"APA YANG KAU LAKUKAN PADA ALUNA, VIVIAN!" Kenan menarik Aluna dalam pelukannya dan menatap Vivian dengan ekspresi marah.

"Hiks... Ken, a-aku tidak tahu salahku dimana. Aku hanya ingin menyapa Vivian saja, t-tapi dia terlihat marah dan malah menamparku". Aluna menangis tersedu-sedu dalam pelukan Kenan.

Vivian terdiam seketika. Hatinya terasa tercubit melihat bagaimana Kenan membentaknya dan memeluk Aluna dengan erat.

Brianna mengerjap. Kepalanya mendadak pening karena terlalu lama memejamkan matanya. Kemudian tangannya mengepal, tatapannya berubah tajam "Sialan kau Aluna. Orang sepertimu memang tidak bisa di diamkan lebih lama lagi!" Brianna buru-buru pergi ke lokasi dimana mereka berada.

***

Olivia memegang tangan Vivian seolah memberinya kekuatan dan menatap marah pada Kenan "Kau?! Bisakah kau tidak membentak sahabatku seperti itu?!" tunjuknya tak terima.

Kenan hanya menatap datar "Kau bahkan tau. Dia yang memulainya duluan".

Vivian merasa tenggorokannya terasa tercekik. Kenan bahkan enggan menyebut namanya, diam-diam ia terkekeh miris dalam hati. Sepertinya memang sudah tidak ada harapan lagi antara dirinya dan Kenan.

Olivia terkekeh sinis "Kau bahkan tidak tau kejadian yang sebenarnya Kenan Adhitama!"

"Aku tidak ingin mendengar penjelasan apapun itu. Yang terpenting dia sudah mengganggu Aluna, dan itu kebenarannya!"

Vivian semakin sakit. Kenan bahkan tidak ingin mendengarkan penjelasan mereka, dan malah memojokkan dirinya bahwa ia yang paling bersalah disini. Matanya tak sengaja bersitatap dengan Kenan. Pandangan keduanya bertemu, Vivian menatapnya dengan sendu menjelaskan rasa kecewa, sakit hati dan rindu yang menumpuk. Kenan langsung membuang mukanya tak ingin menatap seseorang yang pernah mengisi hatinya dulu.

"Kau benar-benar bajingan Kenan, bagai—"

"Hiks... K-ken... Sudah tidak apa-apa, a-aku sudah biasa seperti ini. Mungkin memang Vivian masih membenciku karena masalah kita dulu dan sekarang aku harus menjadi saudara tirinya membuat Vivian semakin membenciku. T-tidak apa-apa jika Vivian m-membenciku aku tidak masalah, mungkin memang sudah takdirku dibenci kakakku sendiri hiks... Padahal aku menginginkan seorang kakak t-tapi ternyata dia membenciku hiks..." ucapnya purau.

Rahangnya seketika mengeras "Sst... Tenanglah, kau tidak perlu menangis untuk sampah sepertinya, air matamu terlalu berharga" Kenan menyeka air matanya sembari memeluk tubuh Aluna yang terus saja menangis tersedu-sedu, tatapannya menajam pada Vivian.

Vivian meremas seragamnya, matanya kini berkaca-kaca.

Sampah...

Sampah...

Sampah...

Kenan bilang dirinya sampah, hatinya terasa tercubit saat kata itu terucap dari bibir Kenan orang yang selama ini ia cintai dulu bahkan hingga sekarang.

"Tidak seharusnya pria terhormat sepertimu mengucapkan hal yang tak sepantasnya pada seorang gadis tuan" sela seseorang dengan lembut.

Serentak semuanya menoleh pada asal sumber suara. Brianna hanya menampilkan senyum lembut nan anggun.

"Oh maaf... Jika aku mengganggu kalian, aku tidak sengaja mendengar keributan disini. Ah tidak, maksudku kami semua. Karena perdebatan kalian cukup keras menurutku, hal itu yang membawaku menuju kesini.  Setidaknya jika ingin membuat keributan carilah ditempat sepi ya, takutnya orang-orang akan merasa terganggu" Brianna tersenyum manis perkataannya begitu lembut, hingga mereka tak menyadari arti dari sindiran Brianna karena terpaku akan paras dan suaranya yang memukau.

BRIANNA [Proses Revisi]Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz