60. Janji Ayah

1.5K 345 101
                                    

Kayak peluru yang ditembakkan, semua berjalan begitu cepat. Nggak ada yang nyangka bahwa yang ngetuk pintu rumah Wijaya malam itu adalah segerombolan polisi. Mereka bertanya tanya kenapa, meskipun dalam hati baik Yerina maupun Namjun, terutama Vino, bisa tebak alasan kedatangan orang orang berseragam itu.

Yerina nangis begitu tau. Namjun berusaha sekeras mungkin untuk tenang, demi kedua adiknya, meskipun jantungnya sendiri berdebar kencang. Apalagi Vino, yang begitu pintu dibuka langsung dengar namanya disebut. Terngiang di kepalanya perkataan Jinan malam itu,

"Kita yang cuma orang biasa nggak punya kekuatan apa apa di hadapan mereka."

Ini nggak baik. Vino tau yang dia lakukan beresiko, ketiga saudaranya pun sama, berita yang keluar karena satu cuitan viral itu pasti akan jadi boomerang buat mereka. Sebanyak apapun retweet yang dia dapatkan, pada akhirnya mereka cuma orang biasa.

Dan bener kan, sekarang Vino tiba tiba aja udah harus mendekam di balik jeruji besi. 

Jinan sampai ketika rumah udah sepi, nggak ada lagi mobil polisi, nggak ada lagi tetangga yang menyaksikan 'pertunjukan' penangkapan anak ketiga keluarga Wijaya.

Yerina langsung berhambur ke pelukannya, melaporkan semua meskipun terbata bata karena tangisannya.

"Aneh banget! Masa keluarganya nggak ada yang boleh ikut?" Celetuk Jimin, termasuk yang paling khawatir, menahan emosi karena nggak boleh ikut ke kantor polisi.

"Tapi Abang pergi?" Jinan memastikan.

"Tadi ngikutin di belakang mobil."

"Mas ke Polsek dulu."

"Enggak, Mas, mereka ke polres."

Jinan kaget lagi. Nggak ke Polsek tapi langsung ke polres? Bener nggak main main ya orang itu.

"Adek boleh ikut mas?" Tanya Yerina sambil nahan tangan Jinan.

Jinan maksain senyumnya dan ngelus kepala Yerina. "Di rumah aja ya."

Butuh 15 menit buat Jinan sampai di polres. Dari dalam mobil Jinan bisa ngeliat Namjun dorong dorongan sama beberapa oknum polisi. Terdengar teriakan teriakan yang semakin jelas kedengeran pas Jinan mendekat.

"Saya tau ya hukumnya! Tersangka nggak boleh ditahan!" Teriak Namjun untuk kesekian kalinya malam ini. Jinan bisa tau karena Namjun jarang teriak, sekarang suara adeknya itu udah agak serak.

"Mana bisa kamu lebih tau dari polisi!"

"Kalau gini terus kamu bisa kami tahan juga ya!"

Jinan buru buru menengahi sebelum jadi dua anggota keluarganya yang ditahan.

"Saya kakaknya Batara Vino Wijaya, boleh saya ketemu dengan adik saya?"

"Nggak bisa!" Jawab polisi polisi itu lantang.

"Kenapa nggak bisa?"

Namjun langsung motong, "mas! Abang udah bilang, tersangka UU ITE gak boleh ditahan! Tapi mereka nggak mau! Ini salah ya! Ini saya ada buktinya!" Jelasnya sambil nunjukin keterangan pasal yang dia lihat di website official MA.

"Alah! Internet itu nggak valid! Kami ini polisi! Nggak mungkin kami nggak tau hukumnya! Sekarang mendingan pulang aja! Pulang!"

"Lepasin dulu adek saya!!" Namjun teriak lagi, kali ini jelas banget dia mulai kehabisan suara, meskipun begitu dia tetap maju dan lagi lagi dihalangi beberapa oknum polisi.

Tangan Jinan terkepal kuat. Nggak ada waktu buat ini. Ditariknya Namjun mundur ke belakang.

"Kapan sidangnya?" Tanya Jinan.

The House Of WijayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang