CHAPTER 3 : The Dead Execution

2K 165 1
                                    

Langkah Praya terhenti di depan sebuah pigura besar. Ada Prabu yang tengah tersenyum sambil memeluk Aruna. Pria itu tampak tampan, sekalipun hanya penampilan sederhana di sana; kemeja putih dengan celana pendek dengan warna senada. Suasana malam di pinggir pantai yang membuat foto tersebut terlihat lebih magis.

Sejak hari dia mengetahui bahwa Prabu akan menikah, hari-hari terasa semakin menyesakan bagi Praya. Gadis itu jadi kesulitan untuk tersenyum tulus. Bahkan, saat mencoba membantu mengurus acara pernikahan Prabu dan Aruna yang akan diselenggarakan beberapa jam lagi, Praya sudah beberapa kali memilih kabur dengan banyak sekali alasan.

Air mata Praya tanpa sadar menitik. Refleks, dia menundukan kepala. Buru-buru dihapusnya kesedihannya sebelum akhirnya kembali berjalan memasuki tempat akad nantinya berada.

"Mbak Praya?" Sebuah panggilan membuat Praya menoleh. Seorang wanita berseragam wedding organizer mengajaknya berbicara. "Tadi Ibu Margaret berpesan agar Mbak Praya duduk di bagian keluarga besar Sastranegara. Oya, untuk pakaian dan make up sudah disediakan, jadi Mbak Praya bisa langsung ikut saya."

Keluarga? Pada akhirnya hubungan Praya dan Prabu hanya sampai batas ini, keluarga tanpa bisa bersama sebagai pasangan.

Praya segera mengangguk. Kemudian, mengikuti pihak WO membawanya. Dia tidak mungkin menolak apalagi jika itu permintaan Margaret.

Karena acara diselenggarakan di hotel, maka acara rias pengantin dan keluarga dilakukan di setiap kamar. Praya sendiri karena alasan harus ke Jakarta semalam, dia memilih untuk tidak ikut menginap bersama Prabu dan keluarganya di hotel ini.

Ternyata kabur sejenak tidak bisa membuat Praya lari dari keharusannya, menjadi bagian keluarga Prabu untuk mengantar pria itu menikah. Sekarang mau tak mau Praya harus berdiri tegak menghadapi kenyataan yang pahit dalam hidupnya, Prabu.

Baru saja duduk, Praya sudah disambut dengan sebuah kertas di meja rias. Refleks, diraihnya kertas itu. Ada foto Prabu dan Aruna di sana dengan ucapan terima kasih serta nama Praya di sana.

Seandainya gue yang ada di sini, bukan Aruna, batin Praya. Air mata gadis itu kembali menitik. Kali ini, air mata itu turun diikuti dengan ingatan akan masa kecil mereka. Sebuah janji dua remaja 13 tahun yang sampai sekarang terus diingat oleh Praya.

Bogor, 2011

Praya menatap sedih pemandangan di kejauhan. Sepasang ibu dan ayah tengah berbicara dengan seorang anak dalam gendongannya. Ketiganya tampak bahagia dengan senyum lebar di wajah masing-masing. Sebuah potret keluarga sempurna.

"Aku iri," gumam Praya begitu saja. Perasaan itu selalu muncul setiap kali melihat keluarga bahagia bahkan saat usianya sudah 13 tahun. "Nggak pernah punya ayah apalagi digendong Ayah."

"Aku juga."

Jawaban itu membuat Praya menoleh begitu pula Prabu. Keduanya saling menatap lekat, sebelum akhirnya Praya menyindir, "Kamu punya Papa dan Mama, Prab."

Prabu mengangguk cepat. Namun tak lama dia meringis. "Kamu kan tahu betapa sibuknya orang tuaku, Aya. Papa juga jarang di rumah. Dan aku merasa nggak punya momen cukup banyak sama orang tuaku, terutama Papa."

Kali ini, Praya memahami betul perasaan Prabu. Sekalipun Praya hanya punya Ibunya, tapi cewek itu dihujani kasih sayang dan mereka sering bertemu. Berbeda dengan Prabu, cowok itu malah lebih sering bertemu dengan Ibunya Praya daripada orang tuanya sendiri. Margaret, mamanya memang lebih sering di rumah, tapi lebih banyak mengurung diri di kantornya daripada menghabiskan waktu bersama anak laki-laki satu-satunya.

Segera saja Praya merangkul Prabu lalu mengusap pundak cowok itu. "Kalau kita punya keluarga sendiri nanti, kita nggak boleh kayak orang tua kita, Prab."

Praya melepaskan rangkulannya. Ditatapnya Prabu lekat-lekat. "Kamu jangan kayak Ayahku yang pergi tinggalin Ibuku saat Ibuku kerja di luar negeri. Kamu juga jangan kayak Papamu yang sibuk sampai jarang pulang dan nggak sempat main sama anaknya."

Kepala Prabu langsung mengangguk cepat. "Kamu juga janji untuk nggak kayak Mamaku yang super sibuk, di rumah, tapi malah terus kerja di ruangannya. Atau kayak Ibumu yang sempat tinggalin kamu beberapa tahun untuk kerja jauh."

Keduanya langsung menautkan jari kelingking mereka. Ada senyum juga yang mereka bagikan.

"Aya," panggil Prabu sambil terus mengunci mata Praya. "Kalau suatu hari nanti kita nggak tahu harus bersama siapa menikah, kamu mau nikah sama aku kan, Aya?"

Baca lanjutan kisah Prahara Pernikahan Praya hanya di KaryaKarsa. Link akan saya share di bio wattpad ya.

***

Surabaya, 11 Mei 2022

Hai hai, kembali lagi dengan Prabu dan Praya. Kepikiran saya buat balikin update 3x seminggu daripada 1x seminggu langsung 3 bab, kurang mantep ya? 😂

Semoga selalu menunggu kisah Prabu dan Praya serta Aruna ya!

Love,

Desy Miladiana❤️

Prahara Pernikahan Praya (KaryaKarsa)Where stories live. Discover now