78. Siblings Date

836 154 42
                                    

Seminggu belakangan adalah hari-hari paling membahagiakan untuk seorang Kaisar M. Ihsan atau yang lebih sering kita panggil Dokter Kaisar. Selama hampir 10 tahun ngurusin Juandra Arka anaknya pak Darmanata, baru kali ini dia ngeliat perkembangan kesembuhan Juandra meningkat pesat dalam waktu singkat.

Sekarang, di rooftop, tempat favorit Juandra paling baru, mereka lagi duduk duduk santai di salah satu kursi. Seorang pasien lansia menghampiri mereka dengan senyum manis dan menyapa Juandra.

"Halo, Juandra, kamu ngambil foto apa hari ini?"

"Halo, Oma. Biasalah, foto langit." jawab Juandra kemudian sambil memperlihatkan foto-foto terbaru di galeri hpnya.

Senyum Dokter Kaisar nggak menghilang meskipun dia harus mengalah dan berdiri demi bisa memberi space duduk bagi nenek-nenek yang kini lanjut mengobrol dengan Juandra itu.

Ini nggak bohong. Kalo inget jaman pertama kali ketemu Juandra dulu—kayaknya Juandra baru umur 12 tahun—Dokter Kaisar cuma bisa berangan-angan aja Juandra yang super introvert bisa ngobrol-ngobrol sama orang kayak sekarang ini.

"Ngomong-ngomong, Yerina kemana?" Oma itu bertanya.

"Sekolah, dong, dia kan masih SMA." jawab Juandra cepat.

Iya, Yerina. Gadis itu juga penyebab utama bagi kemajuan Juandra saat ini. Kalau bukan karena dia, nggak mungkin Juandra bisa bercerita panjang lebar pada Oma Ratih yang duduk di sampingnya itu. Meskipun jelas Juandra bisa cerita banyak juga karena yang dikeluarkan dari mulutnya adalah soal Yerina.

Dokter Kaisar sampai mikir, kenapa ya, Tuhan baru memperkenalkan Yerina dan Juandra sekarang? Kenapa nggak dari dulu? Kalau begitu kan, Juandra nggak perlu tersiksa selama sepuluh tahun kemarin. Mungkin aja Juandra bisa masuk sekolah umum sejak SMP dan bukannya homeschooling. Tapi nggak ada gunanya juga kan bilang 'coba kalau..' terus. Dokter Kaisar adalah orang yang lebih memikirkan masa kini dan masa depan daripada masa lalu.

"Oma Ratih!" Panggilan terdengar dari arah pintu rooftop. Seorang dokter perempuan menghampiri mereka dengan langkah cepat. Wajahnya persis guru yang mau marahin muridnya. "Oma, obatnya belum diminum!"

"Pahit!" Seru Oma Ratih, kemudian mengeluh seperti anak kecil. "Rambutku jadi rontok! Aku nggak suka!"

Dokter perempuan itu mencoba untuk membujuk Oma Ratih sementara Juandra bisa menyadari Dokter Kaisar tersenyum puas melihat Dokter perempuan itu berada dalam kesulitan.

"Mukanya dikondisikan," tegur Juandra membuat Dokter Kaisar buru-buru mengulum senyum. "Emang dokter kenal?"

"Dia saingan saya waktu kuliah. Sok pinter,"

Alis Juandra berkerut saat mendengar itu. Matanya refleks menatap si dokter perempuan yang waktu itu memberi tahunya arti bunga iris di rooftop ini. Padahal dari mukanya nggak keliatan sok pinter, kalo Dokter Kaisar baru keliatan soknya.

"Loh, halo." Dokter Perempuan itu segera menyadari kehadiran Juandra dan teman senasibnya saat jaman kuliah dulu. "Halo, Kaisar."

Dengan wajah setengah malas Dokter Kaisar menjawab sapaannya.

Dokter perempuan itu tersenyum, "Oma, tahu nggak, kalau obatnya nggak diminum nanti bakalan kayak dokter itu," katanya sambil menunjuk Dokter Kaisar.

"Emang saya kenapa?!"

Bukannya memberi jawaban untuk Dokter Kaisar, dokter itu malah berbisik ke Oma Ratih sambil tersenyum licik. Dokter Kaisar semakin emosi apalagi setelah Oma Ratih langsung bersemangat untuk minum obat.

"Pergi dulu ya~" kata dokter perempuan itu sambil membimbing Oma Ratih berjalan meninggalkan rooftop.

"Amelia...!!"

The House Of WijayaWhere stories live. Discover now