34. Jangan Bilang Mama!!

18.9K 4.6K 162
                                    

"Bagaimana penyelidikannya?" Kane berhenti berjalan untuk mendengar laporan dari Ramon. "Bagaimana penyelidikannya?"

"Mereka berdua melakukan bunuh diri pada saat itu Yang Mulia dan tidak ada bukti yang tertinggal mengenai kaki tangan mereka" jawab Ramon.

Kane mengangguk mengerti. "Perketat penjagaan selir ke 4 dengan anak-anak" perintahnya yang langsung di patuhi oleh Ramon.

"Lalu Yang Mulia, Putra Mahkota mengajukan diri untuk ikut pemburuan dengan salah satu anak Count sebagai patnernya" info Ramon.

Kening Kane langsung mengerut saat mendengar informasi itu. Ia menghela nafas lelah, lalu berucap,"katakan padanya tidak boleh!".

Ramon hanya mengangguk pasrah. Pasti lagi dan lagi hal ini akan menjadi masalah untuk Putra Mahkota. Ramon merasa miris dengan kehidupan si remaja itu. Di satu sisi, ia di paksa harus bertingkah layaknya seorang Putra Mahkota yang harus menjadi contoh untuk semua orang, namun di sisi lain, ada pihak yang tidak mempedulikan hal itu.

Entah seperti apa masa lalu Putra Mahkota sehingga di berikan sepasang orangtua seperti itu. Kane, Kaisar mereka adalah anak yang tidak pernah di perlakukan layaknya anak oleh orangtuanya. Di sekelilingnya, para orangtua menjadikan anak-anaknya sebagai bahan politik, sehingga ia tidak tahu persis seperti apa yang sebenarnya perlakuan orang tua terhadap anaknya. Laki-laki itu menghabiskan hampir seluruh hidupnya di istana kerajaan, sebelum akhirnya memilih kabur dan ketika ia kembali, hal pertama yang ia lakukan adalah membunuh semua orang yang ada di istana, termasuk Ibu dan ayahnya. Hal itu menjadi perebutan tahta dengan pembataian yang paling mengerikan sepanjang sejarah. Sehingga Kaisar mereka itu memperlakukan anaknya layaknya ia memperlakukan bawahannya, karna memang pada dasarnya Kane tidak tahu cara bersikap layaknya orangtua.

Lalu, Shirenla Weksa, ibu dari Putra Mahkota memang merupakan Ratu yang baik bagi kekaisaran, tapi tidak menjadi ibu yang baik untuk remaja itu. Ratu Shirenla selalu memprioritaskan kekaisaran dari pada apapun. Jiwa nasionalismenya yang kuat memaksa Putra Mahkota harus menjadi orang yang paling sempurna agar sesuai dengan martabat statusnya.

Sudah tidak menjadi rahasia umum lagi di pembicaraan para pekerja istana, Ratu Shirenla sering menghukum Putra Mahkota dengan hukuman verbal maupun fisik dan itu bukan hukuman yang ringan, hanya untuk melatih remaja itu agar sempurna.

Untung saja Selir ke 4 sudah berubah sekarang menjadi orang yang waras, sehingga si triple itu setidaknya bisa merasakan kasih sayang seorang ibu yang tulus. Ramon sendiri merasa bingung bagaimana selir ke 4 bisa berubah dengan secara signifikan seperti itu. Ia hanya berharap, setidaknya Ratu mereka itu bisa memiliki sikap keibuan yang di miliki oleh selir ke 4, walau hanya sedikit saja.

Udah vote?

Setelah itu, Ramon akhirnya harus menginformasikan perkataan Kaisar pada remaja itu.

Saat ini Putra Mahkota sedang berada di tenda perkemahan bersama Selir ke 4 dan dengan para pangeran serta putri. Ketika Ramon memasuki tenda itu, ia melihat selir ke 4 sedang berbaring dengan malas-malasan, sedangkan para Pangeran dan Putri membaca sebuah buku di sudut tempat tidur. Berbeda hal dengan Putra Mahkota yang tampaknya sedang sibuk mempersiapkan peralatan untuk berburunya.

"Yang Mulia, maafkan saya. Yang Mulia Kaisar tidak memberikan izin untuk anda ikut serta" ucap Ramon menyesal.

Wajah Putra Mahkota seketika langsung memucat, tubuhnya bergetar ketakutan. Ramon mengerti, pasti remaja itu sangat ketakutan saat ini. Jika Ratu sampai mendengar bahwa Putra Mahkota tidak ikut serta dalam pemburuan, Ratu Shiren pasti akan sangat marah besar dan menganggap Putra Mahkota tidak memberikan contoh yang baik sebagai calon penguasa masa depan dan lagi-lagi, remaja itu pasti akan mendapatakan hukuman.

