Chapter 26 : Good Bye ...

1.5K 103 2
                                    

Hari yang Praya tunggu-tunggu akhirnya tiba, pemeriksaan kandungannya. Tahu-tahu saja satu bulan berlalu sejak malam penuh tangis itu. Tidak terasa juga sekarang anaknya sudah memasuki minggu ke-8.

Selama beberapa minggu ini hormon Praya semakin tidak keruan. Sekarang ditambah mual-mual nyaris setiap saat apalagi mencium aroma yang tajam, terutama makanan dan menyebabkan nafsu makannya menurun. Payudaranya juga mulai membengkak. Dan masih banyak sekali perbedaan yang dia rasakan.

Hanya saja yang paling terasa menyiksa adalah bagaimana Praya ingin selalu dekat-dekat dengan Prabu. Terkadang dia hampir menangis setiap malam karena ingin tidur dipeluk oleh prianya, sayangnya Prabu harus bersama Aruna. Setidaknya hari ini dia bisa bersama Prabu sepanjang hari dan mungkin bisa meminta dininabobokan oleh pria itu.

Perlahan Praya menuruni tangga. Satu tangannya mengusap perut, sedangkan tangan lainnya memegang pegangan tangga. Di tengah-tengah tangga langkah wanita itu memelan. Di depan kamarnya, Aruna dengan kursi rodanya tampak menunggu.

Sejak kejadian Prabu batal menemaninya ke rumah sakit waktu itu, Praya seolah menjaga jarak dengan Aruna. Ada kekesalan dan mungkin amarah yang tumbuh dalam diri Praya. Prabu boleh Aruna monopoli sesukanya, tapi wanita itu tidak berhak melarang Prabu melihat tumbuh kembang anaknya.

Sayangnya, sekarang Praya tidak bisa menghindar. Mau tak mau dia mendekat. Dipasangnya senyum kaku. "Aruna."

Aruna mendongak. Senyum tipis wanita itu juga terpasang. "Praya, boleh kita bicara sebelum kamu pergi?"

Praya mengangguk kaku. Segera didorongnya kursi roda menghadap sofa terdekat. Begitu duduk berhadapan dengan Aruna, Praya bertanya, "Kamu mau bicara apa, Run?"

Tiba-tiba saja Aruna meraih tangan Praya. Kemudian, diremas pelan. "Aku mau minta maaf, Praya." Dia menghela napas dalam. "Sikapku terhadap Prabu pasti bikin kamu marah."

Satu-satunya balasan Praya hanya senyuman kecil.

"Kalau boleh jujur, Praya, aku memang sangat cemburu dan iri sama kamu. Sebagai sesama istri Prabu, perbedaan kita seperti langit dan bumi. Dan semua usahaku nggak akan bisa bikin aku mencapai langit. Sampai akhirnya aku merasa satu-satunya yang bisa kumiliki saat ini hanyalah Prabu." Nada suara Aruna mulai terdengar serak. "Aku benar-benar menyesal bikin kamu marah dan sedih, Praya."

Praya menghela napas dalam. Matanya malah berkaca-kaca berkat hormon dan juga ikut sedih dengan Aruna. "Sejak awal, aku mencoba untuk paham dengan keadaanmu, Run. Aku mencoba biarin kamu sama Prabu tanpa protes. Tapi, saat kamu bikin Prabu gagal lihat anaknya, aku kecewa. Itu ... jahat. Masalah Prabu, aku bebaskan karena bagaimanapun dia juga suamimu, tapi Prabu itu ayah dari anakku. Prabu berhak untuk mengetahui tumbuh kembang anaknya secara langsung. Tolong, Run, jangan bikin dia berhenti mencurahkan kasih sayangnya sebagai seorang Papa."

"Maaf." Aruna mengucap itu untuk kesekian kalinya. Air matanya mulai menitik. "Beberapa hari ini aku sempat bertengkar dengan Prabu. Dan itu bikin aku sadar bahwa aku sudah sangat jahat, menyakiti kamu, Prabu, bahkan anak kalian. Maaf aku sudah kelewatan."

Segera saja Praya merengkuh Aruna dalam pelukannya. Dia berbisik, "Terima kasih sudah mengerti, Run."

"Aku yang harusnya berterima kasih," balas Aruna begitu Praya menarik diri. "Setelah ini, tolong jaga Prabu dan anak-anak kalian, terutama keluarga kalian, Praya. Aku mencintai kalian dan sangat berharap kalian bahagia selalu."

Ucapan sayang Aruna terdengar tulus, tapi Praya malah tidak suka mendengarnya. Sesuatu mengganjal perasaannya. "Run, semua baik-baik aja, kan?"

"Setelah kita maaf-maafan? Aku jauh lebih baik." Aruna terkekeh pelan. Dia merentangkan kedua tangannya. "Peluk aku lagi, Praya. Aku masih kangen kamu."

Meskipun tidak puas dengan jawaban Aruna, tapi Praya tetap menurut untuk memberi pelukan. Tiba-tiba saja Aruna kembali berbisik, "Selamat tinggal, Praya."

Praya sontak melepaskan pelukannya. Matanya melebar. "Maksud kamu—"

"Kamu mau berangkat ke rumah sakit, jadi sana-sana. Jangan sampai Prabu semakin lama nungguin kamu."

Usiran Aruna membuat Praya bergerak menjauh. Namun, beberapa kali dia menoleh melihat Aruna. Perasaan wanita itu tidak tenang seperti sesuatu yang buruk akan terjadi.

Buru-buru Praya menggeleng. Dia harus percaya pada Aruna, wanita itu tidak akan bertindak bodoh lagi. Lagi pula di sini banyak orang yang menjaga Aruna agar wanita itu baik-baik saja.

Baca kelanjutan kisah Prahara Pernikahan Praya hanya di KaryaKarsa. Link akan dibagikan di beranda Wattpad ya!

***

Surabaya, 1 juli 2022

hai hai, terima kasih sudah membaca kisah ini dan terus mendukungnya ya! Perhatian ini 21+ karena ada konten bunuh diri di dalamnya, jadi tolong pilih bacaan yang bijak. oke!

Love,

Desy Miladiana

Prahara Pernikahan Praya (KaryaKarsa)Where stories live. Discover now