1.8. Pure Intention Is (Not) Hard To Handle

22 1 0
                                    

Jinhee takut. Sangat takut. Di depannya hanya seorang Kim Taehyung yang tidak akan melukai siapapun, tapi lelaki itu menakutkan bagi Jinhee. Selain karena kini ia telah memakan tiga porsi club sandwich dalam empat jam kencan berlangsung seperti sandwich monster, Jinhee takut pada apa yang ia rasakan sekarang. Bahwa lelaki itu lebih mampu membuatnya merasa aman tanpa banyak berusaha.

"Hee-ya, jika aku tidak mau tidur denganmu?" tukas Taehyung.

"Entahlah. Aku tidur untuk kesenanganku."

"Begitu.... Sebenarnya aku perlu bantuanmu mengerjakan tugas."

Jinhee mengerutkan dahinya, "Kamu tahu aku tidak pintar seperti Jungkook."

"Aku tahu. Aku lebih tahu kalau kamu sangat pintar dalam bahasa Inggris. Tidak ada yang memberitahuku."

"Pasti ada." bantah Jinhee yang berdiri dan mengeluarkan dompetnya. "Aku tidak ingin berhutang padamu. Biarkan aku yang membayar, sandwich monster."

Sulit untuk mencurahkan niat tulus pada orang ini, pikir Taehyung. Menunggu Jinhee untuk mengerti sama saja dengan menyiram batu. Tak kalah dari Jinhee, Taehyung merasa dalam dirinya sangat kacau: perut yang terkoyak-koyak dan sedikit perih, kehilangan kemampuan untuk tersenyum dengan lebar, otot-otot bahu yang menegang. Terlebih lagi, dadanya terasa berat seperti kesulitan bernapas.

"Jadi, bagaimana dengan bantuan mengerjakan tugas bahasa Inggrisku ini, Hee-ya? Apakah kita akan mengerjakannya di rumahku?" tanya Taehyung setelah berhasil menyingkirkan uang yang diberikan Jinhee pada penjaga kasir, kemudian menggantinya dengan uangnya.

Jinhee mendesah pelan, "Minta Jungkook."

"Tapi aku hanya ingin kamu."

Jinhee berhasil tertawa dibuatnya, "Kamu sangat aneh, Kim Taehyung."

"Ya, aku aneh dan aku tidak bisa belajar dengan sembarang orang karena aku aneh."

"Jadi menurutmu aku bisa meladeni orang aneh, khususnya kamu?"

"Kupikir begitu. Kamu juga tidak akan setuju berkencan denganku hari ini."

Jinhee menggeleng tidak setuju. "Kamu yang sedikit memaksa, dan aku sedikit kasihan padamu. Tapi sejauh ini makanannya enak, jadi tidak apa-apa."

Mungkin satu kali ini saja tidak akan menyakiti siapapun. "Kita kerjakan di rumahku saja. Tidak jauh dari sini, kok. Rumahmu di pinggir kota dari informasi yang aku dapatkan. Sangat jauh dan aku malas."

Tubuh lelaki itu kembali menegang bukan karena Jinhee mengejeknya miskin secara tidak langsung, ataupun tidaklah lelaki itu merasa kehilangan percaya diri. Membayangkan batu yang disiram air saja sudah menyesakkan. Taehyung mulai takut jika ia tidak bisa dekat dengan Jinhee lagi, tapi di saat yang sama lelaki itu juga takut bila ia melangkah terlalu jauh.

"Ya. Aku memang anak pinggiran. Namun percayalah, aku bisa kamu andalkan."

Tepat sekali. Jinhee juga merasa bahwa Taehyung sangatlah dapat diandalkan dibanding Jungkook. Anak pinggiran sedianya tidak pernah macam-macam, dan pemikiran itu membuat Jinhee tersenyum kecil. "Ayo jalan."

Siang bolong begini biasanya orang tua Jinhee tidak berada di rumah untuk bekerja. Jinhee bukanlah gadis yang berasal dari keluarga kaya raya seperti Jungkook. Dapat dilihat dari bagaimana rumah Jinhee sekarang: interior sederhana seperti sofa kulit murahan, soban(1) kayu dengan sisa lauk pauk tadi pagi yang dimakan sekeluarga, dan buku komik "Berzerk" milik Go Hanwon sang adik yang bertebaran di mana-mana. Apakah Jinhee malu dengan keadaan rumahnya? Tidak. Rumahnya seperti cerminan hidupnya. Berantakan.

