1.

4.2K 365 4
                                    

<<JANGAN LUPA FOLLOW& VOMMENT>>

Kasih tau kalo ada typo hehe:v

Titaniyas Ambara, Tiyas.

Wanita cerdas, yang sayang kecerdasannya di salah gunakan oleh mereka yang haus akan kekuasaan. Sekarang Tiyas berdiri di depan seorang pria memakai baju dinasnya, dokter. Tatapan dingin dia layangan pada pria itu.

“Mengapa hanya diam. Ayo tarik pelatuk mu, bukankah ini hari terakhir ku?” Sinis Tiyas dingin.

Tangan pria itu sedikit gemetar, namun Tiyas tidak menyadarinya. “Tiyas, ikutlah bersama ku. Maka bos akan membiarkan mu hidup” Tawar pria itu.

Tiyas terkekeh sinis. “Lebih baik aku mati dari pada harus menjadi penghianat seperti mu” Tolak Tiyas tajam.

Pria itu mengacak rambutnya marah. “Kenapa kamu tak mau mengerti Tiyas, ini semua demi kebaikan kita!” Bentak pria itu.

“Kebaikan? Dengan mengambil tulang anak-anak yang tak berdosa? Yang kita lakukan ini melanggar sumpah kita sebagai dokter, Theo!” Teriak Tiyas marah, matanya berkaca-kaca.

Tangannya bergetar hebat. “Tangan ini yang telah merenggut masa depan mereka, teriakan merintih mereka membuat ku gila. Untuk apa aku hidup jika harus menanggung penyesalan, sekarang tarik pelatuk mu dan akhiri penderita gadis malang ini” Lanjut Tiyas menumpahkan isi hatinya.

Theo terdiam, namun perlahan tangannya mengangkat pistol yang sedari awal dia genggam.

“Seharusnya kamu bersyukur, bos menyelamatkan mu dari kematian tapi lihat dengan tidak tau malunya kamu menentang perintahnya” Ujar Theo dingin.

“Itu bukan hal yang harus aku syukuri, aku tau ayah orang baik. Tapi aku juga tidak bisa terus-menerus melakukan perintah nya, aku bisa gila Theo” Sanggah Tiyas lemah.

“Ayo akhiri hidup ku, aku lelah” Lanjut Tiyas lirih.

Wajah Theo mengeras tangannya semakin gemetar, Tiyas tersenyum tulus sebelum dia memejamkan matanya menunggu kapan ajalnya menjemput.

Di saat bersamaan Theo mengarahkan pistolnya tepat dimana letak jantung manusia berada. Tangannya gemetar mengharuskan tangan kiri membantu tangan kanannya.

“M-maaf” lirih Theo menutup mata.

DOR

DOR

DOR

DOR

Tiyas membuka matanya ketika merasa benda dingin menembus jantung. Mulutnya mengeluarkan darah segar, meski begitu gadis itu tidak meringis sakit. Dia tersenyum menatap Theo dalam.

“T-terima kasih T-theo”

Bruk

Mendengar suara rintihan Tiyas air mata Theo jatuh. Theo membuang pistolnya asal berlari pada gadis itu, memangku kepala yang sudah tak bernyawa di pahanya.

“A-apa yang baru saja aku lakukan. Ak-aku membunuh gadis ku sendiri. Tidak-tidak jangan pergi, buka mata mu sayang” Tangis Theo di iringi dengan turunnya air hujan.

Sisi lain pria bertudung hitam yang bersembunyi di balik tembok ikut terjatuh, lututnya melemas. “Kamu tak perlu merasa tekanan lagi, putriku”

Malam ini adalah malam terakhir bagi Tiyas. Dan pada malam ini juga malam penuh sesal dua pria yang menangis di bawah guyuran air hujan.

‡‡‡‡‡

Tiyas terbangun, matanya menelusuri tempat indah yang sedang di pijak saat ini. Hamparan bunga dengan harum yang menyejukkan membuatnya enggan pergi dari sana.

Sepotong lukaWhere stories live. Discover now