Untuk sesaat keduanya terdiam menikmati keheningan yang diselingi kasih sayang diantara keduanya. Hampir saja Brianna menutup matanya karena mengantuk, tetapi seseorang dari luar mengetuk pintu kamarnya.

Tok tok...

"Masuk!"

Ternyata seorang pelayan. Pelayan tersebut membungkuk hormat "Nyonya, Nona Muda."

"Nona Muda, seseorang sedang mencari anda dibawah."

Brianna dan Liana saling berpandangan dan mengerutkan keningnya "Siapa?" tanya keduanya serentak.

"Beliau berkata jika ia berasal dari keluarga Caldwell" jawab pelayanan itu dengan sopan.

Brianna mengerutkan keningnya "Apa itu Albern?"

"Saya tidak tahu nona, anda bisa melihatnya sendiri" jawab pelayanan tersebut dengan menunduk.

"Kau mengenalnya sayang?" tanya Liana.

Brianna mengangguk "Dia teman sekelas ku."

Liana mengerti "Baiklah, kita turun kebawah dan lihat ada apa."

"Kau bisa kembali" perintah Liana.

Pelayanan tersebut mengangguk sopan "Baik nyonya." Kemudian ia berbalik menghilang dari balik pintu.

"Ayo sayang!" ajaknya. Dan Brianna mengikutinya dari belakang.

***

Di ruang tamu yang terlihat besar dan megah terdapat tiga orang pria yang tengah duduk saling berhadapan dan menatap tajam satu sama lain. Hanya ada keheningan diantara ketiganya. Ditambah suasananya yang dingin mencekam mampu membuat orang-orang merasa tercekik seketika.

"Untuk apa kau disini?!" Malvin menyipitkan matanya tak suka.

Albern menaikan sudut bibirnya, ia tak menjawab malah sibuk menghisap nikotin yang ada ditangannya.

Malvin kesal karena tak ada jawaban sama sekali "Beginikah sikap seorang pewaris tunggal keluarga Caldwell itu!? Cih!" decih nya dengan sinis.

Albern menaikan salah satu alisnya "Ada masalah?"

Malvin mendengus dingin "Seperti biasa tidak ada aturan!"

Bukannya tersinggung Albern malah terkekeh pelan. Kemudian kembali menghisap nikotin yang tinggal sedikit lagi.

Malvin mengepalkan tangannya kesal "Ku beritahu sekali lagi Albern, untuk apa kau disini!?" tanya Malvin saat dirinya telah kehilangan kesabaran.

Sekali lagi hanya diam.

Amarah Malvin meledak seketika bahkan dirinya hampir menggebrakkan meja. Namun segera dihentikan olah Leon. Ia dengan dingin bertanya pada Albern "Kami bertanya baik-baik disini, untuk apa kau datang kemari?" ujar Leon dengan datar.

Akhirnya yang di tunggu-tunggu bersuara, Albern menyeringai seketika "Tentu saja untuk menculik putri kesayanganmu" jawab Albern dengan lancang.

Trashh!

Albern berhasil menghindar dengan baik saat sebuah belati tajam menghunus kearahnya. Namun sayangnya, bibirnya tergores sedikit. Bukannya menyekanya Albern malah membiarkan darahnya mengucur deras.

"OH ASTAGA MALVINNN!!!"

"Shit!" batin Leon dan Malvin.

Albern menaikan alisnya saat dirinya bersitatap dengan keturunan Carter beda generasi itu. Malvin dan Leon membalasnya dengan tatapan tajam "Sialan! Benar-benar rubah licik!" desis Malvin kesal.

BRIANNA [Proses Revisi]Where stories live. Discover now