...

Walaupun baru pertama kali menjajakan kaki di area kos-kosannya Neena, Ziya tetap melangkah walaupun merasa asing dengan aktivitas dihadapannya, beberapa orang sedang mengantri untuk masuk ke dalam kamar mandi.

"Permisi, Ka. Kenal Neena gak?" tanya Ziya sopan pada seorang perempuan cantik yang akan melewati dirinya, perempuan itu tampak sudah rapi dengan balutan almamater Ekansh University, kebetulan satu kampus dengan Ziya yang notabennya mahasiwa baru.

"Neena Utalika atau Nena Lavania?" tanya perempuan itu balik, memastikan yang Ziya tanyakan agar tidak salah alamat. Pasalnya ada dua orang penghuni kosan  memiliki nama panggilan yang sama jika dibunyikan, satu Neena satunya Nena, jadi penulisan hurufnya saya yang tidak identik.

"Yang pertama, Kak. Neena Utalika."

Perempuan itu berbalik untuk mengarahkan Ziya pada apa yang ia cari, kebetulan mendapati Neena yang Ziya maksud baru keluar dari kamarnya sambil menenteng keranjang berisi sabun dan berbagai peralatan mandi dengan handuk yang disampirkan di bahunya. Ia Berjalan membelakangi mereka.

"Itu Neena." Ziya mengikuti petunjuk perempuan dihadapannya.

"Terimakasih, Ka." Ziya berlalu, pamit untuk menghampiri Neena yang pastinya belum mandi.

Untung saja hari ini Ziya memakai sepatu dengan hak tahu setinggi 3 cm, ia bisa mengambil langkah cepat, sedikit berlari untuk mengejar Neena yang sudah melangkah keluar pagar menuju bangunan tinggi di belakang kos-kosanya.

"Nen, Nennn, tunggu!" Panggil Ziya sedikit berteriak.

Neena menyadari ada yang menginterupsi langkahnya dengan panggilan yang tidak ia sukai.

Ziya semakin mendekati Neena yang menghentikan langkahnya, menunggu Ziya datang.

"Na, Zi! Bukan Nen!" ucap Neena penuh penekanan.

"Iya, iya..."

"Kalo lupa lagi, gue over lo ke para jantan di sini!" ancam Neena sembarangan.

"Iya, engga lagi!"
"Buruan mandi, biar cepet dandannya!"

"Bentar, temenin gue mandi di sini dulu. Jaga di depan kamar mandi. Entar abang-abang ganteng tiba-tiba masuk! seneng sih gue sebenarnya kalo memang itu terjadi."

"Heh, sembarangan!" Neena malah cekikikan.

"Udah izin?" tanya Ziya was-was.

"Ga usah izin, udah biasa ko. Lo santai aja ya di sini." Ziya mengangguk kemudian duduk langsung di lantai depan kamar mandi kosan pria itu yang posisinya lebih tinggi dari tempat Ziya berpijak. sebelum itu, ziya merapikan roknya agar tidak tersingkap banyak saat duduk.

...

Di ruangan ber-cat putih tulang dan tidak bersekat, terpantau dua aktivitas berbeda sedang dilakukan oleh dua orang yang berbeda pula. Satu di antara mereka sudah rapi dengan setelan casual untuk pergi ke kampus, dan yang satunya lagi masih duduk di depan komputer dengan celana color sepaha sambil bersenandung.

"Wakil rakyat, seharusnya merakyat." Ettan mulai mendendangkan kalimat tersebut dengan irama sebuah lagu, sambil mengamati Agha yang merapikan meja belajarnya sembari menunggu Jazziel mengantarkan adiknya, Kana, langsung menunju kosannya untuk pergi ke kampus bersama-sama nanti.

"Berisik!" peringat Agha. Sama seperti kata yang telah Ettan singgung tadi dalam nyanyiannya, sebenarnya Agha itu anak wakil rakyat, ayahnya sudah lama duduk di kursi parlemen, itu artinya ayah Agha termasuk dalam jajaran orang penting negara. Meskipun begitu, Agha tidak ingin menikmati kekuasaan dan kedudukan ayahnya untuk tidak belajar menghidupi diri sendiri. Itulah kenapa, Agha senang berlagak menjadi orang biasa, meskipun orang-orang tahu dirinya anak petinggi negara.