"Mengapa Ayah tidak mengizinkanku?" Tanya Putra Mahkota berusaha menyembunyikan ketakutannya.

"Karena sekarang adalah musim kawin untuk monster dan mereka akan jauh lebih sensitif dari pada biasanya. Itu sangat berbahaya. Yang Mulia hanya ingin anda tetap aman di tempat anda" jelas Ramon.

"Tapi aku akan bersama anak Count Juan, yang sudah berlatih pedang sejak lama. Aku yakin aku akan tetap aman" ujar Putra Mahkota mencoba menogoisasi.

"Tidak bisa Yang Mulia. Hanya latihan tanpa punya pengalaman yang sebenarnya di lapangan adalah hal yang berbeda. Kita juga masih belum menemukan dalang dari aksi pembunuhan Selir ke 4 tadi malam. Lebih baik anda tetap tinggal di tempat anda". Tolak Ramon.

"Aku yang akan menjadi patnernya!" Tiba-tiba sebuah suara menyahut dari samping mereka.

Kalau belum, vote dulu yuk! Chapter selanjutnya udah ready soalnya beb wkwkwk

Ramon dan Karl langsung menoleh secara bersamaan ke arah sumber suara. Benar, orang yang baru saja menyahut ucapan mereka adalah selir ke 4, orang yang paling misterius sekekaisaran. Ramon mengernyit heran, tentu saja bingung mengapa tiba-tiba wanita itu mengubah ucapannya. Beberapa saat yang lalu, sebelum ia memberikan laporan pada Kaisar, Selir ke 4 menegaskan hanya akan menumpang tidur di tempat ini dan mengharapkan mereka semua agar tidak mengganggu waktunya. Namun sekarang, wanita itu malah mengajukan diri untuk ikut melakukan pemburuan, apalagi menjadi patner Putra Mahkota sendiri.

Pikiran Ramon langsung memikirkan banyak hal negatif. Apakah memang ini tujuan awal dari perubahan wanita itu? Selir ke 4 mungkin saja sudah tahu akan di adakannya pemburuan, dan wanita itu mulai merencanakan semua rencananya agar semua orang memikirkan bahwa wanita itu telah berubah, sehingga orang-orang tidak mempermasalahkan jika wanita itu menjadi patner Putra Mahkota. Tentu saja hal yang akan terjadi nantinya wanita itu akan membunuh Putra Mahkota agar jabatan sebagai Putra Mahkota bisa jatuh ke salah satu anaknya.

"Hentikkan pikiran konyolmu itu! Aku tidak tertarik sama sekali dengan kekuasaan, jabatan, atau bahkan gelar" peringat Sarah skat mat.

Ramon menipiskan bibirnya, karena sangat merasa malu telah tertangkap basah. Sedangkan Karl menatap laki-laki itu dengan marah, "ibu bukan orang yang seperti itu!" Tegas si remaja dengan kesal. Sungguh kepercayaan yang sangat luar biasa.

Ramon hanya bisa memohon maaf lalu mengundurkan diri dari tempat itu.

^^^^

"Mama enggak boleh ikut!" Ucap Nathan marah, setelah Ramon pergi.

Aku hanya bisa tersenyum menenangkan anak itu. Jika aku tidak mendengar suara ini dari awal, mungkin aku tidak akan mengajukan diri untuk ikut ke pemburuan.

Suara bisikan itu secara terus menerus terdengar dan suaranya juga semakin lirih. Aku perlu mencari tahu sumber dari suara itu untuk memastikannya. Yah walaupun sekarang instingku mengatakan agar aku tidak boleh ikut berburu. Biasanya aku tidak pernah menyepelekan instingku, namun sekarang, aku perlu mencari tahunya dan ini demi keselamatan anak-anak juga.

"Mama cuma ikut sehari doang kok. Mama kan kuat, jadi mama akan baik-baik saja nanti" ucapku berusaha menenangkan mereka. Tidak hanya Nathan yang tidak menginginkanku untuk tidak pergi, tapi Eleah dan Nathan juga. Terkadang aku cukup bingung, mengapa setiap kali anak-anak melarangku untuk melakukan sesuatu, pasti akan terjadi sesuatu yang berbahaya pada saat itu. Si kembar triple itu seakan tahu kapan bahaya itu datang. Aku harap kali ini tidak.

Tbc
Vote 1600 yak. Thanks

Im Momma?    (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang