1.2. You Played All Too Well

78 6 1
                                    

Jinhee tidak tahu apa yang menantinya di sekolah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Jinhee tidak tahu apa yang menantinya di sekolah. Setelah satu minggu menjalani hubungan setelah empat hari pendekatan dengan Park Jimin yang enam tahun lebih tua darinya, kehidupan yang semua tenang dan penuh kejaran lelaki kini berubah. Tak ayal Jinhee tersenyum sepanjang gajaknya menuju sekolah lantaran terkena sambaran petir yang dinamakan cinta pertama. Surai hitam legam nan panjang itu semerbak mawar. Dalam benak Jinhee, ada satu hal yang terpikir, bahwa yang cukup menyedihkan adalah perempuan tidak begitu memiliki privelese untuk memilih lelaki yang mereka idamkan karena stereotipe dan keterbatasan tertentu. Sulit sekali menjadi wanita!

Sesempurna seperti yang mungkin terlihat, tapi siapa sangka di ujung koridor ada cukup banyak anak berkumpul dalam diam. Dan ketika Jinhee memaksimalkan jangKamuan pengelihatannya dengan picingan mata, seketika puan itu tahu bahwa dirinyalah yang dibicarakan saat melihat siapa yang berkumpul. Hatinya lewah untuk terus melangkah. Refleks bahasa tubuh untuk melindungi dirinya menyala.

Kenapa rasanya mendadak dingin padahal ini musim panas?

Tak mungkin Jinhee memutar balik arah padahal kelasnya berada di ujung seberang. Bertahan sejenak dan menerima serangan sementara bukanlah kekalahan total.

"Kamu dengar Jinhee mengencani pria yang lebih tua darinya beberapa tahun. Seperti ... umurnya terpaut cukup jauh!"

"Hmph. Tak disangka di menolak ajakan kencan kita tapi dibelakang, ia berkencan dengan pria lain. Lebih tua, lagi!"

"Apakah sekarang ia menjilat kata-katanya sendiri? Gadis murahan."

Jinhee berusaha terbiasa dengan ragam jenis kata-kata merendahkan. Tapi untuk rumor ini, entahlah. Sang puan tertunduk tak berkata sepatah katapun dan berbelok ke toilet. Aman. Setidaknya untuk sejenak Jinhee dapat bernapas lega. Ketika ia memasuki salah satu bilik kamar mandi, senyum menyakitkan ditarik lebar-lebar sepanjang bulu roma yang berdiri dan jantung yang menggelinding turun ke lambung. Tatapan ironis tertuju pada coretan berupa ejekan yang ditujukan untuk Jinhee. Murahan. Gampangan.

"Karena kalian menginginkanku untuk kalah, aku takkan mundur semudah itu," Jinhee bermonolog sembari menahan tangis.

Setelah memperbaiki penampilannya, sekonyong-konyong rasanya segenap desiran deras darah teredar hingga ke ujung jari, berjalan bersamaan dengan penguasaan diri terhadap rasa malu dan imej. Jinhee tidak boleh kalah sepagi ini.

Lagi-lagi ada kejutan di akhir pelangi. Ratus cercah sinar menghujam netra dengan sopan, menunjukkan pantulan tampannya seorang lelaki yang sedang berbincang santai dengan seseorang. Sontak Jinhee bersembunyi di balik dinding dan mencoba mendengar konversasi. Hati Jinhee menghangat, tidak begitu bertolak belakang dengan suhu ruangan di musim panas yang mencapai tiga puluh tiga derajat lebih. Kalian akan suka ketika melihat Jinhee menarik kedua sisi bibirnya, melengkung dengan indah.

Adalah Jeon Jungkook yang kekasihnya sedang tidak ada di tempat, dan kini ia sedang mencoba memulai perkelahian dengan sesosok lelaki gondrong. Entah kenapa, Jinhee merasa tidak perlu untuk menengahi perkelahian tersebut. Ia seperti telah mempercayai Jungkook selama ia mengenalnya dari kabar angin para penggemar perempuan.

"Does it bother you to see Jinhee happy and live peacefully?"

Sial! Apakah dia menyebut namaku? Apakah benar aku bukan gadis biasa? Gadis seperti apa aku di mata seorang Jungkook?

Sang puan tak pikir panjang. Gajaknya menuntun supaya tubuhnya terlihat oleh kedua orang tersebut. Ah. "Wah, wah. Lihat siapa yang datang. Jingoo-ya, ucapkan salam padanya." Jungkook terkekeh seperti tidak memiliki masalah. Namun yang diperintahkan belum juga dilakukan, membuat Jinhee kebingungan. Dosis botoksnya bertambah seiring dengan lingkungan yang absurd, meyakinkan dirinya bahwa ia tidaklah normal.