Tin... Tinnn

Suara klakson mobil sampai ke telinga Agha dan Ettan. Mereka tahu siapa yang telah datang sepagi ini.

"Cinderella pun tiba, dengan Jazziel supirnya." ucap Ettan sekali lagi melantunkan kalimatnya.

"Gue cabut duluan, kalau mau pergi pintunya ga usah di kunci. Jazziel pasti singgah bentar di sini." Pesan Agha sebelum meninggalkan Ettan pergi.

Ettan mengacungkan jempolnya, paham.

Kosan yang sudah Agha tinggali selama kurang lebih satu tahun belakangan ini sudah tampak seperti rumah singgah saja, ketiga sahabatnya seringkali menumpang di sana, tidak peduli kecil ruangannya.

...

Kana sudah bersama Agha di atas motor, mereka sudah bersiap pergi tapi Jazziel masih betah menyampaikan wejangannya sepagi ini.

"Jangan ngebut! jangan ambil kesempatan dalam kesempitan! jangan ngerem mendadak! jangan juga lo sengaja ngurangin speed motor supaya lama di jalan sama ade gue! ja..."

"Ka Yasa, udah! ga cape ngomongnya?" tanya Kana heran karena abangnya mendadak jadi seposesif sekarang padahal dirinya sering melihat Agha dan Kana bermesraan.

"Pokoknya turutin omongan gue!" ucap Jazziel tidak mau tahu.

Sementara itu Agha hanya diam, malas menimpali percakapan kakak beradik itu. yang ia tahu sekarang bahwa dirinya harus menjaga kana ke manapun dan di manapun.

"Ettan masih di dalem, samperin aja." setelah mengatakan kalimat tersebut, Agha mulai menjalankan motornya, sebelum itu tentunya ia memastikan Kana untuk memeluknya erat lebih dulu, wejangan dari Jazziel tentu tidak diindahkannya. Apalagi jika mengingat kalau Agha dan Kana itu penganut sekte yang love language-nya physical touch.

Sepeninggalan Agha dan Kana yang notabennya adalah sahabat juga adiknya sendiri, Jazziel yang telah memarkirkan mobilnya dengan benar tanpa menggangu aktivitas kendaraan lain yang keluar masuk di halaman parkiran kosan pria, berjalan memasuki lorong kecil yang memisahkan dua bangunan yang saling berhadap-hadapan.

Bersama dengan langkah kakinya yang semakin mendekati pintu kamar Agha, Jazziel bersiul kecil. Semakin banyak ia melangkah, semakin pula ia mendengar suara perempuan, tidak jelas apa kata yang diucapkan, yang pasti Jazziel yakin suara tersebut berasal dari dalam kamar Agha, pasti! pikirnya.

Prasangka buruk sudah terangkai dipikiran Jazziel. Skenario terbaik sudah tersusun di kepalanya, ia akan mengejar keadilan bagi adiknya yang sudah masuk kategori bucin akut dengan Agha.

Tinggal beberapa langkah lagi Jazziel sudah bisa meraih kenop pintu, sebelum ia membukanya, Jazziel memilih untuk mengabadikan moment of truth ini dengan kamera ponselnya.

Suara perempuan itu semakin jelas masuk ke indera pendengaran Jazziel. Tangannya sudah memegang kenop pintu, dalam sekali gerakan, pintu dihadapannya akan terbuka.

"Ka." tangan Jazziel di tahan.

"Sakit." cicit seorang perempuan menahan sakit dengan tangan kanan yang masih menahan tangan Jazziel untuk menunda dibukanya pintu kamar Agha.

°°°

Alur pelan dulu ya. masih part 3 ko..he

Gimana? menarik ga untuk diterusin?

kira-kira siapa lagi yang nahan tangan si Jazziel?Ziya? ah masa...

vote vote vote

komen komen komen

⭐⭐⭐

JAZZIYAWhere stories live. Discover now