Lubang Pembuangan Pejoy

24.5K 506 45
                                    

Sejak mengintip kegiatan coli bang Bisma malam itu, aku sedikit menjaga jarak darinya. Bukan karena apa, aku hanya tidak mau niatku untuk mengikis sikap binalku malah hancur gara-gara tergoda olehnya. Semalam, sehabis melihat dia mengurut kontolnya yang menurutku berukuran di atas rata-rata itu aku lanjut coli sampai keluar. Namun, selepas keluar ada sedikit perasaan sesal karena aku kalah lagi dari nafsuku.

"Nan!"

Aku terperangah mendengar suara bang Bisma memanggilku dari belakang. Padahal aku sudah berusaha sepelan mungkin untuk tidak menimbulkan suara langkah yang gaduh.

"Eh kenapa bang?"

Bang Bisma memicingkan matanya, dia menatapku curiga. "Lo beberapa hari ini jarang keliatan, sengaja jauhin gue? Lo masih marah perkara gue yang bilang malu gara-gara lo pake kemeja yang sama tiap hari?"

Aku menggaruk tengkukku yang tidak gatal. "B-bukan gitu bang, aku emang lagi sibuk soalnya ikut organisasi."

"Jangan bohong Nan, gue juga dulu pernah kuliah. Nggak ada tuh judulnya kuliah pergi subuh pulang lepas isya," ejek bang Bisma sarkas, kebohonganku memang kentara sekali.

Tanpa babibu, bang Bisma menarik diriku masuk ke kamarnya. "Ikut gue."

Di dalam kamar, dia menyuruhku duduk di pinggiran kasur. Dia menatapku dengan intens sampai membuatku malu ditatap seperti itu olehnya. "Gue minta maaf kalau ucapan gue malam itu bikin lo nggak enak hati, sumpah gue nggak punya maksud apa-apa."

Aku tidak tau harus berkata apa, kesalahannya yang itu sudah lama lupakan. Lagipula aku sadar kalau konteksnya bercanda. Bang Bisma pasti kaget kalau tau alasanku menjauhinya adalah karena dia yang menyebut namaku dikala coli.

"B-bukan karena itu kok bang."

Bang Bisma terlihat bingung, dia menautkat kedua alisnya yang tebal sampai menyambung. "Terus kenapa?"

"Emmm, sehabis pulang makan malam itu aku liat abang."

"Liat gue?"

Aku mengangguk, kemudian memberi kode dengan gesture orang sedang mengocok. Sadar, bang Bisma nampak sedikit terkejut. Wajahnya terlihat panik karena tau kegiatan ngocoknya tertangkap basah olehku.

"L-l-lo ngintip gue?"

Aku menggeleng kuat. "Mana ada! Aku cuma penasaran kenapa kok ada suara desah dari kamar abang, taunya ternyata aba-"

"Jangan bilang kalau lo liat gue sampai beres?" potong bang Bisma memotong ucapanku.

Kepalaku mengangguk naik turun, melihat itu bang Bisma nampak menggeplak jidatnya sendiri.

Suasana di kamar bang Bisma jadi dipenuhi kecanggungan. Baik aku maupun bang Bisma memilih diam satu sama lain, kami memikirkan apa yang ada di kepala masing-masing. Karena tidak tahan dengan suasana canggung ini, aku memilih hendak pamit.

"Aku ke kamar dulu ba-"

Tanganku ditarik supaya kembali duduk di kasur, kali ini aku bisa merasakan kedua tangan kekar bang Bisma menangkup pipiku. "Gue suka sama lo Nan."

Pipiku memerah karena perlakuan bang Bisma, matanya yang tajam mengunci pupil mataku supaya terus berhadapan dengan miliknya. "T-tapi bang."

Bang Bisma menghembuskan napasnya pelan. "Gue juga nggak tau Nan kenapa gue bisa gini, gue bukan homo tapi entah kenapa gua nggak bisa bohongin perasaan gue sendiri kalau gue suka dan sayang sama lo."

"Ba-bang, ak-"

Belum selesai aku bicara, permukaan bibir bang Bisma menempel di bibirku. Awalnya pelan, dia menciumku dengan amat sangat pelan meski bibirku hanya diam dan mengatup.

Susu Kental BapakWhere stories live. Discover now