"Aku bilang apa?" Jungkook mengancam dengan nada rendah. "Sapa dia atau Kamu memilih aku yang mengatakan sebenarnya?"

"J-Jinhee...." Asmanya Choi Jingoo. Dikenal sebagai pembuat onar dan agen berita panas sejagat SMA Myungshin. Hidupnya hanyalah untuk menyebarluaskan berita tidak penting, hanya untuk memuaskan bibirnya saja. Hukuman apa yang pantas baginya di akhirat?

Netra Jungkook sekarang hanya fokus pada Jinhee. Tak diketahui olehnya bahwa tatapan tersebut mengundang reaksi tak biasa dalam diri Jinhee. Bulu roma yang berdansa bersama dengan untaian kesalahan dan ketakutan. Untuk jatuh hati padanya adalah kesalahan. Bahkan jika Jungkook lajang, apakah ia adalah lelaki yang tepat untuk Jinhee?

Betapa seramnya Jungkook merubah perangai dari ganas menjadi manis memabukkan.

"Go. Jin. Hee. Kamu pasti bertanya mengapa orang ini berada di sini, bersamaku. Kamu tahu 'kan, orang yang dekat denganku dengan cara seperti ini," Jungkook mengusap pipi Jingoo yang menatap Jinhee ketakutan, "...adalah orang yang mencari masalah."

"Sekarang, berlutut di hadapan Jinhee dan memintalah maaf. Cium sepatunya."

Separuh otak Jinhee tak bekerja dengan baik. Pasalnya masalah yang membuat Jingoo harus bertekuk lutut tidaklah sampai pada telinganya. Sang puan memiringkan kepalanya menatap Jungkook, mencoba mengusut dengan semua tanda tanya di dahi. Ia harap Jungkook mampu membaca sinyal itu.

"Cepat!" Bentak Jungkook, keduanya terkesiap.

"M-maafkan aku Jinhee. Akulah yang menyebar r-rumor kencan itu...." Jingoo sontak berdiri dan berlari, kabur sejauh mungkin.

Jinhee mengerutkan dahi untuk yang kesekian kali, kemudian bermonolog. "Bahkan jika aku berkencan dengan Jimin, mereka tidak begitu dirugikan. Mengapa mereka membawa kehidupan cintaku begitu serius? Mereka pun seperti tidak tertarik untuk mendapatkanku, melainkan karena tubuhku."

"Jadi?"

"Apa—" Jinhee mengamati air muka Jungkook dengan seksama. "Oh ... terima kasih, untuk bantuannya."

"Apakah apa yang kulakukan benar-benar membantumu?"

Lagi-lagi Jungkook membuatnya berpikir. "Mungkin."

Jungkook berdecih tidak percaya. "Berarti ini sia-sia."

"Tidak! Tidak, aku tidak berkata ini sia-sia. Hanya saja sejak ... uh ... sejak bangku sekolah menengah, aku mendapatkan banyak komentar soal tubuhku. Tak jarang banyak ajakan kencan dan seolah...."

"Terbelenggu?"

Jinhee menatap sepatunya sembari mengangguk. "Bisa dikatakan seperti itu. Sebab itu aku jarang memiliki teman. Aku takut mereka ingin mengambil manfaat dariku, sementara aku adalah gadis dengan kepala batu yang tidak tahu bagaimana cara mengambil manfaat dari orang lain. Seperti mereka."

"Batu bodoh," Jungkook terkekeh, kemudian berkacak pinggang. "Semua ini membuatku tertawa."

"Does this matter look so funny to you?"

"Tidak, tidak. Setelah benar-benar bertemu dan berbicara denganmu, aku rasa mereka salah menilaimu. Kamu mungkin molek di luar, tapi kamu cukup keras kepala. A stupid rock."

"Akuilah walaupun sifatku keras, I also can make you 'hard' underneath that pants." Jinhee berseringai menahan senyum.

Lanjut Jungkook, "Jangan senang dulu, gadis. Aku memperkirakan Kamu memiliki rumor baru nantinya, karena akan ada kubu-kubu yang tidak terima karena aku membela kamu." Orang yang takkan menerima aku dibela oleh Jungkook? Wajar bukan jika Haerim yang cemburu?

Eris 🔞 (BTS x OC)Where stories live. Discover now