Baru saja keluar dari kamar, suara teriakan seseorang membuat langkah mereka terhenti.

"Mas Alan, tunggu..."

Alan dan Nalla berbalik, menatap Hazen yang kini dengan kesusahan menjalankan kursi rodanya.

Kini Hazen berada tepat di depan Alan dan Nalla. Lalu ia langsung memegang tangan Alan dengan mata yang berkaca-kaca. "Kita perlu ngomong empat mata."

Nalla langsung mengalihkan tatapannya.

"Ada hal penting yang harus aku lakukan. Tolong jangan ganggu aku." tolak Alan sambil melepaskan tangan perempuan itu.

"Hal penting apa? Aku seperti ini, sakit, harusnya kamu selalu ada di sisi aku, karena kamu itu suami aku!" tekan Hazen.

Mendengar itu, Alan menatap Hazen tak percaya. Bisa-bisanya perempuan itu mengatakannya di hadapan Nalla.

Sontak Nalla mundur selangkah, ingin meninggalkan dua orang itu, namun Alan langsung menahan tangan Nalla, melarang perempuan itu pergi dari sisinya.

"Hazen, jangan pernah samakan kedudukan kamu dengan Nalla, camkan itu! Karena kamu hanya aku nikahkan secara terpaksa tanpa rasa sedikitpun." tegas Alan.

Hazen terkejut mendengar perlontaran Alan barusan hingga air matanya menetes.

"Tapi kamu suami aku. Aku juga berhak mendapat____"

"Hazen, aku dan Mas Alan buru-buru, tolong bahas ini nanti aja." akhirnya Nalla bersuara dengan nada tegas.

"Aku gak lagi bicara sama kamu Nal."

Nalla kaget mendengar jawaban Hazen yang tampak menggertaknya.

"Atau... Kamu merasa lebih di atas aku, kamu merasa paling di cintai sama mas Alan? Kamu merasa cemburu atau apa? Ini kenyataan kan kalau aku adalah istri dari mas Alan."

Alan mengepalkan tangannya saat kata-kata buruk itu keluar dari mulut Hazen. Matanya kini benar-benar menatap Hazen penuh kebencian.

"Aku gak merasa gimana-gimana. Mungkin... Kamu aja yang baperan." jawab Nalla sesimple mungkin.

"Wow, Nalla. Kamu_____"

Tiba-tiba, suara tepuk tangan keras datang dari ujung lorong. Menampilkan seorang perempuan dengan wajah penuh amarah.

"CUKUP HAZEN. TUTUP MULUT KAMU. APALAGI SEKARANG? KAMU BERANI SAMA NALLA? HAH? APA YANG KAMU UCAPIN TADI? KAMU DI RUMAH INI GAK ADA APA-APANYA!"
Misha berteriak murka, wajah merah padamnya tercetak jelas.

Sungguh, ini yang Misha tidak inginkan. Jika Hazen berani kepada Nalla bahkan menggetaknya.

Hazen menggerutu di dalam hatinya.

"Alan, Nalla. Lebih baik kalian pergi aja. Abaikan saja wanita ini, anggap dia tidak ada di sini." ucap Misha.

Hingga akhirnya Alan menggandeng tangan Nalla dan segera pergi meninggalkan Hazen yang kini mengepalkan kedua tangannya.

Setelah Alan dan Nalla benar-benar sudah tidak terlihat, Hazen segera menjalankan kursi roda memasuki kamarnya.

Belum sempat ia menutup pintu, suara Misha kembali menusuk ke telinganya.

NALLAN 2 Where stories live. Discover now