Tidak Arsen pungkiri. Dia takut bahkan sangat takut. Dia bersyukur tadi Zachary memilih berpindah ke gendongannya dan menyembunyikan wajah di lekuk lehernya. Arsen tidak akan siap jika Axeon meminta Zachary untuk dikembalikan padanya.

"Aku keluar dulu sebentar. Sudah lama aku tidak kesini jadi, aku mau berkeliling sebentar," Ucap Arsen.

Arsen berdiri dan beranjak keluar dari kamarnya. Dia berjalan menyusuri lorong. Beberapa lorong ramai oleh pelayan yang berlalu lalang. Lalu, kaki Arsen berhenti di depan sebuah foto. Foto yang nampak tidak asing bagi Arsen.

"Permisi, tuan,"

Arsen berjingkat. Dia menoleh dan menemukan sesosok pria tua di sebelahnya. Sepertinya pria itu adalah kepala pelayan di mansion besar Kenneth.

"Siapa perempuan ini?" Tanya Arsen.

"Ah, ini adalah foto mendiang nona Erin, calon istri tuan muda Axeon,"

Arsen sedikit terkejut kala mengetahui kakak sepupunya yang gemar berganti wanita itu hampir menikah.

"Mendiang?"

"Iya, tuan. Nona Erin sudah meninggal delapan tahun lalu,"

Arsen baru mau bertanya lebih lanjut jika saja, suara berat milik Axeon tidak menginterupsi percakapan Arsen dengan kepala pelayan itu.

"Saya permisi tuan," Ucap kepala pelayan itu.

Arsen kini menatap ke arah Axeon. Dia meminta penjelasan.

"Calon istriku," Ujar Axeon.

"Itu aku tahu. Lalu, dia berasal dari negara mana?"

"Indonesia. Dia tinggal di Jakarta,"

"Wah... Dia orang Jakarta? Bagaimana kalian bisa bertemu?"

"Dia mencari pekerjaan disini. Kebetulan melamar di kantorku,"

"Oh... Begitu... Lantas kenapa tidak mengenalkannya pada kami?"

"Mengenalkan dia pada kalian?"

Arsen mengangguk. Axeon menatap ke arah foto berukuran besar itu dengan senyum sendu miliknya. Dia kemudian menepuk bahu Arsen dengan senyum yang terkembang di wajahnya.

"Kalau aku mengenalkannya pada kalian, maka semuanya tidak akan seperti sekarang, Arsen..." Gumam Axeon sambil berlalu dari hadapan Arsen.

Arsen langsung berbalik dan menatap ke arah punggung Axeon yang menjauh. Arsen mencoba mencerna ucapan Axeon. Dia kemudian kembali menatap ke arah foto besar itu. Arsen menggeleng kecil dan berjalan menjauh. Malam harinya, ruang makan di mansion Kenneth sangat ramai. Ada tawa dan percakapan disana.

"Papa..." Panggilan itu membuat Arsen menoleh.

Arsen tersenyum dan mengangkat bocah yang memanggilnya itu dengan senang hati.

"Kenapa jagoan?"

"Vincent tidur dikamar kak Albern boleh?" Tanya Vincent.

"Lalu, Xafe tidur dengan siapa?"

Vincent nampak berpikir keras. Lantas, Zachary mengangkat tangannya seperti seorang murid yang sedang diabsen.

"Di kamarku saja, pa," Ujar Zachary.
Arsen kemudian menoleh ke arah Albern.

Arsen meminta persetujuan dari Albern. Melihat anak itu mengangguk, Arsen pun mengizinkan Vincent tidur dengan Albern di kamar anak itu.

"Besok, pukul berapa kita harus berangkat?" Tanya Arman.

"Delapan,"

Arsen menghela kecil. Delapan. Dengan keadaan mereka masih lelah. Zachary akan menjadi orang yang paling sulit dibangunkan.

"Ingat! Jam delapan kak Xeon. Jangan sampai kakak baru bangun pukul sembilan!" Ujar Lotta memperingati sang kakak.

"Buat apa bangun sepagi itu? Acaranya juga mulai jam sepuluh. Walau aku bangun jam sembilan aku masih bisa datang tepat waktu,"

"Kak!"

"Kak Xeon mirip dengan Zachary. Sulit dibangunkan kalau pagi," Ucap Alesha yang membuat semua orang terkejut dan terdiam.

Axeon kemudian terkekeh kecil.

"Mungkin karena dulu sewaktu hamil, aku yang menemukan ayahnya yang tengah mengambek pada ibunya," Ucap Axeon.

"Memangnya bisa begitu?" Tanya Alesha.

"Mungkin saja,"

Makan malam berlanjut dengan keadaan yang sedikit berubah. Walau pun secara keseluruhan makan malam itu dipenuhi oleh canda serta tawa dari para anak-anak. Mereka bahkan saling berebut saat Ansel, ayah dari Axeon memanggil pelayan untuk membawakan beberapa hadiah bagi cucu-cucunya.

Arsen masih menatapi anak-anaknya dengan senyum di wajahnya. Arsen melihat Zachary tampak menyukai sesuatu disana. Namun, Zachary tidak langsung mengambil mainan itu. Dia malah kembali dan mendekati Arsen. Melihat putra sulungnya mendekat, Arsen menggeser badannya dan menangkap si sulung dengan cepat.

"Kenapa kak? Kakak tidak ingin mainannya?" Tanya Arsen.

"Ingin..."

Arsen dibuat heran dengan jawaban putranya.

"Lalu? Kenapa kakak malah kesini?"

"Aku mau mainannya, boleh pa?"

Arsen tersenyum pada Zachary. Dia mengusap rambut Zachary dengan sayang.

"Tentu boleh. Grandpa Ansel memberikannya pada kakak dan yang lain. Ambilah yang kakak mau,"

"Kalau nanti yang lain ada yang mau?"

"Kakak tanyakan pada mereka. Kalau diantara mereka ada yang menginginkan mainan itu. Berikan padanya. Besok papa akan belikan kakak yang sama persis,"

Mata Zachary berbinar. Dia berterima kasih pada Arsen dan bahkan mengecup singkat pipi kiri Arsen. Membuat Arsen terkejut sebelum dia terkekeh kecil. Arsen kembali ke posisinya saat Zachary menjauh darinya. Saat itulah, Arsen melihat tatapan mata yang sulit diartikan oleh Arsen yang berasal dari salah seorang di meja makan itu. Tatapan mata itu mengarah pada satu orang yakni, Zachary. Putra sulung Arsen.

.......


Pinggiran JakBar, June 17th 2022

[DS #3] Save Me Hurt MeWhere stories live. Discover now