Bagian Pertama

Mulai dari awal
                                    

"Maafin aku. Karena aku, kamu terluka seperti ini," lirihnya.

Kamar yang sunyi ini mungkin dapat menjelaskan, betapa cintanya seorang Nadira Benecia Diva pada balet. Replika penari balet di meja belajar, poster film barbie berjudul 'Barbie in The Pink Shoes' yang tertempel di depan ranjang, serta kotak musik dengan boneka balerina kecil di dalamnya. Tidak akan dapat dilupakan, lemari berbahan kaca yang menyimpan aneka leotard dan pointe shoes beragam warna yang tertata dengan rapi di salah satu sudut kamar. Ini dia, kamar seorang balerina bernama Nadira.

***

Hidup Nadira sebagai seorang siswa kelas sebelas sangat tersorot layaknya tokoh utama dalam sebuah drama. Setiap kali ia keluar dari mobil, pasang mata setiap orang di area gerbang langsung menyambutnya dengan tatapan kagum. Belum lagi saat kedua kakinya yang jenjang itu memasuki gerbang dan berjalan di antara taman bunga yang tersusun indah, lagi-lagi dirinya menjadi pusat perhatian.

Nama Nadira memang cukup dikenal. Tak heran, ia sering mengikuti kompetisi kecil mewakili sekolahnya dalam bidang menari, tentu saja tari balet. Beberapa kali kalah di awal, membuatnya terus berlatih dan berusaha menjadi versi terbaik. Hingga akhirnya ia sering pulang membawa medali.

Nadira sering mendapat sebuah surat yang terselip di loker miliknya. Sayangnya, gadis berusia enam belas tahun itu belum mau memasuki dunia percintaan remaja. Ia masih ingin fokus dalam meraih cita-citanya. Balerina yang profesional.

Kali ini, ia kembali mendapati sepucuk surat di dalam lokernya. Ia tersenyum tipis, dirinya yakin bahwa semua surat yang sekarang terkumpul di salah satu laci kamarnya, adalah surat yang berasal dari orang yang sama.

"Serius kamu enggak mau tanya langsung ke orangnya tentang surat-surat ini? Dia udah nunggu lama banget balasan dari kamu, lho, Nad. Ini adalah surat ke sekian kalinya. Kasihan dia kalau udah berusaha jadi pengagun rahasia, tapi ternyata yang dikagumi sudah tahu siapa dirinya." Celotehan panjang itu berasal dari Yunita, sahabat Nadira.

Nadira menggeleng. "Kami sudah sering ngobrol. Kalau mau bahas soal surat, seharusnya dia dulu yang membuka obrolan. Lagian, aku enggak pernah buang surat dia, pasti aku baca dan simpan."

"Jangan-jangan, kamu juga suka sama dia, ya? Cuma gengsi kamu kegedean," balas Yunita.

Cukup lama Nadira tutup suara, memandang amplop yang kali ini bewarna merah itu cukup lama. "Meski aku suka, aku enggak akan berbuat apa-apa. Aku hanya perlu satu untuk saat ini, fokus ke impianku."

"Selalu saja!" Yunita memayunkan bibirnya. "Anyway, gimana kakinya? Aku dengar dari Tante Tia, kaki kamu cedera."

"Oh!" Nadira refleks menyentuh kakinya. "Ini ... ini enggak parah, kok. Cuma ...."

"Cuma apa?"

Nadira menggeleng. "Enggak apa."

Dia harus tetap baik-baik. Pikiran yang positif akan membuat diri menjadi lebih semangat. Kali ini Nadira hanya perlu memperhatikan kesembuhan kakinya, supaya ia bisa tampil untuk kompetisi enam hari lagi. Tentu saja, berusaha dan berdoa.

Nadira menatap Yunita. "Enggak apa, aku pasti bisa."

***

Nadira menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi, matanya mengikuti Dokter Winda untuk duduk di hadapannya. Kali ini dirinya dan Yunita tengah berada di salah satu rumah sakit.

"Masih sakit untuk dipakai berjalan?" tanya Dokter Winda.

Nadira mengangguk membenarkan.

"Saran dari saya, lebih baik jangan terlalu banyak gerak dalam waktu dekat. Istirahat yang cukup di rumah untuk mempercepat proses pemulihan," lanjut Dokter Winda.

"Masalahnya, beberapa hari lagi saya harus ikut kompetisi tari balet. Saya benar-benar enggak yakin, apakah saya bisa ikut atau tidak," balas Nadira.

Dokter Winda tersenyum mendengar penjelasan Nadira. "Saya paham, tetapi bukankah akan lebih bahaya kalau kamu terus berlatih di waktu dekat ini? Kaki kamu bukannya akan sembuh, tetapi malah lebih parah. Kompetisi tari balet yang kamu idamkan itu bisa hangus begitu saja. Bisa saja sakitnya akan lebih parah bila dibiarkan."

Nadira memejamkan matanya. Ia harus banyak berpikir untuk saat ini. Apa yang dikatakan Dokter Winda memang benar, tetapi apa yang harus Nadira lakukan selama itu? Apakah dengan beristirahat di rumah, dapat mengejar ketertinggalannya dalam latihan?

***

Halo! Ini cerita remaja ke sekian yang aku publish, tapi cerita remaja murni sebelumnya aku unpublish. Wkakak.

Oke, terima kasih sudah membaca. Semoga suka. ^^

-Dn 💙

Kamu Berkilau [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang