. "Kin, Kin Cameron Bahy."

"Dia nyimpen buku di mana, ya?" tanya Yunita.

Meski tidak fokus dengan apa yang Yunita tanyakan, Nadira masih menanggapi dengan gelengan. Kin berada di seberang sana, menyapa beberapa pemuda yang melintas, lalu tangan Kin menepuk pundak seseorang.

"Duh, kalau gengsi udah tinggi, ada pangeran lewat depan mata pun enggak akan dilihat," kata Yunita.

"Aku lihat dia," balas Nadira tanpa sadar.

"Apa?"

***

Di atas peraduan berbalut seprai merah muda, jemari lentik milik Nadira membuka amplop di tangan. Ditarik selembar kertas dari dalam sana, membebaskan dari lipatan yang membuatnya menjadi kecil dan muat disimpan ke dalam amplop.

There is nothing either good or bad, but thinking makes it so.
-By William Shakespeare.

Dan sama seperti sebelumnya, bagian bawah pada kertas selalu terdapat bubuhan tanda tangan oleh seseorang berinisial 'C'. Tentunya, itu adalah kata pertama untuk nama tengah Kin, Cameron.

Baiklah, mari kita tunggu, kutipan apa lagi yang akan Nadira dapatkan di hari berikutnya dari seorang Cameron. Kutipan singkat dengan makna mendalam, sering kali Nadira dapat kata-kata yang menggambarkan suasana hatinya. Kin Cameron tidak menggebukan kalimat cinta, tetapi hal-hal yang membuat semangat Nadira tumbuh selalu ia berikan.

***

Halo! Ketemu lagi sama Nadira, nih. Gimana penampilan pertama Kin di bagian ini? Semoga suka, ya.

Jangan lupa tinggalkan jejak. ^^

- Dn💙

Kamu Berkilau [Sudah Terbit]Where stories live. Discover now