"Tidak ada yang dilihat. Jangan berpikir macam-macam tentang rumah ini, Taehyung," ujar Jinhee yang tengah melepas sepatu dan langsung masuk ke kamar setelahnya. "Go help yourself. Aku punya jus apel dan es krim di kulkas kalau kamu mau." Taehyung hanya mengangguk mendengar Jinhee dari dalam kamarnya.

"Apakah kamu hanya akan berdiri di sana dan berharap tugasmu akan selesai dengan sendirinya?"

"Ti-tidak. Tunggu sebentar." Taehyung terdengar gugup dan ia berharap Jinhee tidak menertawakannya karena saat ini ia sedang kacau. Lelaki itu melepas sepatunya dan berjalan masuk ke kamar Jinhee perlahan.

Kamar Jinhee lebih mirip dengan perpustakaan daripada sebuah kamar, dan gadis itu hanya tidur di sofa seolah ia hanya singgah di rumah sejenak untuk tidur siang. Asumsinya, pemilihan sofa itu menandakan bahwa Jinhee jarang langsung pulang ke rumah setelah pulang sekolah. Karakter kamarnya yang serba putih seperti Jinhee yang sederhana tapi tegas, dan satu benda yang menarik perhatiannya adalah boneka unicorn ungu muda di atas rak buku.

"Tugas apa yang perlu bantuanku?" pertanyaan Jinhee menyadarkan Taehyung yang sedang melakukan pengamatan. "Apakah kamu tidak menyangka apa yang kamu lihat?"

"Bagaimana tidak? Aku tidak tahu kamu suka membaca." Taehyung menyentuh satu persatu koleksi buku Jinhee mulai dari rak atas yang sangat rapi dan disusun dengan mengurutkan warna book spine. Hitam ke abu-abu, abu-abu ke putih, putih ke biru muda dan biru tua, biru tua ke ungu muda dan ungu tua, ungu tua ke cokelat tua dan merah, terakhir merah muda ke warna salem dan kembali ke putih. "Dan aku tidak tahu kamu menyukai boneka unicorn. It's so not you."

"Aku tahu. Tapi apakah aku tidak punya hak untuk menyukai unicorn hanya karena aku terlihat menyeramkan?"

Taehyung berbalik menatap Jinhee yang terlentang dengan seragam utuh di atas sofa. "Tentu kamu berhak. Itu menggemaskan bagiku." Lelaki itu tersenyum hangat.

Jinhee terkekeh sinis, "Kamu menyebalkan." Kemudian, Jinhee menutup wajahnya dengan berbalik supaya wajahnya tertutup bantal.

"Aku rasa kita tidak bisa mengerjakan tugasmu hari ini, karena aku punya hal yang lebih penting dan menyenangkan." Jinhee duduk dan menarik Taehyung yang tidak berada dalam fokus penuh, sehingga lelaki itu terhuyung dan terjatuh di atas tubuh Jinhee.

"Hee-ya," bisik Taehyung yang mulai merasakan panas di pipinya.

"Aku tidak memintamu tidur bersamaku, yang aku ingin tahu darimu adalah bagaimana rasanya mencium seorang lelaki seperti kamu," ujar Jinhee yang suaranya berubah parau dan lemah. "Maafkan aku, Kim Taehyung," dan gadis itu mencium bibirnya.

Ciuman itu berlangsung sangat singkat hingga Taehyung tidak mendapatkan kesempatan untuk membalas. Jika pun lelaki itu dapat kesempatan, akankah ciuman itu dibalas? Taehyung yang sedianya kacau lima puluh persen pun bertambah menjadi seratus persen gila. Terlalu dini untuk dirinya menggolongkan perasaan yang dirasakannya saat ini sebagai rasa cinta, tapi ia memang merasakan sesuatu.

Ia ingin marah ketika Jinhee berucap, "Pulanglah. Aku tidak dapat membantumu," setelah ciuman itu berlangsung.

"Apakah kamu gemar bermain-main seperti ini dengan lelaki lainnya?"

"Pergilah sebelum aku menggila, Kim Taehyung."

Agaknya Jinhee juga takut untuk mengetahui bahwa niat dan perasaan lelaki itu tulus kepadanya. Gadis itu takut bahwa ia takkan mampu melepaskan diri dari Taehyung, dan ketika nanti ia tak mampu mengucapkan salam perpisahan saat waktunya tiba. Percakapan dan pertemuan hari ini ditutup dengan Jinhee yang menangis dalam diam serta Taehyung yang pergi tanpa sepatah kata.

(1) Meja berkaki rendah

(1) Meja berkaki rendah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Eris 🔞 (BTS x OC)Where stories live. Discover now