18. Russian Roulette

23K 4.4K 199
                                    

Dios, orang yang ku pekerjakan sebagai kepala pelayan datang memasuki ruangan kerjaku. Laki-laki paruh baya itu membawa sebuah baki yang berisi undangan yang di terima sejak aku tinggal di tempat ini. Dios sebelumnya sudah memilih dan menyortir beberapa surat untukku.

"Nyonya, ini adalah undangan yang untuk hari kedepannya. Anda ingin membalas dan mengunjungi surat-surat ini Nyonya?" Tanya Dios sopan sambil menaruh bakinya ke atas meja.

Aku menatap kosong ke arah kumpulan-kumpulan surat itu. Tampaknya banyak orang yang penasaran, mengapa Kaisar memperlalukanku sedikit berbeda dengan para selir lainnya. Bukan rahasia umum lagi bahwa Kaisar sangat membenci aku, yang merupakan selir ke empatnya, sehingga Kaisar itu tidak segan-segan mengasingkan Sarah yang sedang hamil pada saat itu ke sebuah mansion yang di telantarkan.

"Lalu Nyonya, Pangeran Elam kemarin bertanya pada saya perihal pelatihan pedang. Apakah Pangeran sudah cukup umur untuk bisa berlatih pedang atau tidak. Tampaknya pangeran sangat buru-buru tentang hal itu, apalagi pangeran sampai menginfokan pada saya mengenai penerimaan murid oleh seorang bangsawan yang ahli berpedang setelah ayah anda" ucap Dios memberikan info tambahan.

Aku termenung mendengar informasi itu. Anak-anak saat ini sudah berusia sembilan tahun dan aku rasa, umur itu sudah cukup untuk memulai berlatih pedangnya. Hanya saja, mendengar perkataan Dios, aku teringat dengan kejadian peruntuhan mansion kami. Mungkin anak-anak tampak tenang pada saat itu, namun yang sebalilnya, mereka cukup terpukul, marah dan sedih. Mereka yang merasa diri mereka lemah dan tidak bisa melaķukan apa-apa dan hanya bisa berlindung di belakangku.

Sekarang aku baru mengerti arti perkataan Elam tempo lalu, yang berjanji akan melindungiku dan kejadian hari itulah yang menjadi penyebabnya si anak manis itu ingin belajar berpedang sekarang.

Jujur saja, aku tidak ingin mengubah anak manis itu menjadi sesosok bengis yang memiliki motivasi balas dendam dengan menjadi orang yang kuat. Aku tidak ingin mengajarkan mereka mengenai hal jahat seperti itu. Tapi sekarang, menuruti kemauannyalah yang bisa ku lakukan dan nanti, aku akan mengajaknya bicara secara perlahan bahwa motivasi balas dendam itu salah. Jika kemarahan mereka sudah melewati garis batas standarku, hal yang harus ku lakukan adalah membawa ketiga anak itu jauh dari tempat ini. Tidak ada orangtua di luaran sana yang menginginkan anak-anak mereka menjadi orang jahat.

"Siapa bangsawan yang ahli berpedang itu?" Tanyaku.

Dios berdehem, terlihat salah tingkah, "bangsawan itu adalah Duke Akbaw Nyonya".

"Kapan acara penerimaan murid barunya?" Aku mengangguk ketika mendengar nama itu.

"Hari ini juga Nyonya" ucap Dioz terlihat merasa bersalah. Mungkin dia merasa bersalah karena tidak telaten sehingga membuat aku harus mengerjakan sesuatu di waktu mepet seperti ini.

"Kalau begitu, tolong persiapkan Elam dan kebutuhan untuk kami berangkat!" Perintahku yang langsung di laksanakan Dios.

^^^

"Mama, aku sudah boleh berlatih pedang?" Elam kembali bertanya untuk ke sekian kalinya. Wajah anak itu terlihat sumringah dengan mata berbinar-binar.

Aku mengelus wajah anak itu dengan lembut, lalu tersenyum. "Iya, udah boleh kok" ucapku.

Elam menggenggam telapak tanganku yang berada di pipinya, lalu anak manis itu membawa tanganku ke arah bibirnya dan kemudian mengecupnya dengan lembut. Benar-benar anak yang manis, pikirku.

Bagaimana bisa anak sekecil itu sudah mengerti cara memperlakukan perempuan dengan manis. Entah mengapa pikiranku jadi melalangbuana memikirkan mereka saat besar nanti. Elam yang memperlakukan wanitanya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Eleah yang centil akan membuat pacarnya posesif karena kecantikan anak itu serta Nathan yang akan berhasil memikat banyak wanita hanya dengan melihat Nathan tersenyum. Sialan, dilema para orangtua ini.  Tampaknya, aku sudah benar-benar menikmati peran ini sekarang.

Im Momma?    (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang