Chapter 22 : Time Flies

1.1K 79 0
                                    

Seperti pulang ke rumah, itulah perasaan Praya saat Eva membawanya menuju apartemen yang mereka tinggali dulu. Ketika pintu dibuka, apartemen dua kamar itu tampak sama persis dalam ingatannya. Meskipun minus beberapa barang dan foto-foto pribadi Praya di ruang tamu.

Kaki Praya bergerak perlahan mendekati pintu kamar lama. Ada keraguan saat dia akan membukanya, takut kamar itu sudah dimiliki seseorang dan tentu bukan haknya untuk main masuk seenaknya.

"Eva," panggil Praya. Dia bertanya untuk memastikan, "Kamar gue udah ada yang nempatin?"

Gelengan Eva berhasil membuat Praya bersorak dalam hati. "Sejak lo pindah, kerjaan gue mendadak jadi makin banyak. Karena kita bayar sewa untuk setahun dan masih sisa 6 bulan lagi, gue tunda aja cari teman sekamar yang lain."

"Gue masuk ya," izin Praya.

Tanpa menunggu respons Eva, Praya segera membuka kamar lamanya. Aroma apak terhidu, mengingat jendela yang selalu tertutup rapat. Ranjang yang dibiarkan tidak berseprai. Beberapa bagian wallpaper dinding yang terkelupas.

"Sama sekali nggak ada yang berubah," gumam Praya.

"Gimana mau berubah, setelah lo pergi itu kamar nggak pernah gue buka," balas Eva. "Yaya, duduk sini sini, di sofa pink. Udah lama kan kita nggak ngobrol-ngobrol."

Praya mengangguk singkat. Begitu dia menutup rapat kamar lamanya, wanita itu bergerak pelan menuju sofa pink yang disebut Eva. Bagi keduanya, sofa ini bukan sembarang sofa, tapi salah satu hal bersejarah di apartemen ini. Praya ingat, gaji pertamanya dan Eva digunakan untuk membeli sofa ini. Sengaja juga membeli yang paling mahal karena mereka ingin bersantai dengan nyaman selepas bekerja.

"Lo nggak kesepian gitu sendirian di apartemen ini, Va?" tanya Praya. Dia mengusap-usap sofa keramat mereka dengan senyum lebar.

"Nggak juga, Yaya." Eva mendesah panjang. "Habis lo resign kok kayaknya anak-anak di rumah sakit pada ikutan resign. Belum lagi pasien-pasiennya tambah terus setiap hari. Sibuk bikin gue pulang cuma buat tidur, terus besoknya bangun pagi-pagi buat kerja lagi. Weekend kadang-kadang sih kerasa sepi, tapi nggak terlalu karena gue beberapa kali ada shift tambahan."

Praya mengusap pundak Eva. "Lo nggak pernah sesibuk ini sebelumnya, Va."

"Karena gue selalu punya alasan buat malas-malasan biar bisa seneng-seneng sama elo, Yaya, tapi sekarang nggak bisa."

Kata-kata Eva terdengar sedih. Praya sontak bergerak mendekati sahabatnya itu, lalu memeluknya erat. "Gue juga pengen bisa senang-seneng sama elo lagi, Va."

"Sekarang jelas nggak bisa karena lo lagi hamil." Eva memekik senang. "Akhirnya gue bentar lagi mau jadi tante. Gue turut seneng, Yaya."

Keduanya kembali berpelukan, seolah-olah satu pelukan saja tidak cukup untuk menuntaskan kerinduan mereka.

"Jadi, selain lo datang untuk memberi kabar kehamilan, ada sesuatu yang mau lo ceritain langsung sama gue, Yaya?" Pertanyaan Eva membuat Praya mengernyit. Wanita itu menggeleng begitu saja. "Yakin? Selagi kita ketemu kita bisa cerita apa aja. Mungkin tentang pernikahan lo, hidup lo, atau kehamilan lo?"

Baca kisah Prahara Pernikahan Praya hanya di KaryaKarsa. Link akan dibagikan di beranda wattpad.

***

Surabaya, 22 juni 2022

Terima kasih untuk kamu yang sudah mendukung cerita ini! Ditunggu terus ya kisahnya ;)

Love,

Desy Miladiana

Prahara Pernikahan Praya (KaryaKarsa)Where stories live. Discover now